Kolombo – Pemerintah Sri Lanka memiliki pekerjaan yang berat. Negerinya baru saja menjadi lokasi serangan bom terbesar kepada umat Kristiani. Pertanyaan yang muncul, bagaimana organisasi teroris lokal punya pendanaan dan sistem serangan yang terorganisasi?
Lalu, bagaimana polisi bisa lalai dan kecolongan terhadap peringatan yang sebelumnya muncul?
Jubir Pemerintah Sri Lanka Rajitha Senaratne memang sudah mengantongi nama kelompok yang diduga berada di balik serangan tersebut. Yakni, National Tawheed Jamaath (NTJ). Organisasi itu berkiprah secara lokal dan beberapa kali menyebar ujaran kebencian di Sri Lanka.
Namun di sisi lain pemerintah juga bingung. Sebab, organisasi ekstrem di negara yang luasnya seperseratus Indonesia tersebut tidak memiliki sistem, sumber daya, dan personel kuat.
“Sekarang kami melacak siapa saja yang menyokong kelompok ini. Kami harus tahu bagaimana mereka bisa menyusup dan melakukan aksinya di sini,” ujar Senaratne kepada Agence France-Presse (AFP).
Pria yang juga menjabat menteri kesehatan itu menegaskan, pemerintah akan menyelidiki kasus tersebut sampai ke akarnya. Presiden Sri Lanka Maithripala Sirisena sudah mengajak negara asing ikut membantu penyelidikan tersebut.
Baca juga : Gereja Katolik Yerusalem Kutuk Teror Bom Srilangka
Mereka ingin tahu siapa yang memorak-porandakan Sri Lanka dalam serangan paling berdarah, satu dekade setelah perang sipil berakhir.
Serangan pada Minggu Paskah (21/4) itu memang sangat terorganisasi. Mereka memilih enam lokasi. Di antaranya, Gereja St Anthony di Kolombo, Gereja St Sebastian di Negombo, dan Gereja Zion di Batticaloa.
Tiga target lainnya adalah bangunan bisnis yang dirasa menampung banyak warga asing. Pilihan mereka adalah hotel berbintang di Ibu Kota Kolombo. Yakni, Cinnamon Grand, Shangri-La Hotel, dan The Kingsbury Hotel.
Sejumlah pakar terorisme langsung menuding ISIS sebagai penyokong serangan. SITE Intelligence Group melaporkan, NTJ merupakan cabang ISIS di Sri Lanka.
Menurut mereka, aksi tersebut merupakan wujud balas dendam atas serangan terhadap masjid dan muslim beberapa bulan terakhir. Salah satunya, serangan dua masjid di Christchurch, Selandia Baru.
“Serangan yang tersinkronisasi seperti ini memang bukan hal yang biasa terjadi di Sri Lanka. Jika dibandingkan, serangan ini punya DNA dari aksi-aksi ISIS atau Al Qaeda,” ungkap pakar antiterorisme Alto Labetubun kepada Daily Mirror.