Jakarta – Pesta demokrasi Pemilihan Umum (Pemilu) lima tahunan yang paling bersejarah dengan menggabungkan pemilihan presiden dan legistlatif telah berlangsung pada Rabu (17/4/2019) kemarin. Hal ini menunjukkan bahwa kematangan demokrasi bangsa ini semakin meningkat dari tahun ke tahun. Karena Pemilu merupakan saluran demokrasi yang menjamin partisipasi publik dalam menentukan masa depan bangsa ini.
Namun beberapa bulan sebelum pelaksanaan Pemilu, masyarakat dibuat tegang dan bahkan terpecah karena perbedaan pilihan. Berita bohong (hoax), ujaran kebencian, saling menjelek-jelekkan satu sama lain banyak bermunculan baik di media sosial maupun di dunia nyata. Padahal ajang Pemilu ini ini sejatinya adalah sistem demokrasi yang dilaksanakan berdasarkan nilai dan falsafah Pancasila. Karena Pemilu bukanlah untuk memecah belah persaudaraan, tempat menabur caci maki, apalagi menabur kebencian antar sesama.
Dengan telah berakhirnya Pemilu tersebut, Guru Besar Fakultas Ilmu Tabiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Dr. Dede Rosyada, MA, meminta kepada seluruh masyarakat untuk bisa menjaga kerukunan dan perdamaian di negeri ini. Karena menjaga kerukunan dan perdamaian itu merupakan bagian dari nilai-nilai luhur yang ada pada Pancasila sebagai falsafah dan ideologi bangsa
“Pemilu sudah dilaksanakan. Sekarang kepada masyarakat luas, mari kita sama-sama untuk menjaga kerukunan, kedamaian dan menjaga rasa keadilan bagi semua orang. Karena itulah hakikatnya demokrasi Pancasila, yakni demokrasi yang memiliki nilai-nilai luhur kejujuran, yang bukan semata-mata menghantarkan kemenangan,” ujar Prof. Dr. Dede Rosyada, MA, di Jakarta, Kamis (18/4/2019).
Lebih lanjut Prof Dede menjelaskan, masyarakat sejatinya melihat ajang Pemilu itu sebagai sebuah proses demokrasi untuk memperkuat legitimasi bangsa ini. Bukan memanfaatkan Pemilu untuk mendahulukan kepentingan seseorang atau sekelompok orang yang dapat memecah persatuan, tapi harus lebih mengutamakan kepentingan bangsa.
“Biarkan mereka yang mendapat dukungan masyarakat memimpin bangsa ini, karena itu adalah mandat untuk membawa perubahan dalam rangka kemajuan bangsa. Setidaknya dalam aspek ekonomi, perdagangan, pemajuan sains dan teknologi yang akan membantu memperkaya barang-barang komoditas yang bisa dijual ke pasar global,” ujar mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini.
Tak hanya itu, menurutnya masyarakat juga harus bisa bahwa melihat pesta demokrasi ini adalah upaya untuk membangun bangsa demi memperkuat dan merawat persaudaraan sesuai demokrasi Pancasila. Yang mana Indonesia adalah negara demokrasi yang dilakukan serempak demokrasi dalam politik dan ekonomi.
“Dan demokrasi dalam bidang politik ini diwujudkan dalam bentuk partisipasi dalam pemilihan umum lima tahunan untuk memilih Presiden dan wakil Presdien, anggota DPR, DPD, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten atau Kota,” ujar pria kelahiran Ciamis 5 Oktober 1957 ini.
Dirinya menyakini bahwa dalam konteks partisipasi politik semua masyarakat berpandangan sama untuk berpartisipasi. Namun dalam konteks kontestasi pasti masyarakat terbelah. Yang mana baik kalangan akademisi, birokrat, dan masyarakat profesional semuanya akan larut dalam berkompetisi.
“Namun setelah Pemilu mereka semua harus kembali ke pangkuan ibu pertiwi, bahwa semua anak bangsa adalah satu sebagai bangsa Indonesia yang diikat oleh kesamaan cita-cita menuju masyarakat maju berkeadilan,” ujarnya
Dengan demikian menurutnya, rasa persaudaraan sebangsa dan setanah air akan mengalahkan egoisme kepentingan politik masing-masing. Akan tetapi, bagi para pekerja partai dan para pekerja politik, emosi kemenangan dankekalahan mereka bisa mengalahkan rasionalitasnya sendiri.
“Untuk itu, kita patut menghimbau agar mereka semuanya bisa kokoh dalam persaudaraan kebangsaan, jaga keutuhan bangsa, dan perkuat kesatuan demia masa depan bangsa Indonesia,” kata mantan Direktur Pendidikan Tinggi Islam, Ditjen Pendidikan Islam Kementerian Agama ini.
Dirinya juga meminta kepada masyarakat baik yang berpartsisipasi atau tidak dalam Pemilu dan juga kepada pihak-pihak yang menjadi tim pemenangan satu paslon untuk dapat menciptakan prinsip kekeluargaan, gotong royong, musyarawah mufakat sesuai nila-nilai yang terkandung pada Pancasila. Hal ini agar sesame masyarakta tidak saling mencaci maki atau menabur kebencian usai pelaksnaan Pemilu tersebut.
“Sebaiknya semua tanya hati nurani masing-masing, sudahkan kita jujur dengan diri kita, bahwa kemenangan tersebutbukan kemanangan paslon atau calon anggota parleman kita. Tetapi kemenangan itu untuk bangsa yang telah bisa melaksanakan pemilu dengan baik. Karena siapapun pemenangnya adalah pemenang untuk kita semua. Tetapi semua lapisan pelaksana harus bersikap dan berlaku jujur,” katanya mengingatkan.
Diakuinya, memang banyak tokoh-tokoh agama, tokoh nasional maupun tokoh public yang masuk dalam kontestasi ini, sehingga kehilangan legitimasi untuk didengar oleh seluruh lapisan masyarakat, yang mana mereka ini kehilangan person figur yang bisa menjadi rujukan semua orang yang berbeda kepentingan.
“Dalam konteks ini, masyarakat hanya bisa berpegang pada ajaran yang mereka anut, bahwa persaudaraan kebangsaan merupakan bagian dari perilaku beragama. Oleh sebab itu, masyarakat tidak harus larut dalam saling menyalahkan satu sama lain, biarkan sistem yang mengelola semua proses demokrasi ini,” kata pria yang juga Dewan Pembina Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia ini.
Untuk itu dirimya meminta kepada para tokoh-tokoh untuk bisa memberikan cerminan atau contoh kepada masyarakat bahwa menjaga persaudaraan demi keutuhan bangsa itu lebih diutamakan daripada harus menjelek-jelekkan para paslon.
“Karena kalau saling hujat itu terjadi, yang ada malah membuat suasana kerukunan dan persaudaraan ini menjadi pecah. Untuk itu para tokoh masyarakat, agama dan publik mari bersama-sama untuk mengajak masyarakat untuk menciptakan perdamaian dan kerukunan,” katanya.
Dirinya juga mengingatkan kepada seluruh masyarakat terutama beberapa hari kedepan saat penghitnugan suara Pemilu untuk tidak menyebarkan hoax ataupun membuat spekulasi yang dapat memancing suasana menjadi panas. Dirinya meminta kepada masyarakat untuk mempersilahkan kepada Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan penghitungan suara secara manual, sehingga akan diperoleh hasil yang lebih akurat.
“Jangan menyebar hoax, hindari mengeluarkan kata-kata yang akan memancing serta menyulut emosi orang lain dengan dukungan berbeda, karena pada hakikatnya kemenangan adalah kemenangan untuk bangsa Indonesia,” katanya mengakhiri.