Sukoharjo – Merasa telah mengalami titik puncak kejenuhan dalam perjalanan hidup, Edy Tri Wijayanto memilih berhijrah. Pria yang lebih tenar dengan nama Edy ‘Jablay’ ini sebelumnya memang merupakan mantan napi teroris (napiter).
Dialah yang berperan sebagai pemasok senjata api (senpi) untuk jaringan terorisme di Klaten, Cirebon maupun Solo. Karena itu sepak terjangnya di dunia teroris tidak diragukan lagi. Titik awal pria asli Solo, Jawa Tengah ini berhijrah dimulai setelah dia bebas dari Lapas Pasir Putih, Nusakambangan pada 2015 lalu.
Selama setahun sejak mengirup udara bebas itulah, terjadi pergulatan batin. Dia merasa jenuh dengan kehidupan lamanya di dunia hitam. Namun, ada kekhawatiran jika dia berhijrah akan kehilangan rekan dan sumber penghasilan.
“Titik jenuh itu pasti ada. Ketika merasakan itu, tentu akan mencari hal yang benar-benar hakiki. Apa itu? Pencipta kita, Allah SWT,” kata Edy saat berbincang di Masjid Tombo Ati, Sukoharjo, Sabtu (23/2) malam.
Baca juga : Polisi Sebut Media Sosial Jadi Alat Penyebaran Radikalisme di Riau
Akan tetapi, hal itu ia tepis dan dibuang jauh-jauh. Ia meyakini, bahwa semua yang terjadi di dunia ini sudah ada yang mengatur. Tinggal, bagaimana dirinya menyikapi dan menuju kearah yang lebih baik.
Usai menyakinkan dirinya berubah ke arah lebih baik, Edy Jablay membuat berbagai hal positif. Salah satunya mendirikan klub bela diri Muay Thay di Kota Solo. Dirintisnya latihan bela diri yang dipusatkan di Masjid Al Wustho, Kecamatan Banjarsari ini tidaklah enteng. Tiap kali latihan, pasti diawasi secara ketat oleh aparat, khususnya intel. Namun, ia sanggup meyakinkan aparat. Hingga akhirnya, melalui klub bela diri yang dirintisnya itu ia berhasil malang melintang di kejuaraan bela diri Muay Thay.
Puncaknya ditandai dengan penyelenggaraan kejuaraan ‘Badai Reborn New Championship memperebutkan piala Kapolda Jawa Tengah Cup 2017 silam.
“Inilah raihan positif dalam hidup saya. Sebelumnya, saya hanya menyusahkan masyarakat dengan sepak terjang saya sebelum hijrah,” kata Edy.
“Tapi, sedikit-demi sedikit saya mulai menata hidup dan fokus dengan hal yang ingin saya besarkan,” imbuhnya.
Tak hanya berhenti di situ, Edy juga tergerak untuk mengajak rekan-rekannya untuk berhijrah mengikuti jalan yang lurus kembali pada Allah SWT. Mulailah, dia menggagas gerakan moral dengan nama “Kulo Mboten Abang”.
Gerakan moral ini diimplementasikan dengan melakukan dakwah kepada para preman dan rekan dia yang masih menjadi anggota teroris. Perlahan namun pasti, gerakan moral yang dirintisnya itu makin berkembang dengan banyaknya pengikut yang ingin kembali ke jalan yang benar.
“Gerakan Kulo Mboten Abang itu saya mulai pada 2017. Tujuannya, mengajak orang-orang yang salah jalan kembali ke jalan-Nya,” jelas Edy.
Baru-baru ini, Edy juga menggagas gerakan moral dengan cakupan lebih besar, yakni “Ma’yyatullaah Tombo Ati” dengan tagline Hijrah Saklawase. Pusat gerakan moral ini berada di Masjid Tombo Ati di Kawasan Solo Baru, Kabupaten Sukoharjo.
Tak hanya mengajak orang yang salah arah untuk kembali berhijrah ke jalan-Nya, Edy juga peduli terhadap kelangsungan bangsa Indonesia.
Terlebih pergolakan politik saat ini yang mampu memecah belah persatuan dan kesatuan NKRI. Menurutnya, penyebaran hoaks atau berita bohong, fitnah dan saling hujat satu sama lain bukanlah bentuk budaya Bangsa Indonesia. Negeri ini dikenal dengan budaya yang santun, saling menghargai dan memaafkan satu sama lain. Bukan seperti yang terjadi saat ini.
Dalam kesempatan tersebut, Edy Jablay juga mengajak kepada masyarakat supaya tidak mudah terpancing dengan isu hoaks yang selama ini sengaja disebar secara massif melalui media sosial.
Tak hanya itu, Edy juga mengajak agar masyarakat menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia.
“Jangan hanya karena pemilu kita menjadikan terkotak-kotak. Kita ini bangsa besar dan sudah sepantasnya kita jaga kedamaian, ketenteraman dan keamanan. Minimal di wilayah kita masing-masing,” pesan Edy.
Meski dirinya dulu sebagai seorang eks napi teroris, namun kecintaannya terhadap Indonesia saat ini dirasakan makin membesar. Dia berharap, kesalahannya dahulu tidak diikuti oleh orang lain sekaligus dirinya juga ingin mengubur dalam-dalam jejak hitam yang telah dilaluinya.
“Intinya, sekarang saya sudah hijrah. Saya mencintai negeri ini dan ingin memberikan sumbangan positif supaya Indonesia,” tandasnya.