Xinjiang – Pemerintah Kota Hami, Xinjiang, Tiongkok memberlakukan aturan ketat bagi muslim yang tinggal di negara itu. Pemkot Hami memerintahkan warga muslim yang terpapar terorisme untuk menyerahkan diri kepada pihak berwenang. Sanksi juga akan diberikan pada pihak yang bertindak konservatif seperti menyebarkan ajaran Islam.
Menurut pemberitahuan di akun media sosial resmi Pemerintah Kota Hami, sebagaimana diwartakan Reuters, Kamis (22/11), pihak yang menyerahkan diri dalam 30 hari ke depan akan diperlakukan dengan baik dan dapat terhindar dari hukuman.
Beijing dalam beberapa bulan terakhir menghadapi kecaman dari aktivis, akademisi dan pemerintah asing atas penahanan massal dan pengawasan ketat terhadap minoritas Muslim Uighur dan kelompok etnis lain yang tinggal di Xinjiang.
Tiongkok menolak kritik itu, dengan mengatakan, tindakan keamanannya diperlukan untuk memerangi pengaruh kelompok ekstremis yang memicu kekerasan.
Baca juga : Brimob Polda Sumsel Berhasil Lumpuhkan Aksi Teroris di Pabrik Pusri
“Semua individu yang terlibat dalam kejahatan teroris dan diracuni oleh ‘tiga kekuatan jahat’ didesak untuk menyerahkan diri mereka dalam waktu 30 hari dan untuk mengaku dan menyerahkan fakta-fakta kejahatan,” kata pemberitahuan Kota Hami.
Pemberitahuan itu mengatakan tindakan kejahatan yang dimaksud yaitu melakukan kontak dengan kelompok teror di luar negeri hingga menyebarkan ajaran Islam.
Seperti menganjurkan orang lain menjalani hidup sesuai Al Quran. Kemudian menghentikan orang menonton televisi, melarang alkohol, merokok, dan menari di pesta pernikahan. Hal itu masuk dalam daftar perilaku yang diwajibkan melapor kepada pihak berwenang.
“Mereka yang menyerahkan diri tepat waktu akan diperlakukan dengan bak, dan jika informasi itu memberikan petunjuk penting, maka mereka mungkin terhindar dari semua hukuman,” kata pemberitahuan itu.
Pada Agustus, panel hak asasi manusia PBB telah menerima banyak laporan terkait penahanan satu juta muslim Uighur dan minoritas lainnya di Xinjiang.
Selain penahanan massal, kelompok-kelompok hak asasi manusia juga mengatakan pemerintah Tiongkok secara signifikan meningkatkan pembatasan pada praktek keagamaan dalam kehidupan sehari-hari.
Bulan lalu, ibu kota wilayah Urumqi meluncurkan kampanye yang menargetkan produk halal, seperti makanan dan pasta gigi, yang diproduksi sesuai dengan hukum Islam.