Mencermati Kondisi Yang Terjadi Pasca Terjadinya Serangkaian Aksi Teror di Indonesia

Akhir-akhir ini aksi serangan terorisme kembali marak di tanah air. Selama satu minggu lebih atau dalam kurun waktu sembilan hari, Indonesia diserbu teror aksi teror. Dari kerusuhan di Rutan Mako Brimob yang menewaskan lima polisi, hingga bom bunuh diri yang melibatkan tiga keluarga yang terjadi di Tiga gereja, rusunawa Wonocolo, Sidoarjo dan Mapolrestabes Surabaya di Surabaya. Dan yang terakhir yakni usaha penyerangan ke Mapolda Riau di Pekanbaru.

Jika selama ini serangan terorisme hanya dilakukan oleh kaum pria pengikut organisasi radikal, namun yang kini terjadi dari serangan terorisme tersebut juga dilakukan oleh kaum perempuan dengan melibatkan anak-anaknya.

Fenomena baru ini tentunya telah mengakibatkan keresahan di masyarakat. Melihat serangkaian kejadian tersebut, Negara tentunya tidak boleh kalah oleh terorisme. Karena gerakan terorisme saat ini  sudah semakin merajalela, maka diperlukan penanganan khusus dan ekstra yang lebh intensif dari berbagai pihak utamanya negara.

Negara wajib hadir dalam memberikan keamanan bagi warganya.  Negara harus segera mengambil langkah dalam mencegah dan mengantisipasi aksi terorisme susulan. Namun demikian Negara tidak bisa menanggulangi sendiri.

Melihat beberapa kejadian tersebut tentunya peran serta masyarakat juga sangat diperlukan agar peristiwa aksi teror tidak terulang lagi. Peristiwa sekecil apapun yang menjurus pada radikalisme dan terorisme segera laporkan kepada aparat keamanan

Untuk itu dalam kondisi seperti sekarang ini, kami mencoba untuk menganalisa antau mensimulasikan mengenai metode yang dapat berkembang di masyarakat dalam Penanganan Ancaman (Threat) Serangan Teroris yang dilakukan aparat keamanan.. Diantaranya yaitu :

  1. Bila penanganannya cepat dan bisa diterima rakyat maka kepercayaan masyarakat kepada pemerintah akan menjadi pulih. Karena semakin cepat penanganan terhadap terorisme juga akan meminimalisir munculnya ketidakpercayaan dunia internasional terhadap jaminan keamanan untuk berinvestasi di Indonesia.
  1. Namun, bila penanganannya cepat tapi tidak bisa diterima oleh rakyat maka akan menimbulkan aksi penolakan secara massif terhadap tindakan aparat keamanan di berbagai daerah Indonesia, Hal tersebut karena aparat keamanan dianggap melanggar Hak Asasi Manusia (HAM) dan mendikreditkan umat Islam.
  1. Selain itu, bila penanganan dari aparat lambat namun bisa diterima rakyat maka aksi terorisme akan semakin cepat berkembang ke beberapa wilayah Indonesia yang dilakukan oleh “Sleeping Cell” dari kelompok pendukung Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) untuk mengalihkan perhatian aparat keamanan. Perlu diwaspadai bahwa tujuan utama aksi terorisme ini tetap tetap menghancurkan pusat pemerintahan RI yang ada di Jakarta.
  1. Dan bila penanganannya sudah lambat dan tidak bisa diterima rakyat maka akan muncul medan perang baru yang melibatkan aparat pemerintah dengan kelompok pendukung ISIS untuk saling berebut pengaruh sehingga berakibat terjadinya perpecahan negara karena perang saudara yang pada akhirnya merusak keutuhan NKRI.

Selain itu kami juga mencoba untuk mensimulasikan mengenai hubungan kesiapan Aparat Keamanan dengan Stabilitas Nasional Dalam menghadapi Serangan Terorisme. Diantaranya yaitu  :

  1. Bila aparat keamanan dalam kondisi siap dan stabilitas nasional kondisinya kuat maka akan berdampak pada terciptanya ketahanan nasional yang kokoh. Hal ini dapat dilihat dari indikasi :
  2. Negara bebas dari serangan teroris.
  3. Tercipta toleransi antar umat beragama.
  4. Keutuhan antar umat beragama tetap terjaga.
  5. Tidak ada propaganda negatif yang dapat memecah belah umat beragama.
  6. Tidak ada pemahaman ideologi takfiri yang dapat memecah keutuhan bangsa.
  7. Tidak ada penolakan dari masyarakat yang mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam penanganan terorisme
  1. Bila aparat keamanan dalam kondisi siap dan stabilitas nasional kondisinya lemah maka akan berdampak pada terciptanya ketahanan nasional yang lemah. Hal ini dapat dilihat dari indikasi :
  2. Masih timbul serangan teroris dalam skala kecil terhadap umat beragama.
  3. Terjadi kesenjangan antar umat beragama.
  4. Timbul saling curiga antar umat beragama.
  5. Sesekali muncul propaganda negatif melalui medsos yang mengganggu hubungan umat beragama.
  6. Masih timbul upaya penyesatan melalui paham ideologi takfiri dalam skala kecil.
  7. Masih terjadi penolakan dari berbagai komponen masyarakat yang mempertanyakan kebijakan pemerintah dalam menangani aksi terorisme dengan dalih melanggar HAM dan belum ada regulasi yang mengatur tindakan aparat.
  1. Bila aparat keamanan dalam kondisi tidak siap dan stabilitas nasional kondisinya kuat maka akan berdampak pada terciptanya ketahanan nasional yang terganggu. Hal ini dapat dilihat dari indikasi :
  2. Kerap timbul serangan teroris terhadap aparat keamanan dan umat beragama lain.
  3. Hubungan antar umat beragama tidak harmonis.
  4. Muncul rasa tidak percaya dari umat beragama terhadap kinerja aparat keamanan.
  5. Masih kerapi muncul propaganda negatif melalui medsos yang dapat memecah belah umat beragama.
  6. Ajaran paham ideologi tekfiri masih terus berkembang tanpa dapat dicegah aparat.
  7. Kerap timbul penolakan dari berbagai komponen masyarakat yang mempertanyakan kinerja aparat dan kebijakan pemerintah dalam menangani aksi terorisme.
  1. Bila aparat keamanan dalam kondisi tidak siap dan stabilitas nasional kondisinya lemah maka akan berdampak pada terciptanya ketahanan nasional yang gagal. Hal ini dapat dilihat dari indikasi :
  2. Marak terjadi serangan teroris yang merusak stabilitas nasional dan reputasi indonesia dimata dunia internasional.
  3. Rusaknya hubungan antar umat beragama.
  4. Marak terjadi konflik antar umat beragama yang dapat menimbulkan perang saudara.
  5. Negara tak dapat mencegah timbulnya berbagai propaganda negatif melalui medsos yang dapat memecah belah umat beragama dan menunjukkan lemahnya aparat keamanan.
  6. Terjadi pertentangan dan upaya penggeseran paham ideologi pancasila dengan paham takfiri.
  7. Komponen masyarakat terpecah dalam melihat ideologi yang sesuai untuk rakyat indonesia & melihat paham takfiri sebagai alternatif untuk diterapkan di indonesia.

Teori Ancaman

Teori ini membahas faktor-faktor pendukung yang bila digabungkan akan berubah menjadi ancaman nyata yang dapat merusak atau mengganggu situasi serta kondisi yang sedang dihadapi. Faktor pendukung ini dapat berubah menjadi ancaman jika keberadaannya tidak dapat dicegah / dirubah. Tetapi jika salah satu faktor pendukung ini dapat dinetralisir / dihilangkan maka ancaman ini tidak akan terjadi.

T = I x C x C

Keterangan :

T = Threat / Ancaman

I = Intention / Niat

C = Capability / Kemampuan

C = Circumstance / Pengaruh Kondisi Tertentu

Dalam kasus terjadinya serangan terorisme saat ini yang menjadi Threat / Ancaman dalam teori ini adalah timbulnya suasana kacau (Chaos) dalam pemerintah RI. Hal ini dari akibat maraknya aksi serangan teroris yang menyebabkan terjadinya instabilitas nasional sehingga dapat menimbulkan terjadi perpecahan terhadap keutuhan NKRI.

Yang menjadi Intention / Niat adalah keinginan dari JAD (kelompok pendukung ISIS di Indonesia) yang ingin menciptakan serangkaian aksi teror yang dilakukan oleh anggotanya melalui serangan terhadap instansi keamanan, rumah ibadah & objek vital nasional di berbagai daerah. Niat ini tidak dapat dicegah / dirubah karena seluruh anggota JAD telah berbaiat langsung kepada Abu Bakar Al Baghdadi untuk selalu

patuh serta tunduk terhadap segala fatwa dan perintahnya.

Kemudian faktor prndukung lain yaitu Capability / Kemampuan yang dimiliki oleh kelompok JAD adalah mampu menggerakkan “sleeping cell” yang selama ini tidak terpantau aparat keamanan untuk melakukan serangkaian aksi teror di beberapa lokasi yang telah ditentukan secara terencana dan rapi dalam jangka waktu tertentu. Hal ini tidak dapat dicegah / diubah mengingat keberadaan “sleeping cell” ini sudah

dipersiapkan dalam jangka waktu yang lama sehingga sulit terdeteksi aparat keamanan dan siap digerakkan sewaktu-waktu atas perintah pemimpinnya.

Dilihat dari sisi Circumstance / Pengaruh Kondisi Tertentu maka kondisi yang sedang terjadi dan dirasakan masyarakat adalah leluasanya kelompok JAD dalam menyebarkan aksi teror di berbagai daerah karena kurangnya pengawasan dan penanganan terhadap kelompok pendukung teroris tersebut akibat lemahnya regulasi yang mengatur kondisi tersebut. Faktor pendukung ini dapat dinetralisir / dihilangkan

dengan cara segera mendesak pengesahan revisi UU Terorisme guna membatasi ruang gerak kelompok pendukung ISIS dalam beroperasi di Indonesia. Kondisi lain yang dapat ditempuh adalah memobilisir masyarakat secara keseluruhan untuk bergerak secara bersama-sama dalam melawan terorisme melalui slogan “Kami Tidak Takut Teorisme” karena aksi tersebut bertentangan dengan ajaran agama manapun

dan dapat merusak keutuhan NKRI. Jadi faktor pendukung inilah yang harus diekploitir oleh pemerintah dalam menghilangkan ancaman yang ditimbulkan oleh JAD sebagai kelompok pendukung ISIS di Indonesia.

Kesimpulan

  1. Sejak bulan Mei tahun 2018 telah terjadi 6 kali serangan terorisme yang dimulai dari insiden penyanderaan di mako brimob, penyerangan aparat keamanan hingga penyerangan instansi keamanan. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok pendukung ISIS telah mulai menggerakkan “sleeping cell” nya untuk melakukan serangan teror di Indonesia guna menegaskan bahwa keberadaan dan perjuangannya masih eksis melalui cara memindahkan front perjuangannya dari Timur Tengah ke wilayah lain mengingat posisinya yang sudah terdesak di Irak dan Suriah.
  1. Perlu segera dilakukan pendalaman terhadap keberadaan “sleeping cell” kelompok pendukung ISIS di berbagai wilayah lain di Indonesia agar dapat menetralisir dampak kekacauan yang ditimbulkan oleh kelompok ini sehingga dapat mencegahterganggunya stabilitas nasional, terjadinya perpecahan antar umat beragama serta bertambahnya korban dari aparat keamanan.
  1. Serangan teror yang terjadi di berbagai wilayah di luar Jakarta merupakan upaya untuk mengalihkan perhatian aparat terhadap tujuan utama mereka dalam menyerang berbagai instansi pusat pemerintahan negara di Jakarta untuk memberikan efek maksimal dalam merusak sendi negara.
  1. Kemungkinan “sleeping cell” akan melakukan serangan teror dalam bentuk baru yang selama ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Hal ini untuk memberikan efek menghancurkan yang maksimal dan tidak dapat diantisipasi oleh aparat keamanan. Misalnya penyerangan menggunakan kendaraan truk terhadap instansi / aparatkeamanan atau serangan di tempat berkumpulnya ekspatriat.

Saran

  1. Mendesak agar revisi UU Tipiter segera disyahkan agar menjadi pedoman bagi aparat keamanan dalam mencegah kemungkinan terjadinya serangan terorisme dan menetralisir kegiatan kelompok pendukung ISIS yang berencana akan melaksanakan aksinya di Indonesia.
  1. Perlu segera dilakukan langkah pencegahan melalui program kontra radikalisasi bagi masyarakat umum yang belum terpapar paham deradikalisasi yaitu meliputi kegiatan kontra ideologi, kontra narasi dan kontra propaganda guna mencegah makin berkembangnya paham Takfiri ditengah masyarakat karena dapat mengganggu stabilitas nasional sehingga berakibat terjadinya perpecahan terhadap keutuhan bangsa.
  1. Segera menjalankan program Deradikalisasi bagi napiter (yang sudah terpapar paham radikalisasi) dalam kasus serangan dan penyanderaan di mako Brimob agar dapat merubah tingkat radikalisasinya sehingga bisa kembali menerima ideologi Pancasila sebagai ideologi dasar bagi setiap warga negara Indonesia