Dari apa yang dilakukan Nabi Muhammad itulah sejatimnya masyarakat bangsa Indonesia dapat memaknai hijrah itu sebagai momentum untuk menjaga persatuan yang tentunya untuk kepentingan bangsa yang lebih besar lagi dalam membangun negeri ini
“Kalau kita melakukan Muhasabah dalam rangka memaknai hijrah itu, lalu tidak ada hijrah fisik semacam itu kecuali ada jihad dimana negara memanggil kita untuk berjuang misalnya negara memerintahkan kita tidak perang sesungguhnya, tetapi tetapi perang melawan kemiskinan itu ada hijrah yang namanya transmigrasi, perpindahan penduduk ya kita ikut,” ujarnya.
Menurutnya, kalau seperti transmigrasi itu ada hijrah orang Jawa, Bali dan orang-orang yang daerah penduduknya padat, dipindahkan ke tempat lain itu dapat diartikan sebagai penyatuan bangsa. Dimana masyarakat Indonesia adalah satu bangsa baik dari Sabang sampai Merauke yang berada di tanah air Indonesia.
“Orang yang dari tempat lain juga bisa saja hijrah atau pindah ke Jakarta karena panggilan tugas. Itul adalah usaha yang sungguh-sungguh untuk keluar dari kemiskinan, usaha untuk keluar dari kebodohan, usaha yang sungguh-sungguh untuk membuat negara bangsa dan keluarga serta dirinya lebih baik daripada hari-hari sebelumnya,’ ujar pria yang juga Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment (INSEP) ini.
.
Menurutnya, itulah sesungguhnya yang menyatukan bangsa apalagi kalau didasarkan atas niat, yang semua dilakukan selama ini dan nanti yang akan datang itu harus diniatkan dengan sungguh-sungguh. Yang mana diniatkan bahwa semua upaya ini adalah untuk kesejahteraan baik untuk individu maupun untuk bangsa dan negara. Karena kalau individu-individu ini sejahtera maka akan terjadi kesejahteraan terhadap bangsa dan negara yang menjadi cita-cita awal proklamasi kemerdekaan Indonesia.
“Itulah yang disebut dengan memaknai hijrah. Jad marilah kita menyadari bahwa meski kita ini belum menjadi negara yang maju seutuhnya, maka untuk itu kita niatkan bagaimana kita menjadi negara yang maju. Kita ini masih disandera oleh perbuatan-perbuatan yang tidak baik, misalnya narkoba, korupsi, terorisme. Kita harus keluar, harus niatkan untuk katakan tidak ada lagi negara kita ini ada kemiskinan, narkoba, korupsi, terorime dan sebagainya. Makna hijrah itu ya disitu,” ujar Peneliti senior di Badan Litbang dan Diklat Kemenag ini.
Bahkan menurutnya, mengatakan Tidak ada tempat bagi Terorisme itu juga dapat dimaknai sebagai hijrah. Kalua ada orang-orang yang mempunyai perasaan pro kepada aksi terorime tentunya harus berpikir ulang kalau hal tersebut di memaknai sebagai jihad. Karena sejatinya tidak ada jihad dengan cara-cara teror semacam itu.
“Kekeliruan-kekeliruan semacam itu banyak terjadi, coba kapan ada sejarah Nabi dan para sahabat nabi melakukan teror? Kalau Nabi di teror iya, Tidak ada itu yang mengatasnamakan Islam lalu melakukan aksi teror. Kita sekarang itu berdakwah, mengajak kejalan Allah dengan kearifan, tidak dengan teror tidak dengan kekerasan,” ujarnya mengingatkan.
Bahkan menjelang Pemilihan Umum dan Pemilihan Presiden pada 2019 mendatang dirinya mengajak kepada seluruh komponen masyarakat untuk menjaga perdamaian. “Marilah kita semua menyebarkan kebaikan, berargumenlah dengan baik, jangan dengan model hoax itu. Ini semua untuk menjaga persaudaraan seperti yang sudah dicontohkan Rasulullah tadi,” ujarnya mengakhiri.