Jakarta – Revisi Undang-Undang (RUU) antiterorisme sebentar lagi akan segera diundangkan. Berbagai kontroversi dan perbedaan pendapat selama ini telah berhasil diselesaikan. Rencananya Juni 2018, RUU Antiterorisme itu disahkan menjadi undang-undang.
Menanggapi hal itu, Menteri Pertahanan Jenderal TNI (purn) Ryamizard Ryacudu menjamin RUU Antiterorisme tidak akan membuat kepolisian maupun TNI menjadi super power. Ini menanggapi kekhawatiran sejumlah pihak karena polisi bisa main tangkap tanpa bukti yang jelas terhadap terduga teroris. Tak menutup kemungkinan juga, karena UU ini akan semakin banyak tragedi salah tangkap oleh aparat penegak hukum.
Menhan juga meyakini, TNI dan Polri akan berjalan beriringan dalam penanggulangan terorisme. Dia pun memberi contoh dengan keadaan di negara lain. Ini juga untuk meyakinkan publik yang khawatir khawatir akan ada tumpang tindih kewenangan antara Polri dan TNI dalam pemberantasan tindak terorisme.
“Lihat TNI di Amerika beberapa belas tahun lalu. Begitu Polisi enggak mampu, disiapkan tentara. Begitu selesai, serahkan ke polisi. Kita kerja sama dengan baik,” ungkap Ryamizard dikutip dari merdeka.com.
Dia menuturkan, dengan kerja sama itu, kedua belah pihak akan mengetahui peran masing-masing.
“Kalau sama-sama, lihat mana yang menindak. Kalau berat hukum ya Polisi. Kalau sudah menggunakan alat perang seperti bom, itu ya harus tentara,” pungkasnya.