Jakarta – Para tokoh lintas agama mengutuk keras teror bom di tiga gereja di Surabaya, Minggu (13/5/2018). Selain itu, mereka sepakat meminta pemerintah dan DPR mempercepat pembahasan revisi UU Antiterorisme. Pasalnya, aksi terorisme seperti bom bunuh diri Surabaya menjadi bukti terorisme masih mengancam bangsa dan negara ini.
“Kepada segenap keluarga bangsa saudara saudariku yang terkasih. Mari kita menanti wakil-wakil rakyat kita untuk melaksanakan tugas tanggung jawabnya demi membantu pihak kepolisian untuk bisa kita bersama sama mengatasi terorisme di bangsa ini. Kalau sampai akhir tahun ini belum juga ada UU pengesahan untuk UU penanganan terorisme mari kita bangun yang lain. Ganti DPR 2019, rakyat yang menentukan,” kata Romo Agus Ulahayanan dari KWI saat jumpa pers di Kantor PBNU, Jl Kramat Raya, Jakarta Pusat, Minggu (13/5/2018), dikutip dari detik.com.
Hal senada juga disampaikan Pendeta Penrad Siagian dari PGI. Penrad menyoroti UU Antiterorisme yang berlaku saat ini tidak memungkinkan aparat untuk melakukan antisipasi teror.
“Yang paling penting sebenarnya adalah PGI menghimbau dan mendorong pemerintah untuk melakukan proses percepatan atas revisi UU anti terorisme. Tadi sudah dijelaskan sehingga aparat keaman bisa lebih antisipasif tidak menunggu telah terjadi aksi kekerasan untuk menindak para pelaku karena kalau ini yang terjadi maka akan selalu ketinggalan penanganan yang dilakukan aparat karena UU terorisme yang ada sekarang tidak memungkinkan untuk melakukan antisipasi,” urai Penrad.
PGI, kata Penrad, mendorong DPR untuk tancap gas merevisi UU Antiterorisme. Sebab, jika tak kunjung direvisi dikhawatirkan malah dianggap sebagai dukungan kepada teroris.
“Nah itu kita mendorong dan mengimbau para anggota parlemen di DPR RI untuk tidak lagi mengulur-ulur karena apa yang mereka lakukan dengan mengulur ini sebuah simbol, bagi kami membacanya ini merupakan simbol bahwasanya ada sekelompok ada sebagian di parlemen yang mendukung. Ini bisa dibaca oleh orang-orang gerakan teroris di Indonesia sebagai bentuk dukungan moral bagi mereka,” imbuhnya.
KH Marsudi Syuhud dari Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI). Marsudi mengatakan dengan UU Terorisme saat ini membatasi aparat kepolisian untuk menindak jaringan teroris.
“Karena ketika itu atau sekarang orang sudah jelas bawa bom ketahuan juga misalnya disadap. Merencanakan untuk mengebom di satu titik, di satu tempat sudah membawa perangkatnya. Tapi ketika itu belum terjadi UU ini belum bisa menyuruh untuk menangkapnya,” urai Marsudi.
Marsudi mengaku sudah mendesak DPR untuk secepatnya merevisi UU Antiterorisme. Dia berharap di UU yang baru akan disesuaikan dengan kebutuhan dan relevan dengan konteks saat ini.
“Untuk itu sesungguhnya saya sndiri sudah menyampaikan di DPR memang baiknya itu segera, segera, dan segera, untuk direvisi sesuai untuk kebutuhan hari ini. Dan tentunya hari-hari yang akan mendatang karena pada dasarnya sekarang belum bisa menangkap sebelum kejadian itu ada,” terangnya.