Bandung – Tidak bisa dipungiri bahwa di era gobalisasi selama ini banyak mahasiswa yang berprestasi yang kena paham radikalisme. Artinya tidak ada satupun wilayah yang steril, walaupun hal tersebut sebenarnya tergantung pada pribadi masing-masing orang apalagi dengan pesatnya dunia tehnologi informasi digital yang ada sekarang ini.
Hal itu disampaikannya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Drs Suhardi Alius, MH usai memberikan kuliah umum mengenai Resonansi Kebangsaan dan Bahaya Serta Pencegahan Radikalime kepada hampir sebanyak 3.000 mahasiswa ITB, di Gedung Sabuga ITB, Bandung, Sabtu (10/2/2018).
“Ruang ruang itu menjadi sarana yang luar biasa. Dan sekarang dengan kemampuan teknologi informasi digital itu jadi sangat cepat dan sengat sulit memonitornya. Kalau dulu kita gampang melihat secara fisik, tapi sekarang kalau orang diam dan yang dibukanya konten-konten semacam itu (radikal) gimana? Kita juga mesti aktif,” ujar Komjen Pol Suhardi Alius
Untuk itu alumni Akpol tahun 1985 ini meminta peran serta dosen, sesama teman di lingkungan pendidikan untuk sama-sama bisa mencegah hal itu agar tidak terjadi di lingkungan kampus. “Tadi saya kasih penjelasan mengenai tahapan-tahapan untuk menjadi radikal agar mereka bisa menidentifikasi ‘oh temen saya ini (terpapar paham radikal’ lalu menginformasikan, jangan salah jalan dan saling mengingatkan. Mereka masa depan indonesia,” ujar mantan Kapolda Jawa Barat ini.
Jenderal berpangkat bintang tiga kelahiran Jakarta, 10 Mei 1962 ini menjelaskan bahwa tujuan dirinya memberikan kuliah umum kepada mahasiwa ITB ini agar para mahasiwa mempunyai wawasan, mengenal, mengidentifikasi khususnya masalah radikalisme di lingkungan pendidikan. Untuk itu dalam kuliah umum tersebut dirinya menambahkan mengenai masalah kabangsaan.
“Kenapa saya bahas masalah kebangsaan lalu saya bahas radikalisme. Karena itu mempunyai korelasi yang sangat kuat. Kita harus dapat mempertanggungjawabkan dan harus tetap ada NKRI yang lahir sebelum kemerdekaan. Karena mahasiswa ini adalah masa depan bangsa Indonesia. Mari kita selamatkan dengan kita cekoki dengan hal-hal yang betul-betul membangkitkan nasionalisme mereka itu. Dan sambutannya sungguh luar biasa,” ujar mantan Kabareskrim Polri ini
Dikatakan Kepala BNPT, di tengah era globalisasi yang sangat luar biasa ini di tengah perubahan nilai-nilai yang sangat luar biasa, bangsa ini masih bertumpu kepada generasi muda Indonesia. Karena dari para mahasiswa inilah yang akan memimpin, memiliki dan membangun negeri ini pada 10-20 tahun mendatang.
“Satu yang saya pesan, ketika kalian punya idealisme, saya lihat debat-debat itu. Ketua BEM itu, dari sisi saya melihatnya senang, luar biasa idealisme itu. Bangun terus idealisme itu. Tapi satu pesan saya, ketika nanti kalian diberikan amanah, jangan rubah idealisme itu. Sanggup nggak?,” ujarnya bertanya.
Atas pertanyaan mantan Kapolda Jawa Barat maka mahasiwa pun langsung menjawab dengan lantang.” Sanggup..!!!”
Mantan Kadiv Humas Polri ini juga sangat menyayangkan ketika orang-orang yang masih muda dulunya memiliki idealisme tinggi, namun katika sudah diberikan amanah ternyata mulai tidak komitmen dengan idealismenya. “Idealismenya sudah surut. Artinya kita tantang itu, pertahankan idealisme itu. Bangsa ini dibangun karena idealisme. Dan salah satu pendiri bangsa ini lulusan ITB, namanya Ir. Soekarno,” tuturnya.
Dikatakannya, di tengah era globalisasi yang terjadi di kalangan mahasiswa sekarang ini yang adalah generasi milenial dirasakan ‘menurun’ nasionalismenya. “Kita identifikasi generasi milinial itu melihat pendekatan secara fungsional, tidak secara historikal, kalau bermanfaat buat saya saya ambil, kalau tidak bermanfaat buat saya saya tinggal,” ujarnya menyayangkan.
Para generasi muda menurutnya adalah sumber inspirasi bagi bangsa Indonesia. Usia para mahasiswa adalah masa yang penuh dinamika sehingga harus di nikmati dengan sebaik-baiknya namun harus mampu berakselerasi dengan kehidupan di masa depan.
Dirinya menggambarkan, tahun 2017 lalu BNPT mendapatkan jatah dari Menpan RB sebanyak 60 CPNS. Lalu yang mendaftar sebanyak 15.000 orang yang semua berpendidikan sarjana. “Di satu sisi saya bangga dan senang. Tapi disisi lain ada kesedihan di hati saya, yang 14 ribu sekian orang ini mau kemana? Itu baru BNPT, belum kementeraian lainnya,” ujar mantan Kapolres Metro Jakarta Barat ini.
Untuk itu dirinya meminta kepada generasi muda untuk mempersiapkan dirinya dengan baik serta berhati-hati dengan bonus demografi. Karena kalau sampai sekian banyak jumlah intelektual di negeri ini yang tidak terserap tentunya juga sangat rawan diinfiltrasi terhadap paham radikalisme. Karena perjuangan bangsa ini tentunya lebih berat, karena yang dihadapi adalah kawan sendiri, sebangsa dan setanah air.
“Kalau jaman penjajahan dulu sangat jelas kontak fisiknya melawan tentara Belanda, tentara Jepang dan pakai senjata banbu runcing . Kalau sekarang yang ada saling menjelekkan, hate speeach diantara kita semuanya. Sejarah itu yang dilupakan. Maka saya berkepentingan untuk menyampaikan pesan moral ini karena berkorelasi dengan masalah radikalisme yang terjadi di negeri ini,” ujarnya.
Menurutnya, ada konsesnsus dasar yang ada di bangsa kita ini yang harus dapat menjadi pedoman dalam mempersatukan bangsa ini yakni Pancasila, Undang-undnaga Dasar 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI.
“Ini yang harus kita jaga dengan baik. Demikian juga dengan pembangunan nasional, itu ada di alinea 4 UUD 1945 yang menjadi tujuan kita. Siapapun yang nanti memimpin negara ini, itu tujuan kita. Jangan kanan-kiri ikut kepentingan kelompok dan golongan. Jadi permasalahan apapun spektrum tantangan nanti ini bukan hanya tingkat nasional saja, tetapi sudah tingkat global. Saling mempengaruhi, kita tidak bisa tertutup Itu yang kalian hadapi nanti,” ujarnya.
Kata mantan Kapolres Depok ini, untuk menjaga eksistensi bangsa ini tentunya manjadi tanggung jawab kita semua sebagai warga negara. Dirinya melihat secara praktis apa yang di dapatkan dalam dunia pendidikan adalah teori. Tapi usai menamatkan pendidikan maka akan berhadapan dengan kenyataan yang tentunya sangat berbeda dengan teori yang didapat.
“Kalau kita tidak mampu menghadapinya tentunya akan sangat frustasi. Tapi tolong pegangan buat kita adalah masalah idealisme. Tentunya masalah moral. Kita menjadi profesional itu ada dua kuncinya knowledge dan skill. Tapi kalau kita tidak dilandasi dengan moral, akhlak, tentunya kita bisa liar,” ujarnya mengingatkan.
Untuk masalah kebangsaan dirinya juga mengingatkan juga harus memakai hati, karena hati itu tidak pernah bohong. “Kita tidak sependapat dengan kelompok secara lisan, tetapi dalam hati kita membenarkan sesuatu hal. Tidak bisa kita menggunakan logika saja, jadi harus pakai hati. Karena hati itu adalah unsur untuk mengendalikan diri kita,” ujarnya..
Para mahasiswa ITB yang mengikuti kuliah umum itu tampak antusias memperhatikan dan mendengarkan setiap materi yang disampaikan dan juga terlihat mencatat apa yang disampaikan Kepala BNPT itu. Selain menyampaikan materi, Kepala BNPT juga memutar film mengenai radikalisme. Sebelum menutup paparannya, Kepala BNPT juga mengajak seluruh mahasiswa yang hadir untuk bersama-sama menyanyikaln lagu Berkibarlah Bendera Negeriku ciptaan alm. Gombloh.
Selain dihadiri para mahasiwa, turut hadir dalam kuliah umum tersebut yakni Rektor ITB Prof.Dr.Ir. Kadarsah Suryadi, DEA, Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Alumni, dan Komunikasi Dr. Miming Miharja, ST,M.Sc.Eng yang bertindak sebagai moderator serta beberapa dekan dan dosen ITB lainnya.