Manila – Kendati ISIS telah disapu habis oleh militer Filipina di Marawi, Mahkamah Agung Filipina tetap menyetujui keputusan Presiden Rodrigo Duterte yang memperpanjang masa darurat militer di selatan negara itu hingga akhir 2018.
“Presiden dan Kongres memiliki dasar faktual yang jelas untuk memperpanjang [darurat militer]. Pemberontakan yang merongrong Marawi masih ada,” bunyi pernyataan Mahkamah Agung Filipina, sebagaimana dilansir AFP via cnnindonesia.com, Selasa (6/2).
Keputusan Mahkamah Agung ini memantapkan langkah Duterte untuk memperpanjang masa darurat militer yang sebelumnya ditentang oleh sejumlah kelompok pemerhati hak asasi manusia.
Duterte memberlakukan darurat militer ini pada Mei lalu, setelah militer Filipina bentrok dengan kelompok militan Maute ketika sedang melakukan operasi penangkapan Isnilon Hapilon, pemimpin Abu Sayyaf yang disebut-sebut sebagai emir ISIS di Asia Tenggara.
Setelah pertempuran sengit selama beberapa bulan yang menewaskan 1.100 orang, Duterte akhirnya menyatakan bahwa Marawi sudah bersih dari Maute. Namun, aparat setempat mengatakan bahwa bahaya Maute masih mengintai Marawi karena militan yang tersisa mulai menyatukan kembali kekuatan mereka untuk melakukan serangan balasan.
Duterte pun mengusulkan untuk memperpanjang masa darurat militer. Usulan Duterte itu disetujui oleh Kongres, tapi ditolak oleh kelompok pegiat HAM pada Desember lalu karena diduga banyak pelanggaran di Marawi.
Amnesty International pada November lalu melaporkan bahwa tentara Filipina menahan dan menyiksa warga sipil yang mencoba kabur dari Marawi. Darurat militer sendiri merupakan isu yang sensitif di Filipina karena mantan presiden Ferdinand Marcos pernah menggunakan cara itu untuk mempertahankan jabatannya.