Jakarta – Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyerahkan biaya kompensasi atau ganti rugi bagi tujuh korban terorisme Samarinda, Kalimantan Timur, sebesar Rp237 juta. Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai di Jakarta, Rabu (29/11/2017) mengatakan, pemberian kompensasi itu merupakan salah satu amanat yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Menurut Semendawai, pemberian kompensasi kepada tujuh korban terorisme bom Samarinda merupakan pertama kali terjadi pada pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla berdasarkan putusan pengadilan.
“Sebenarnya korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat pun berhak menerima kompensasi, namun terkendala belum ada pengadilan HAM sehingga tidak ada putusan soal kompensasi,” katanya di sela-sela seminar memperingati sembilan tahun berdirinya LPSK bertemakan “Mendorong Implementasi Penanganan Korban Kejahatan di Indonesia yang Terintegrasi”.
Sebagaimana diketahui ledakan bom molotov terjadi di Gereja Oikumene, Jalan Cipto Mangunkusumo, Samarinda, Kalimantan Timur, pada 13 November 2016.
Seorang balita bernama Intan Olovia Banjarnahor (2,5) yang menjadi korban dalam kejadian itu meninggal setelah sehari mendapat perawatan di RSUD AW Syaranie, Samarinda karena mengalami luka bakar di sekujur tubuhnya. Sejumlah korban yang mayoritas anak kecil mengalami luka bakar dan terluka dalam kejadian itu.
Selain korban terorisme, LPSK menyerahkan kompensasi kepada korban tindak pidana perdagangan orang dan pelecehan seksual. Lembaga ini telah melindungi 2.413 orang dan jumlah pengajuan perlindungan sebanyak 1.622 permohonan sejak sembilan LPSK berdiri pada 2008 hingga 27 November 2017.