Jakarta – Ancaman radikalisme yang memanfaatkan jalur pendidikan mulai tingkat dasar sampai perguruan tinggi harus mendapatkan perhatian serius dari pemerintah dan pelaku pendidikan di Indonesia. Untuk itu, pendidikan kebangsaan dan Pancasila harus kembali masuk dalam kurikulum sekolah. Itu penting untuk membangun dan memperkuat karakter bangsa Indonesia sekaligus membendung ancaman radikalisme dan intoleransi.
“Pendidikan kebangsaan dan Pancasila harus terus diberikan mulai dari pendidikan dasar sampai perguruan, tidak boleh terputus dan harus menjadi satu kesatuan. Insya Allah dengan cara demikian generasi penerus kita akan memiliki karakter kebangsaan yang baik, terutama untuk membendung masuknya ideologi radikal melalui dunia pendidikan,” kata Direktur Indonesia Institute for Society Empowerment, Prof. Dr. Ahmad Syafii Mufid, MA di Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Pernyataan ini diungkapkan menjelang peringatan Hari Guru, 25 September mendatang. Menurut Ahmad Syafii, penerapan kurikulum juga harus diimbangi dengan komitmen para guru untuk bersama membangun pendidikan di negeri ini dengan ilmu yang didasari cinta kasih dan saling hormat menghormati. Ini penting karena dengan cinta kasih dan saling menghormati, maka dengan sendirinya ajaran radikalisme itu akan mentah.
“Itu sudah semestinya dilakukan para guru karena mendidik itu adalah perilaku kasih sayang sehingga satu sama lain harus Ruhamma’ Bainahum (menebarkan kasih sayang terhadap sesama),” ujar pria yang juga Ketua Komisi Litbang Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu.
Menurutnya, agar murid dan guru dapat saling menghargai dan menghormati ini harus diwujudkan dalam pelajaran apa saja. Harmonisasi itu sangat penting dalam menciptakan generasi bangsa yang berkualitas dan kebal terhadap ajaran kekerasan dan intoleransi. Ia menilai kalau di sekolah itu lalu muncul gejala–gejala seperti saling bermusuhan, saling membenci maka nanti dampaknya akan ke masyarakat. Dan dampak dalam masyarakat itu nantinya merembet pula kepada negara dan bangsa.
Perbaikan kualitas generasi bangsa inilah yang harus menjadi konsen bagi para pendidik. Dan itu harus di mulai dari tingkat keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat. Jangan sampai sikap-sikap intoleransi memiliki ruang untuk berkembang karena buntutnya pasti akan terjadi radikalisme bahkan terorisme.
“Nah akar persoalan inilah yang mesti kita sama-sama pahami dan kemudian sama-sama kita tanggulangi,” tuturnya.
Pria yang juga menjadi Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) DKI Jakarta ini juga menyarankan kalau konsep pendidikan Islam anti kekerasan juga perlu diterapkan di sekolah-sekolah. Menurutnya, kalau Islam diajarkan secara benar dan apa adanya, maka masalah itu pasti bisa teratasi karena Islam itu rahmatan lil alamin yaitu agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta.
“Saya sepakat agar para guru bisa mengajarkan pelajaran dengan sejuk dan mencerahkan. Guru juga harus jadi teladan dalam kehidupan sehari-hari para murid. Jangan guru malah mengajarkan kekerasan, apalagi mengkhianati negara,” tegasnya.