Jakarta – Sindikat penyebar hoax dan hatespeech melalui media sosial lebih berbahaya ketimbang koruptor, karena yang dirusak adalah opnini, pandangan, atau persepsi mnasyarakat. Kegiatan buruk tersebut menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), karena mengadu domba antarumat agama, antarsuku, maupun antarkelompok.
Hal itu dikemukakan Direktur Emruscorner Emrus Sihombing kepada Damailahindonesiaku.com, Senin (28/8/2018). “Kalau NKRI taruhannya, bukankah lebih berbahaya daripada koruptor,” kata dosen pascasarjana Universitas Pelita Harapan itu.
Oleh sebab itu, menurutnya, kelompok Saracen yang menebar berita hoax dan hatespeech berpotensi menimbulkan perang saudara, konflik sosial, politik, hingga perang antarnegara. “Berita-berita hoax dan ujaran kebencian dapat merusak opini publik,” tegasnya.
Untuk itu, Emrus meminta polisi harus memproses hukum secara tegas para tersangka sindikat buzzer hatespeech Grup Saracen. Tak hanya pelaku di lapangan, melainkan juga pemilik agenda, pengucur dana, hingga pemesan berita hoax.
Emrus mengharapkan kasus tersebut yang menghebohkan ini dapat dituntaskan maksimal dalam satu tahun. Hal ini adalah momentum yang baik bagi polisi untuk menindak tegas dan membongkar jaringan buzzer. “Jangan dianggap enteng, harus dibongkar habis,” tegasnya.
Kalau sudah dibongkar hingga ke akar-akarnya, masyarakat menjadi tidak mudah percaya terhadap berita-berita yang sifatnya provokatif, fitnah, dan hoax. Sindikat-sindikat jaringan buzzer hatespeech pun akan ketakutan dan tak lagi berani menjalankan bisnis buzzer hatespeech. Sebaliknya, jika proses hukum tidak menutaskan semua persoalan, pengaruh hoax akan semakin kuat.
Seperti diketahui, kasus grup Saracen terbongkat berawal tertangkapnya Sri Rahayu (SR) pada 5 Agustus lalu. Wanira itu ditetapkan sebagai tersangka penghinaan pada Presiden Jokowi.
Polri kemudian menangkap Jaspriadi yang memulihkan akun facebook SR yang telah dinonaktifkan penyidik. Hasil penyelidikan, Jaspriadi terkait dengan tiga orang lain yang telah ditangkap polisi dalam kasus ujaran kebencian, yaitu SR, Ropi Yatsman dan Muhammad Faisal Tanong.