Bengkulu – Bekas Komandan Mantiqi III Jamaah Islamiyah, Nasir Abbas, berbagi pengalaman terkait keterlibatannya dalam jaringan terorisme dengan mahasiswa di Bengkulu. Beberapa pesan disampaikannya agar mahasiswa terhindari dari terorisme.
“Yang pertama kalau belajar sebaiknya lebih dari satu guru. Tidak untuk membandingkan, tapi memperluas wawasan,” kata Nasir saat menjadi salah seorang pemateri di Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme di IAIN Bengkulu, Rabu (19/7/2017).
Saran lainnya terkait bacaan. Pria yang pernah ‘bersekolah’ di Akademi Militer Afghanistan tersebut mendorong mahasiswa untuk membaca satu buku yang sama yang dihasilkan oleh penulis berbeda.
“Kalau ini untuk membandingkan. Ciri radikal itu merasa paling benar, dan ini bisa terjadi jika bahan bacaan kita tidak beragam,” terang Nasir.
Secara keseluruhan Nasir mendorong mahasiswa untuk memiliki sikap kritis terhadap hal-hal yang diterimanya, baik di lingkungan kampus maupun di tengah masyarakat. “Biasakan berdiskusi dengan teman dari setiap informasi yang kita dapatkan. Jangan didiamkan dan jangan langsung dianggap benar,” tegasnya.
Dalam kesempatan yang sama Nasir juga menegaskan kesalahan pemaknaan jihad oleh kelompok pelaku terorisme. Menurutnya, mereka pelaku terorisme di Indonesia merupakan sisa pengikut Negara Islam Indonesia (NII), yang mendapatkan doktrin jihad adalah membunuh siapa saja orang Amerika dan Yahudi (non muslim).
“Itu berbeda dengan apa yang saya yakini, karena jihad harus dilakukan di tempat dan terhadap orang-orang tertentu. Jihad sekarang adalah mengisi kemerdekaan Indonesia dengan hal-hal yang positif,” pungkas Nasir.
Dialog Pelibatan Lembaga Dakwah Kampus dan Birokrasi Kampus dalam Pencegahan Terorisme di Bengkulu terselenggara atas kerjasama BNPT dan FKPT Bengkulu. Kegiatan yang sama sudah dan akan diselenggarakan di 32 provinsi se-Indonesia di sepanjang tahun 2017. [shk/shk] Attachments area