Catatan Perjalanan : Keramahan Rakyat Afghanistan

Kabul – Berkunjung ke negara Afghanistan mungkin bukan sebuah harapan bagi sebagian warga Indonesia. Karena selain yang ada dalam pikiran tentang kota-kota di negeri itu adalah kekacauan dan kekerasan akibat perang saudara yang berkepanjangan, negeri ini adalah ‘rumah aman’ bagi kelompok-kelompok teroris seperti Al Qaeda dan Taliban yang beranggapan bahwa negeri itu tidak ramah bagi orang asing.

Saya diminta oleh Imam Besar Mesjid Istiqlal Prof Dr. Nasaruddin Umar dan Ibu Lily Wahid yang kemudian ditindaklanjuti oleh Duta Besar RI di Kabul, Mayjen TNI Arief Rahman mengenai kehadiran saya di Kabul pada sebuah seminar yang diselenggarakan oleh non-governmental organization (NGO) setempat dan Noor Education and Capacity Depelovment Organization (NECDO) yang bekerjasama dengan KBRI Kabul dan Nahdatul Ulama (NU) Afghanistan untuk menyampaikan presentasi pada seminar tersebut tentang tantangan komunitas Muslim beserta solusinya dan penegakan hak asasi manusia di wilayah konflik.

Saya agak termenung sedikit dan membayangkan apa yang akan terjadi kalau saya ke Afghanistan ditambah dengan berita yang baru saja dirilis oleh CNN bahwa Presiden AS, Donald Trump, akan segera menambah jumlah pasukannya di Afghanistan. Saya sedikit agak khawatir karena teringat perang Mujahidin melawan Rusia dan serangan sekutu terhadap Taliban pasca serangan Al Qaeda ke Menara Kembar World Trade Center (WTC) di New York pada 11 September 2001 silam.

Kekhawatiran saya itu mulai menghilang ketika melihat jenis pesawat yang terpapar pada layar informasi di Dubai Internasional Airport bahwa jenis pesawat rute Dubai-Kabul yaitu Boeing 777-300ER. Itu berarti pesawat yang akan terbang ke Kabul sama saja dengan pesawat yang saya tumpangi dari Jakarta. Artinya jumlah penumpangnya pasti banyak. Kekhawatiran itu semakin menghilang ketika melihat rombongan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia, Yohana Yembise, yang juga berkunjung ke Kabul untuk memenuhi undangan first lady di Afghanistan.

Ternyata apa yang ada dalam pikiran saya juga ada dalam pikiran delegasi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Indonesia tersebut ketika semua delegasi Indonesia diterima oleh Dubes RI dan staf KBRI Kabul di ruang VIP.

Bahagia dan senang meliputi perasaan kami semuanya ketika keluar dari ruang VIP menuju hotel. Cuaca yang sejuk disertai dengan penerimaan pemerintah Afghanistan yang ramah dan santun membuat perasaan negatif selama ini hilang.

Kota Kabul ternyata aman. Di sana-sini bunga mawar mekar, cuaca sangat bagus dan orang-orang Afghan ternyata sopan, santun, lemah lembut dan sama sekali tidak garang seperti yang ditunjukkan oleh kelompok-kelompok keras yang ternyata mayoritasnya bukan orang Afghanistan.

Hati ini pun juga semakin kagum ketika memasuki ruangan seminar yang dipadati ulama-ulama laki-laki dan perempuan yang akan membahas peran mereka dalam membangun perdamaian yang berkesinambungan di negerinya dengan mencontoh Indonesia. Logo KBRI dengan gambar lambang negara Burung Garuda-nya terpasang di depan layar dan lagu Indonesia Raya yang dinyanyikan sebelum acara dimulai semakin menambah keyakinan bahwa Indonesia di mata orang orang Afghanistan ternyata sangat luar biasa.

Padahal yang hadir dalam acara itu hanya lima orang Indonesia yaitu saya, Gus Abdul Ghafur Maemun putra dari Kyai Haji Zubaer Maemun, bapak Derri Merriet selaku Pelaksana Fungsi Penerangan, Perwakilan BIN Luar Negeri (Perbinlu), Jhony serta dubes Indonesia untuk Afghanistan Mayjen TNI, H.E. Dr. Arief Rachman M.D. Tentunya hal ini adalah sebuah kehormatan bagi bangsa Indonesia di negeri yang memyimpan milyaran deposit minyak dan gas itu.