Saat Semua Bicara Deradikalisasi

Energi baru muncul bagi program deradikalisasi yang baru mulai berjalan, meski di lapangan program ini tidak jarang langsung disambut dengan suara pesimisme, irama kegagalan, dan tepukan tanda kecewa dari banyak pihak serta sambutan penolakan. Hampir tidak dijumpai sambutan selamat datang, penerimaan yang hangat dan tepukan menyenangkan. Pada satu sisi, respon seperti itu dapat menjadi penyemangat untuk tetap berjalan untuk terus melangkah secara pasti dan tidak berhenti hadir dalam masyarakat untuk meyakinkan bahwa deradikalisasi selalu dinantikan, karena deradikalisasi dapat menjadi mediator dalam mewujudkan harapan banyak pihak yang terpapar dengan radikalisme, tidak sedikit orang yang menjadi korban dari pengaruh paham radikal anarkis.

Pada sisi lain, para pihak yang memahami substansi deradikalisasi dan telah mengetahui serta memahami hakekat deradikalisasi harus terus berinovasi menawarkan strategi yang sesuai dengan virus radikal yang menggerogoti syaraf kebangsaan manusia Indonesia, sebab jika dibiarkan, virus radikal bisa menular dan merusak jaringan syaraf kebangsaan generasi penerus dan calon pemimpin bangsa. Lambat laun, imunitas dan daya tahan tubuh menurun perlahan dan tidak dapat bertahan di atas pilar berbangsa dan bernegara.

Perpaduan antara ke dua sisi tersebut dapat memberikan solusi dalam merumuskan dan menyiapkan strategi, kebijakan dan program deradikalisasi yang tepat guna dan berhasil guna. Banyak pihak yang menaruh harapan besar sekaligus ekpektasi yang tinggi akan keberhasilan pembinaan bagi masyarakat yang telah terpapar dengan radikalisme, meski tetap saja ada pihak dan segelintir kecil manusia yang hanya mampu menilai berhasil atau gagal program deradikalisasi, bukan sebuah rahasia, dan pertanyaan siapa yang pihak dan kelompok kecil tersebut?

Diketahui bersama bahwa teroris merupakan segelintir kecil anak manusia yang galau dan kacau cara berpikirnya dalam berbangsa, serta risau batinnya dalam beragama. Teroris secara kuantitas amatlah kecil namun pengaruh dan akibatnya amat dahsyat dan membahayakan.

Sebenarnya dan sejujurnya, kelompok kecil tersebut dapat ditiadakan dan dinafikan oleh sebuah kelompok besar yang memiliki kekuatan yang tak terbatas kualitas dan kuantitasnya. Kekuatan besar tersebut adalah masyarakat sipil, civil society, masyarakat yang beradab, masyarakat yang memiliki kriteria dan cara berpikir yang tawasuth-moderat, tamadun-berperadaban dan tasamuh-toleran.

Hanya saja, tidak mampu berbuat banyak dalam menekan laju pertumbuhan kelompok dan jaringan radikalisme. Pertumbuhan entitas kelompok yang menggunakan senjata mengkafirkan pihak lain yang tidak sesuai dengan birahi politik dan misi yang mendistorsi hidup dan kehidupan manusia sebagai wakil Tuhan di atas jagat bumi.

Ideologi takfiri, wacana mengkafirkan sesama kekasih dan makhluk Tuhan yang amat paripurna dibanding dengan makhluk Tuhan lainnya, harus dipelajari dan dipahami untuk tidak diikuti dan dijauhi secara komprehensif, apa dan bagaimana sejarah awal munculnya istilah tersebut? Mengapa manusia dengan mudah mengkafirkan sesama saudara seagama, saudara sebangsa dan saudara sesama manusia. Penyebar paham takfiri dan sasaran yang dijadikan pihak yang dikafirkan seolah bersepakat larut dalam makna yang tidak pasti terhadap istilah takfiri.

Gambaran nuansa batin kebanyakan manusia yang mudah mengeksploitasi sebuah istilah yang secara kultur keIndonesinaan tidak berakar dalam budaya nusantara seperti istilah takfiri digunakan secara monopolis oleh pihak yang merasa diri keturunan nabi atau seolah pernah berjumpa dengan Tuhan dan mendapat sebahagian otoritas Tuhan untuk menghilangkan nyawa orang lain, demikian pula kelompok masyarakat lainnya yang dengan mudah menerima tuduhan dan fitnahan pihak yang lainnya juga tanpa mengetahui dan memahami secara kultur makna istilah takfiri yang dimunculkan oleh bangsa lain dengan bahasa mereka sendiri.

Pilihan bijak tentu sangat dinantikan setiap orang agar selalu berada pada status suci yang diemban bersama yaitu sebagai satu-satunya wakil Tuhan di atas dunia ini. Bijak bertutur, berucap dan bijak pula bersikap, berprilaku kepada sesama manusia lainnya. Bukan justeru sebaliknya, bejat dalam ucap lebih bejat lagi dalam tindak tanduknya yang membuat semua orang merasa mencekam, ketakutan, seolah berada dalam bungker yang tidak memiliki jalan keluar, hidup dalam siksaan batin yang tidak menentu batas waktu akhir dari perjalanan yang menakutkan.

Saat semua orang, pihak, lembaga dan institusi bersuara dan berbicara pada topik deradikalisasi, ada yang menawarkan menu sehat deradikalisasi, ada yang menambahkan, ada yang menguatkan yang telah ada dengan sambutan yang sangat apresiatif. Namun ada juga, pihak yang menilai deradikalisasi gagal, mubazir dan menghabiskan uang negara. Pihak yang pertama tentu telah memahami deradikalisasi dan bahkan banyak lembaga yang jauh-jauh hari telah menjalankan substansi deradikalisasi mesti bukan bernama deradikalisasi, agar tetap terus membumikan nama dan substansi pendekatan lunak yang manusiawi yang bisa melukuhkan sikap radikal anarkis.

Sementara pihak yang kedua mungkin bukan pada posisi tidak mengerti atau tidak mau mengerti, tapi masih berada pada tataran belum mengerti deradikalisasi. Target capaian kinerja dalam mensukseskan program deradikalisasi bukan pada nilai, sebab kami yang mengoperasikan deradikalisasi bukan mau mencari nilai, tetapi deradikalisasi datang dan hadir berbuat, bergiat, mengantarkan seluruh binaan untuk bersibuk ria dalam bidang dan profesi masing-masing agar jangan pernah ada jeda yang kosong yang memancing pikiran, hati dan keyakinan untuk kembali berlaku anarkis dan bertindak tidak manusiawi yang menyebabkan tercabiknya kain sutra kehidupan beragama dan berbang

Speak up! Harapan besar bangsa ini agar semua pihak membuka mata, terutama mata hati, menyaksikan keberhasilan yang telah dicapai program deradikalisasi, berbicara menyuarakan program yang telah ada meskipun belum maksimal, dan juga berbicara bukan menilai program deradikalisasi pada jalur kehidupan mana yang membutuhkan atensi, keterlibatan banyak pihak yang mengantarkan bangsa ini tiba pada pintu gerbang perdamaian dunia dan jauh dari aksi anarkisme.

Ekspektasi yang yang tinggi dan menggembirakan justru muncul dari luar negeri, banyak media asing berharap menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki program deradikalisasi yang berhasil membatasi gerak langkah aksi brutal teroris, mereka berdiri pada posisi tersebut karena membaca sejarah dinamika pergerakan teroris yang semakin hari dapat diantisipasi oleh aparat penegak hukum.

Meski diakui masih adanya letupan dan ombak yang menggoncang dan menggoyang tatanan kehidupan dengan aksi peledakan bom molotov di Samarinda. Tetapi jika dibandingkan dengan banyak negara yang pada umumnya mantan teroris di negara tersebut kembali beraksi meledakkan bom di tengah keramaian.

Pada tahun 2015, Indonesia membuka pintu jeruji tahanan seiring berakhirnya masa tahanan napi teroris sejumlah 95 orang. Sunakim, pelaku serangan bom jalan Thamrin, merupakan salah satu di napi terorisme yang bebas itu. Karenanya, atas aksi yang dilakukannya, banyak pihak dalam negeri yang menyimpulkan bahwa deradikalisasi gagal. Padahal 94 orang lainnya kembali ke masyarakat dan telah bertaubat. Bagi yang hanya melihat aksi Sunakim, tentu kesimpulannya adalah deradikalisasi gagal, tetapi bagi pihak yang melihat 94 orang ini, tentu akan menyadari kekhilafannya dan tiba pada kesimpulan bahwa deradikalisasi sangat berhasil.

Deradikalisasi juga bermakna menempatkan cara pandang yang tepat bukan memaksakan diri pada sebuah kesimpulan yang tidak komprehensif, tidak holistik dipenuhi kecurigaan yang tidak mendasar. Tiap pribadi memiliki kapasitas dan kemampuan sebagai duta deradikalisasi yang membina dan memberdayakan masyarakat pada lingkungan masing-masing. Bukan berlomba menilai program yang masih sedang dalam proses penyempurnaan dan pemberdayaan institusi, program, strategi dan kebijakan.

On board Batik Air Jakarta-Makassar-Mamuju. Rabu 16 Nopember 2016.