Jenderal DR. Tito Karnavian, MA resmi dilantik sebagai Kepala Kepolisian Republik Indonesia, menggantikan Kapolri sebelumnya Jenderal Badroddin Haiti yang memasuki usia pensiun. Selamat atas pelantikan Tito Karnavian semoga sukses mengawal lembaga penegakan hukum kepolisian republik Indonesia, polri jaya polri hadir di tengah masyarakat,kepada Badroddin Haiti dihaturkan terima kasih atas segala pengabdian kepada bangsa dan negara.
Banyak langkah sukses yang telah diraih Tito Karnavian dalam menegakkan hukum sebagai panglima sejak beliau menjabat sebagai Kepala Detasemen Khusus 88 Anti Teror, Deputi Penegakan Hukum BNPT, Kapolda Papua, Kapolda Metro Jaya dan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme RI, hingga langkah sukses beliau mengantarkannya sebagai pucuk pimpinan dalam institusi bhayangkara.
Mayarakat Indonesia menaruh harapan besar kepada Kapolri yang baru dalam menegakkan hukum dalam negara hukum ini, langkah pasti penegakan hukum tidak dapat ditunda lagi, hukum sebagai panglima tentu sangat dinantikan perwujudannya dalam masyarakat, bukan hukum yang dapat dibarter dengan politik atau hukum yang bisa dipolitisir, bukan hukum yang tajam ke bawah namun tumpul ke atas.
Kepastian dan keberanian penegak hukum sangat dinantikan kehadirannya di negeri ini, karakteristik penegak hukum yang berani menyatakan yang benar sekalipun pahit.
Tito Karnavian merupakan sosok yang memiliki sikap berani dan langkah yang pasti dalam menegakkan hukum, sejak mendapat amah sebagai kepala detasemen khusus 88 anti terordengan mematahkan langkah teroris Nurdin M. Top dan Dr. Azahari, hingga Tito mendapat amanah sebagai Kapolda Metro Jaya, dan sebelum Presiden RI Joko Widodo menjatuhkan pilihannya kepada alumnus S3 (Doktor) terbaik NTU Singapore, Tito sempat mendapat amanah sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme RI.
Menanti Revisi UU RI Nomor 15 Tahun 2003
Keberhasilan Tito Karnavian melangkah pasti menjabat sebagai Kepala Kepolisian RI menjadi kebanggaan tersendiri bagi seluruh rakyat Indonesia pada umumnya, dan kebahagiaan khusus bagi kami yang pernah menyertai beliau sebagai Deputy Penegakan Hukum dan Pembinaan Kemampuan tahun 2011 – 2012 di BNPT dan Tito sebagai Kepala BNPT RI tahun 2016 hingga akhirnya dipercayakan oleh Presiden RI memegang tongkat kepemimpinan dalam tubuh kepolisian republik Indonesia.
Keberhasilan yang ditorehkan Tito bukan berhenti sampai di sini, sejuta harapan yang masih dinantikan masyarakat dalam menegakkan hukum, sejuta asa yang ditunggu rakyat Indonesia dalam mewujudkan kehidupan yang aman, damai, tenteram dan sejahtera.
Tentu Tito memiliki langkah prioritas sebagai Kapolri yang akan dilantik Rabu 13 Juni 2016 pukul 13.00 wib di istana negara oleh Residen RI Joko Widodo, bukan hanya secara internal dalam tubuh institusi kepolisian berupa peningkatan kesejahteraan dan menghilangkan kejahatan pungli, kejahatan makelar kasusakan tetapi juga secara eksternal mewujudkan suasa dan kondisi yang kondusif dan aman.
Prioritas ekstra ordinary crime – kejahatan luar biasa merupakan pekerjaan rumah bagi Tito yang harus segera dituntaskan sebagai kelanjutan program kapolrisebelumnya. Tindak pidana korupsi, penyalah gunaan narkoba dan tindak pidana terorisme, masuk kategori kejahatan luar biasa yang membutuhkan kemauan keras, ketegasan, kepastian dan keberanian dan kerja sama seluruh komponen bangsa dalam menegakkan hukum serta menyelesaikannya.
Strategi menangani kejahatan luar biasa tersebut,selain dibutuhkan penegakan hukum yang pasti, cepat dan tidak berbelit-belit serta biaya yang ringan, lebih utama dibutuhkan prevention,mencegah lebih utama dari menindak.
Khusus tindak pidana terorisme revisi undang-undang nomor 13 tahun 2003 yang sedang dibahas oleh panitia khusus komisi III DPR RI,sangat dinantikan masyarakat agar segera diundangkan dan menjadi dasar bagi aparat penegak hukum dalam menindak pelaku tindak pidana terorisme.
Meskipun semua pihak mengakui keberhasilan pihak kepolisian berhasil menumpas pelaku tindak pidana terorisme, bahkan dunia internasional menyatakan apresiasi yang besar kepada aparat keamanan mengantarkan pelaku kejahatan kemanusiaan ke meja hijau, tentu tidak sedikit kekurangan yang dimilikiaparat penegak hukum dalam melacak keberadaan pelaku, mengungkap jaringan sel aknum serta mengantarkannya ke meja hijau.
Tindak pidana terorisme memiliki karakteristik lain dibanding dengan jenis kejahatan luar biasa lainnya, tindak pidana kejahatan terorisme melewati fase radikalisme yang mengatas namakan agama dan memiliki target politis merubah ideologi negara bangsa menjadi negara agama.
Terorisme selalu dihubungkan dengan orang Islam di Indonesia, sementara semua agama dan semua bangsa ada pelaku terorisnya. Tantangan berat yang dihadapi untuk dituntaskanadalah meluruskan image yang berkembang di dunia maya dan dunia nyata bahwa orang Islam itu teroris, pada kenyataannya Islam diwahyukan oleh Allah swt membawa nilai-nilai kemanusiaan, kasih sayang dan kehidupan.
Awal mula munculnya tudingan banyak pihak bahwa oknum orang Islam itu teroris karena aksi brutal dan anarkisdilakukan oleh komunitas bangsa lain yang beraksi atas nama agama Islam. Makin diperparah lagi dengan munculnya kelompok pemberontak yang menganeksasi negara Iraq dan Syiria dan membentuk komuniatas baru yang kerjanya hanya membunuh, memperkosa dan membantai warga masyarakat yang tidak berdosa.
Fenomena tersebut, melahirkan gelombang baru bagi masyarakat Indonesia yang mengaku beragama Islam, muncullah banyak jaringan yang ikut-ikutan beraksi dengan anarkis, merampok, membunuh dan bahkan melakukan aksi bom bunuh diri, hanya karena dilandasi semangat semata tanpa dilandasi dengan pengetahuan yang komprehensif, holistik, integratif, kompromistis serta dilengkapi dengan pengetahuan sejarah.
Keluar dari polemik ahistoris ini, dua strategi yang dapat dilaksanakan, yaitupencegahan dan rehabilitasi, poin ini mutlak menjadi prioritas dalam revisi UU RI Nomor 15 Tahun 2003. Mencegah masyarakat agar tidak mudah terperdaya oleh hasutan dan penanaman kebencian dan penyebaran permusuhanyang mengatas namakan agama dan berujung pada aksi bom bunuh diri.
Merehabilitasi pelaku, mantan, napi, keluarga, jaringan dan yang terindikasi radikal agar tidak kembali menjadi pelaku aksi teror, demikian pula merehabilitasi mantan teroris yang telah bertaubat dan kembali ke tengah masyarakat dengan memperkuat program deradikalisasi atau pembinaan, yaitu pembinaan kepribadian dan pembinaan kemandirian.
Di samping pencegahan dan rehabilitasi yang harus diutamakan, Tito Karnavian memiliki konsep grand strategy deradikalisasi yang sering beliau disampaikan dalam banyak pertemuan.
Lima kategori grand strategy deradikalisasi yang dimaksud adalah sender (kelompok yang bekerja menyebarkan faham kebencian), receiver (masyarakat umum yang mudah terbius oleh hasutan dengan menggunakan dalil yang tidak komprehensif), conten (substansi yang dijadikan bahan hasutan), media (sarana yang digunakan) dan contex (kondisi sosial masyarakat).
Menangani dan menanggulangi tindak pidana terorisme harus memahami grand strategy deradikalisasi tersebut, agar tepat sasaran dan tepat guna. Demikianlah yang menjadi pekerjaan rumah Kapolri Tito Karnavian dalam menanggulangi tindak pidana terorisme di Indonesia.