SMA Muhammadiyah Al-Mujahidin, membacakan ikrar antiradikalisme, Senin

60% SMA di Sleman Terpapar Radikalisme, Disdikpora DIY akan Siapkan Aturan Baru

Yogyakarta – Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Disdikpora) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) akan menyiapkan aturan baru serta mengeluarkan surat edaran (SE) ke sekolah-sekolah menyusul temuan SMA yang terpapar paham radikal.

Sebelumnya penelitian yang dilakukan oleh Forum Komunikasi Penyuluh Agama Islam (FKPAI) Sleman menyebut sebanyak 60% SMA di wilayah ini terpapar paham radikal.

Kepala Bidang (Kabid) Perencanaan dan Pengembangan Mutu Pendidikan Disdikpora DIY, Didik Wardaya, mengatakan wujud peraturan tersebut dapat berupa regulasi yang dikeluarkan Disdikpora ataupun Peraturan Gubernur (Pergub).

“Aturan itu dibuat sebagai petunjuk teknis [juknis] di sekolah-sekolah untuk .mengurangi paham radikal maupun klithih,” katanya, Kamis, (16/1).

Menurutnya hasil penelitian FKPAI menjadi masukan bagi lembaganya. Pada Jumat, (17/1), pihaknya juga akan berkoordinasi dengan sekolah-sekolah guna meminta masukan terkait dengan sejumlah persoalan yang terjadi akhir-akhir ini.

Untuk menangkal paham radikal, Disdikpora DIY terus berupaya menguatkan nilai-nilai Pancasila. Dua tahun lalu upaya itu sudah diimplementasikan dalam kegiatan ekstrakurikuler, tetapi hasilnya belum maksimal.

Paham radikal kata dia bisa datang dari kegiatan pengenalan lingkungan sekolah (PLS) yang melibatkan alumni yang masih berstatus mahasiswa. “Kemungkinan bisa berasal dari sana, oleh sebab itu kami kurangi keterlibatan mereka [alumni],” ungkapnya.

Untuk guru yang diduga terpapar paham radikal akan dibina terus menerus. Meski demikian, meneliti guru-guru yang terindikasi paham radikal menurutnya bukan perkara gampang. “Paling tidak [guru] kami beri imbauan,” katanya.

Ketua FKPAI Sleman, Unsul Jalis, menjelaskan hasil penelitian diperoleh dengan cara menyebar angket untuk mengetahui sejauh mana siswa dan guru SMA di wilayah Sleman terpapar paham radikal.

Penyebaran angket dilakukan tidak hanya di sekolah negeri tetapi juga sekolah swasta, tidak hanya SMA tetapi juga MA. “Jadi ini bukan sekadar isu, tetapi faktanya memang seperti itu,” Jalis menjelaskan.