Jakarta – Propaganda kelompok radikalisme Islamic State of Iraq and Syria (ISIS) harus dihadapi dengan pemahaman tentang ideologi bangsa dan agama Islam yang benar. Langkah itu bisa melalui berbagai lembaga dan unsur masyarakat dan juga teknologi seperti media internet.
“Sebenarnya mereka tidak memiliki jaringan tertentu di Indonesia, mereka hanya punya ideologi dan memegang kunci negara Islam dan hijrah,” ujar Ketua Kajian Islam dan Timur Tengah Universitas Indonesia (UI) Muhammad Lutfi di Jakarta, Minggu (14/6/2015).
Kunci itulah yang dijadikan senjata untuk menggaet pengikut hijrah ke suatu negara. Di mana kaidah-kaidah hukum Islam dilakukan. “Padahal itu semua tidak benar,” imbuh dia.
Untuk mencegah penyebaran ISIS di Indonesia, lanjut Lutfi, setidaknya ada 3 program yang harus dimiliki pemerintah. Pertama memperketat WNI pergi ke luar negeri, terutama ke Timur Tengah.
“Kedua, para ulama di Indonesia diberi wawasan tentang aktivitias gerakan radikalisme atau ISIS di dunia internasional,” ujar dia.
Selanjutnya, pemerintah dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) harus mengajak seluruh komponen dan lembaga organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah, dan Persis sebagai ujung tombak dalam pencegahan masuknya paham radikalisme di tengah masyarakat.
Terkait ISIS, Lutfi menilai keberadaan mereka sebenarnya tidak jelas. Karena itu ia pun mengaku sanksi terhadap orang yang pergi ke negara yang dikuasai ISIS dengan tujuan berjihad.
“Mereka perang antara siapa lawan siapa? Tidak jelas. Begitu di Syria, kalau mereka memberontak juga tidak jelas pemberontak dari mana. Lalu bagaimana orang Indonesia kok mengaku pergi ke sana untuk jihad. Itu akal-akalan saja dan konspirasi besar pihak-pihak yang ingin menghancurkan Islam. Islam itu tidak kenal kekerasan, apalagi saling bunuh dan saling menghancurkan,” tandas Lutfi.
Sementara, Direktur Deradikalisasi BNPT Irfan Idris mengungkapkan ISIS adalah chasing (bungkus) baru dari gerakan-gerakan radikalisme terdahulu seperti Jemaah Islamiyah (JI), Jamaah Ansharut Tauhid (JAT), dan lain-lain.
Untuk itu, BNPT terus menggalakkan upaya untuk meredam mereka dengan program kontra ideologi, kontra narasi, kontra radikalisme, dan kontra propaganda.
“Kita tidak boleh lemah menghadapi mereka karena radikalisme itu sangat berbahaya. Ada banyak jalan menuju Roma yang mereka lakukan untuk mencapai tujuannya,” ucap Irfan.
Dia menegaskan, Indonesia harus kuat dalam menghadapi paham tersebut. Karena penyakit radikalisme yang menjual agama, membuat negara itu chaos.
“Kalau negara kuat, kelompok radikalisme yang mengatasnamakan agama tidak bisa masuk,” tukas Irfan.(Ali/Nda)
sumber : http://news.liputan6.com/read/2251891/3-langkah-tangkal-paham-isis-di-indonesia