Pontianak – Pondok Pesantren Mathla’ul Anwar Pontianak menggelar wisuda 250 santri di Aula Masjid Raya Mujahidin Pontianak pada, Senin (15/5/2023). Pasca menyelesaikan pendidikan para santri tersebut siap menggelorakan gerakan anti radikalisme di tengah masyarakat.
“Total ada 250 siswa yang wisuda, terdiri dari kelas 12 Aliyah dan kelas 9 Tsanawiyah,” ujar Ketua PW Mathla’ul Anwar Kalbar, Dr Usman A Gani.
Usman A Gani menjelaskan, peserta didik yang diwisudakan adalah berasal dari 14 kabupaten kota yang ada di Kalbar. Bahkan ada yang dari Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau.
“Peserta dari 14 Kabupaten Kota, dan ada yang dari Natuna,” ungkapnya.
Hadir dalam wisuda ini, Ketua Umum Pengurus Besar Mathla’ul Anwar (PB MA) KH Embay Mulya Syarief bersama Sekretaris Jenderalnya Dr Jihaduddin.
“Pesan saya kepada anak-anak yang diwisuda tadi, pertama jaga nama baik almamater, jaga nama baik para ustadz, juga nama baik keluarga dan pribadi,” ucap KH Embay Mulya Syarief.
“Jangan sampai ikut-ikutan bikin pusing orang tua, sekarang ini kan dimana-mana ramai tuh anak-anak bikin onar tauran, geng motor. Tapi anak-anak santri sih nggak ada yang begitu. Hanya khawatir sekarang kan mereka akan keluar dari kampus, dari pesantren, jangan sampai dia terbawa,” paparnya.
Agar para santri tidak terjerumus dengan pergaulan yang kurang baik ketika keluar dari Mathla’ul Anwar, kata Embay Mulya Syarief, pihaknya berkomitmen memberikan sistem pendidikan yang terbaik untuk mengantisipasi hal ini.
“Di pesantren itu kan tidak ada waktu luang, pagi belajar, sore belajar, malam belajar. Ada ustadz yang menggantikan peran orang tua disana selama 24 jam diawasi ketat,” tegasnya.
Menanggapi kini banyak orang tua yang takut menyekolahkan anaknya di pondok pesantren akibat beberapa kasus kekerasan seksual, dan lain-lain, Embay memastikan Mathla’ul Anwar terkontrol dari hal-hal yang demikian.
“Kita diawasi CCTV 24 jam, tiap sudut itu, jadi terkontrol semua,” tuturnya.
Selain itu, kemudian juga banyak orang tua yang khawatir para anak terjerumus dalam gerakan-gerakan radikalisme jika di pondok pesantren. Embay menegaskan, bahwa Mathla’ul Anwar tunduk dan patuh terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“Tadi saya sampaikan dalam amanat saya, kita sebagai umat Islam adalah kader bangsa yang majemuk. Bahwa bangsa ini adalah satu-satunya di muka bumi, 200 kerajaan lebih tadinya terpisah-pisah di 17 ribu pulau, 700 bahasa daerah, dan ribuan suku, tapi kita bisa bersatu menjadi nama Indonesia. Ini harus kita pegang teguh,” terangnya.
“Islam itu agama yang moderat, umat pertengahan yang tidak ke kanan dan tidak ke kiri. Dan kepatuhan kepada pemimpin juga merupakan kewajiban, dalam hal ini adalah pemerintah yang sah,” pungkasnya.