Batang – Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Kabupaten Batang, Jawa Tengah, mencatat puluhan warga di sana terpapar terorisme. Empat di antaranya meninggal saat penangkapan petugas.
“Total ada 20 orang yang terpapar, untuk 16 lainnya statusnya ditahan, atau narapidana terorisme. Empat lainnya meninggal saat penangkapan,” kata Kepala Badan Kesbangpol Kabupaten Batang Agung Wisnu Bharata di Batang, Senin (20/2/2023).
Dia menyebut metode penyebaran ideologi anti-Pancasila dilakukan melalui kegiatan organisasi dan unit kegiatan kepemudaan sebagai pintu masuk pengenalan terhadap radikalisme.
“Kemudian, ada media sosial juga digunakan untuk menyebarkan paham di kalangan anak muda. Lalu sering memanfaatkan organisasi dan unit kegiatan kepemudaan sebagai pintu masuk pengenalan terhadap radikalisme. Namun untuk di sekolah-sekolah belum terdeteksi,” ungkapnya.
Dia memastikan 20 warga Kabupaten Batang itu berstatus teroris, bukan sekadar radikal. Sebab, meski seseorang berpaham radikal tapi belum tentu teroris. Radikalisme adalah proses transformasi menuju paham yang ekstrem. Sedangkan terorisme bersifat menghalalkan segala cara misalnya bunuh diri dianggap jihad.
“Untuk wilayah yang terdeteksi jadi kantong penyebaran ajaran radikalisme ada di enam kecamatan,” ujarnya.
Pemkab Batang sendiri melakukan penanganan radikalisme bersifat lunak dan preventif. Sedangkan untuk kelompok yang rentan terpapar radikalisme, antara lain kaum muda atau milenial.
“Jadi tidak hanya itu, tapi juga kelompok yang memiliki kesenjangan sosial, ekonomi, kelompok marginal atau termarginalisasi,” ungkapnya.
Kasi Intel Kejari Batang, Ridwan Gaos Natasukmana mengatakan pengertian hukum radikalisme dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018 tentang Perubahan atas UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi Undang-Undang.
Di situ dijelaskan radikal adalah setiap upaya membongkar sistem yang sudah mapan yang sudah ada dalam kehidupan bernegara dengan cara kekerasan.
“Menurut hukum, radikalisme adalah suatu tindakan kekerasan untuk anti-Pancasila, anti-NKRI, anti-Kebhinnekaan dan intoleransi, sehingga semua orang yang berbeda dengannya dianggap salah,” tutup dia.