Jakarta – Polisi Uganda menangkap 20 orang terkait peristiwa pembantaian di sekolah di daerah dekat perbatasan dengan Republik Demokratik Kongo (DRC). Para tersangka diduga bekerja sama dengan kelompok milisi yang disebut bertanggung jawab atas serangan itu.
“Dua puluh penangkapan telah dilakukan terhadap tersangka kolaborator,” kata juru bicara polisi Fred Enanga dalam konferensi pers, seperti dilansir AFP, Selasa (20/6/2023).
Polisi Uganda menyebut para tersangka diduga berkolaborasi dengan ADF. ADF adalah mengacu pada Pasukan Demokratik Sekutu (ADF) yang berbasis di DRC.
“Tersangka kolaborator ADF,” katanya. “Kami juga meminta kepala sekolah dan direktur sekolah sebagai bagian dari penyelidikan kami. Mereka perlu memberi kami jawaban atas pertanyaan tertentu,” tambahnya tanpa menjelaskan apakah mereka telah ditangkap.
Enanga mengatakan jumlah korban tewas akibat serangan mengerikan di Sekolah Menengah Lhubiriha di Mpondwe di daerah terpencil Uganda barat pada Jumat malam adalah 42 orang, termasuk 37 siswa. Enam orang lainnya terluka dan masih dirawat di rumah sakit.
Diketahui, serangan brutal di sebuah sekolah di Uganda. Belasan orang lainnya masih hilang setelah para militan melakukan pembantaian pada Jumat (16/6) waktu setempat tersebut.
Dilansir kantor berita AFP, Senin (19/6), Presiden Yoweri Museveni, dalam pernyataan pertamanya sejak serangan itu, berjanji akan memburu para militan “hingga musnah”.
Para pejabat Uganda mengatakan bahwa para korban dibacok, ditembak, dan dibakar dalam serangan larut malam di Sekolah Menengah Lhubiriha di Mpondwe, yang terletak kurang dari dua kilometer (1,2 mil) dari perbatasan dengan Republik Demokratik Kongo. Ini merupakan serangan terburuk di Uganda sejak tahun 2010.
Otoritas Uganda menyalahkan Pasukan Demokratik Sekutu (ADF), sebuah kelompok militan yang berbasis di Kongo atas pembantaian ini. Pihak berwenang Uganda saat ini masih mengejar para penyerang yang melarikan diri kembali ke perbatasan dengan menculik enam orang.
“Tindakan mereka aksi teroris yang pengecut dan putus asa tidak akan menyelamatkan mereka,” kata Museveni.