Bekasi – Dalam sebulan terakhir, tercatat ada 13 terduga teroris yang dibekuk Densus 88 Antiteror Mabes Polri di wilayah Bekasi, khususnya di wilayah Tambun.
Serangkaian penangkapan tersebut dimulai pada 23 September 2019. Saat itu di wilayah Tambun, 4 orang terduga teroris ditangkap, dan 3 orang terdga teroris ditangkap di Kota Bekasi.
Kemudian pada 13 Oktober 2019, 1 orang berinisial NAS ditangkap di Tambun lagi. Pada tangal 17 Oktober 2019 pun bertambah satu orang lagi. Sehingga jumlah terduga teroris yang ditangkap di Tambun total 6 orang.
Kemudian pada 20 Oktober 2019 Densus 88 meringkus AB, terduga teroris, di Kavling Agraria, Bekasi Selatan, dan pada 26 Oktober 2019 3 terduga teroris diringkus di 3 lokasi yang berbeda di Kota Bekasi.
Perwakilan dari Badan Intelkam Mabes Polri, AKBP Syuhaimi, mengatakan setidaknya ada dua faktor mengapa banyak terduga teroris bersembunyi di Bekasi dan terkesan menjadi sarang teroris.
Pertama, berkaitan dengan jaringan. Katanya, biasanya anggota kelompok radikal tidak jauh dari komunitas yang sudah terbangun. Misalkan apabila ada jaringan di wilayah selatan, mereka akan cendung berada di sana.
“Kedua, Bekasi cukup heterogen. Perkembangan Bekasi cukup lumayan, pembangunan infrastruktur, perumahan, dinamis. Itu juga bisa dijadikan salah satu alasan. Kita melihat mereka saling terkait,” ucapnya saat ditemui pada kegiatan Seminar Kebangsaan di bilangan Tambun, Sabtu (26/10) pekan lalu.
Di lain tempat, Wakapolsek Tambun AKP Hary Kartika, akan mengadakan kembali kongkow, yakni kegiatan berkumpul dengan warga tingkat RT-RW.
“Kita juga sudah menggelar operasi yustisi di Kampung Rawa Sapi, Jatimulya. Di kongkow nanti kita sampaikan langsung kepada warga mengenai bahaya paham radikalisme dan imbauan,” katanya baru-baru ini.
Dia juga telah berkomunikasi dengan segenap pemilik rumah kontrak di Tambun agar rutin mendata penghuni rumah kontraknya. Sebab, jumlah personel babinkamtibmas di tiap desa hanya 1 orang.
Di waktu berbeda, Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PC NU) Kabupaten Bekasi, Bagus Lukito, juga mengimbau para penceramah dari NU agar memasukkan materi mengenai cinta tanah air dan negara apabila mendapat kesempatan berceramah di tengah-tengah masyarakat.
“Kalau ceramah tidak usah agama terus-terus. Masukkan cintatanah air dan negara, menghargai pemerintahan. Dari awal NU seperti itu,” katanya.
Dia mengibaratkan ketika negara dalam situasi tidak aman, maka ibadah pun tak akan khusyuk. Sehingga keamanan negara menjadi prioritas utama.
“Ada prinsip ukhuwah islamiah dan ukhuwah wataniah. Selama negara aman dulu, baru ukhwuah islamiah. Kalau tidak, nanti bisa jadi seperti Suriah atau Afganistan. Kalau negara aman, dakwah enak, belajar, bekerja, beribadah, juga nyaman,” ucap Bagus.
Sementara itu, Ketua Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LD NU) Kabupaten Bekasi, Ustaz Zaidan Fikri, mengakui kalau Bekasi adalah lahan empuk bagi penyebar paham radikal.
“Karena masyarakatnya hedonis, lebih mementingkan kepentingan sendiri, sibuk diri sendiri. Jauh dari pada, maaf, sowan kepada kiai. Melupakan guru,” kata Zaidan.
Sehingga orang di Bekasi cenderung belajar agama lewat internet. Bagi Zaidan, hal itu menimbulkan sejumlah konsekuensi.
“Nuntut ilmu haram tanpa guru secara langsung. Harus ber-talaqi, bertemu langsung. Kalau tak bertemu, salah paham, pahammnya salah. Timbulah prinsip takfiri, ending-nya menghalalkan darah orang yang tak sepemahaman.
Menurut pendapatnya, Tambun paling rentan penyebaran radikalisme terlebih di wilayah perumahan.
“Ciri dari mereka ekslusif, kurang bergaul, tidak keluar rumah. Mereka membatasi diri merea hanya berinteraksi dengan golongan mereka saja, ini menimbulkan fanatisme keagamaan,” katanya.