Sentul — Satu tahun setelah deklarasi pembubaran Jemaah Islamiyah (JI), negara terus mengokohkan
komitmennya dalam merangkul dan membina para mantan anggota kelompok tersebut.
Dalam agenda bertajuk “Momentum Refleksi dan Evaluasi” yang digelar di Sentul, Kepala BNPT
Komjen Pol. Eddy Hartono menegaskan bahwa JI kini hanya tinggal lembaran sejarah—dan tugas
negara hari ini adalah memastikan lembaran baru itu penuh harapan.
“JI sudah menjadi bagian dari masa lalu. Sekarang, negara hadir untuk membina, bukan menghukum,”
ujar dalam keterangan tertulis.
Eddy menyoroti pentingnya pendekatan berkelanjutan dalam deradikalisasi, khususnya di luar
lembaga pemasyarakatan. Program ini tak hanya soal keamanan, tapi juga soal memberi ruang bagi
transformasi pribadi dan sosial. Tiga aspek yang ditekankan adalah pendalaman nilai-nilai keagamaan
yang moderat, wawasan kebangsaan, serta keterampilan kewirausahaan.
“Semua ini kami lakukan secara kolaboratif dengan kementerian dan lembaga terkait. Evaluasi terus
kami lakukan untuk memastikan program ini benar-benar menjangkau dan memberdayakan,”
tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Penindakan Densus 88 AT Polri, Brigjen Pol. Muhammad
Tedjo Kusumo, menekankan bahwa sinergi Densus dan BNPT selama ini bukan sekadar kerja teknis,
melainkan usaha kemanusiaan untuk membawa para mantan anggota kembali ke pelukan NKRI.
“Refleksi dan evaluasi bukan hanya kata, tapi sikap. Apa yang kita capai hari ini adalah hasil dari
kolaborasi dan kepercayaan yang kita bangun bersama,” ujarnya.
Yang juga menyita perhatian adalah pernyataan dari mantan pemimpin tertinggi JI, Ustadz Para
Wijayanto. Ia mengingatkan kembali kesepakatan penting yang lahir dari musyawarah internal saat
pembubaran kelompok, yaitu prinsip 2T dan 2K.
“Transparansi adalah kunci kepercayaan. Kita harus terbuka dalam setiap langkah reintegrasi. Lalu ada
komitmen dan konsistensi—dua hal yang harus kita pegang teguh jika ingin menjadi bagian utuh dari
bangsa ini,” tegasnya.
Acara ini bukan sekadar seremonial, melainkan refleksi mendalam atas perjalanan sulit menuju
perubahan. Di tengah dinamika ideologi dan sejarah panjang konflik, hadirnya negara sebagai
fasilitator perubahan menunjukkan arah baru: dari ekstremisme menuju eksistensi damai dalam
bingkai kebhinekaan.
Damailah Indonesiaku Bersama Cegah Terorisme!