Pengertian Terorisme

A. Pengertian Menurut Etimologi

Secara bahasa, kata “terorisme” berasal dari kata “to terror” dalam bahasa Inggris, dalam bahasa Latin kata ini disebut Terrere, yang berarti “gemetar” atau “menggetarkan”. Kata terrere adalah bentuk kata kerja (verb) dari kata terrorem yang berarti rasa takut yang luar biasa.

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan teror sebagai usaha untuk menciptakan ketakutan, kengerian, dan kekejaman oleh seseorang atau golongan tertentu (Depdikbud, 2013). Pengertian yang tidak jauh berbeda diungkap dalam Webster’s New School and Office Dictionary, yaitu membuat ketakutan atau kengerian dengan melakukan intimidasi atau ancaman untuk menakut-nakuti (Meriam Webster, 1996).

Telah banyak usaha yang dilakukan oleh para ahli untuk menjelaskan perbedaan antara teror dan terorisme, sebagian berpendapat bahwa “teror” merupakan bentuk pemikiran, sedangkan “terorisme” adalah aksi atau tindakan teror yang terorganisir sedemikian rupa. Dari sekian banyak pendapat tentang perbedaan dari keduanya, kebanyakan bersepakat bahwa teror bisa terjadi tanpa adanya terorisme, karena teror adalah unsur asli yang melekat pada terorisme.

B. Pengertian menurut terminologi

Definisi terorisme, baik menurut para ahli maupun berdasarkan peraturan Undang-Undang memiliki kesamaan, yakni bahwa teror adalah perbuatan yang menimbulkan ketakutan atau kengerian pada masyarakat. Dengan kata lain, seluruh definisi tentang teror selalu mengandung unsur ketakutan atau kengerian.

Dalam The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) Act, 1984, pasal 14 ayat 1  dijelaskan bahwa terorisme adalah: “Terrorism means the use of violence for political ends and includes any use of violence for the purpose putting the public or any section of the public in fear (terorisme adalah penggunaan kekerasan untuk tujuan-tujuan politis, termasuk menggunakan kekerasan untuk membuat masyarakat atau anggota masyarakat ketakutan) (The Prevention of Terrorism, 1984).

Berikut adalah beberapa definisi terorisme menurut para ahli, hukum internasional, dan ketentuan hukum yang berlaku di Indonesia.

  1. Definisi terorisme menurut para ahli

Dari sekian banyak ahli yang menyumbangkan pemikirannya tentang pengertian terorisme, berikut adalah beberapa di antaranya yang paling populer dan banyak digunakan sebagai rujukan.

  • a. Walter Laqueur (Laqueur, 1977): terorisme adalah penggunaan kekuatan secara tidak sah untuk mencapai tujuan-tujuan politik. Target terorisme adalah masyarakat sipil yang tidak bersalah/berdosa. Unsur utama terorisme adalah penggunaan kekerasan
  • James H. Wolfe menjelaskan beberapa karakteristik yang bisa dikategorikan sebagai terorisme, yaitu (Wolfe, 1987):
  • Tindakan terorisme tidak selamanya harus bermotif politis
  • Sasaran terorisme dapat berupa sipil (masyarakat, fasilitas umum) maupun non-sipil (pejabat dan petugas negara, fasilitas negara)
  • Aksi terorisme ditujukan untuk mengintimidasi dan mempengaruhi kebijakan pemerintahan
  • Aksi terorisme dilakukan melalui tindakan-tindakan yang tidak menghormati hukum dan etika internasional
  • C. Manullang: Terorisme adalah suatu cara untuk merebut kekuasaan dari kelompok lain, dipicu oleh banyak hal, seperti; pertentangan (pemahaman) agama, ideologi dan etnis, kesenjangan ekonomi, serta tersumbatnya komunikasi masyarakat dengan pemerintah, atau karena adanya paham separatisme dan ideologi fanatisme.
  1. Definisi Terorisme menurut Hukum Internasional

Dari sekian banyak definisi tentang terorisme yang tercantum dalam hukum internasional, kesemuanya mengerucut pada penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan utamanya. Berikut adalah definisi tentang terorisme yang terangkum dalam hukum internasional:

  • Departement of justice pada Federal Bureu of Investigasion (FBI) Amerika Serikat menyatakan bahwa sesuai dengan The Code of Federal Regulation, terorisme diartikan sebagai penggunaan kekuatan atau kekerasan secara tidak sah terhadap perseorangan atau harta kekayaan untuk mengintimidasi atau memaksa sebuah pemerintahan, masyarakat sipil, atau elemen-elemen lain untuk mencapai tujuan politik maupun sosial (FBI, 2015)
  • Menurut Terorism Act 2000 (Inggris), terorisme berarti penggunaan ancaman untuk menimbulkan ketakutan dengan ciri-ciri sebagai berikut (Terorism Act, 2000):
  • Penggunaan kekerasan terhadap seseorang (atau kelompok) dan menimbulkan kerugian baik berupa harta maupun nyawa. Didesain khusus untuk menciptakan gangguan serius pada sistem elektronik.
  • Target atau tujuan terorisme dimaksudkan untuk mempengaruhi pemerintah atau organisasi internasional, publik atau bagian tertentu dari publik.
  • Terorisme dibuat dengan alasan politis, agama, rasial, atau ideologi.
  • Organisasi Konferensi Islam (OKI) berpendapat bahwa terorisme mencakup segala tindakan kekerasan atau intimidasi –terlepas dari maksud dan tujuan pelakunya—dengan tujuan untuk menjalankan rencana kriminal (makar) secara personal atau kelompok dengan cara menciptakan rasa takut, mengancam, merugikan atau membahayakan kehidupan, kehormatan, kebebasan, keamanan dan hak-hak masyarakat, atau ancaman perusakan lingkungan dan hak milik, baik umum maupun pribadi.
  1. Definisi Terorisme Menurut Hukum yang Berlaku di Indonesia

Menurut ketentuan hukum Indonesia, aksi terorisme dikenal dengan istilah Tindak Pidana Terorisme (Asshiddiqie, 2003). Indonesia memasukkan terorisme sebagai tindak pidana, sehingga cara penanggulangannya pun menggunakan hukum pidana sebagaimana tertuang dalam peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang (PERPU) Republik Indonesia Nomor 1 tahun 2002 yang kemudian diperkuat menjadi Undang-Undang (UU) Nomor 15 tahun 15 tahun 2003. Judul Perpu atau Undang-Undang tersebut adalah Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Pasal 1 ayat 1 Perpu No. 1 Tahun 2002 menyatakan bahwa tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur pidana sesuai dengan ketentuan Perpu. Perbuatan tersebut termasuk yang sudah dilakukan ataupun yang akan dilakukan. Dua hal ini termaktub dalam pasal 6 dan pasal 7 (Perpu, 2002)

Terkait dengan unsur-unsur tindak pidana terorisme, ada perbedaan antara pasal 6 dan 7. Pasal 6 menyatakan;

Pelaku tindak pidana terorisme adalah setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan yang menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas, atau menimbulkan korban yang bersifat massal. dengan cara merampas kemerdekaan atau hilangnya nyawa dan harta benda orang lain. mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Dari pasal 6 di atas, dapat disarikan bahwa suatau aksi atau tindakan dapat digolongkan sebagai tindak pidana terorisme bila mengandung unsur berikut;

  1. Dilakukan dengan sengaja
  2. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
  3. Menimbulkan suasana teror atau rasa takut secara luas
  4. Menimbulkan korban massal, baik dengan cara marampas kemerdekaan atau dengan menghilangkan nyawa atau harta benda orang lain
  5. Mengakibatkan kerusakan pada obyek-obyek vital

Sementara pasal 7 menyebutkan:

Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau tindakan ancaman kekerasan yang dimaksudkan untuk menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhaddap orang secara luas atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup.

Pasal 7 di atas menyebutkan bajwa suatu aksi atau tindakan dpaat digolongkan sebagai tindak pidana terorisme bila mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

  1. Dilakukan dengan sengaja
  2. Menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan
  3. Dimaksudkan untuk menimbulkan korban massal
  4. mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional.

Perbedaan pasal 6 dan pasal 7

trs

Rujukan:

 Buku dan terbitan

– Asshiddiqie, Jimly. Konsolidasi Naskah UUD 1945, Yarsif Watampone: Jakarta, Indonesia, 2003

– Celmer, Mark, A. Terrorism, U.S. Strategy, and Reagan Policies, Connecticut: Greenwood Press, Inc., 1987

– Laqueur. Walter. Terrorism, Boston, MA: Little, Brown, 1977

– Manullang, A.C. Menguak Tabu Intelijen Teror, Motif dan Rezim, Jakarta: Panta Rhei, 2001

– Merriam Webster. Webster’s New School and Office Dictionary: Houghton Mifflin Harcourt, 1996

– __________, The Prevention of Terrorism (Temporary Provisions) 1984

– __________, Terorism Act 2000

Internet

– https://www.fbi.gov/, diakses pada 10 September 2015, pukul 18:16 WIB

– http://www.oicun.org/, diakses pada 10 September 2015, pukul 18:20 WIB