Ulama dan Akademisi Harus Dirangkul Dalam Penguatan Agama dan Nasionalisme

Jakarta – Peran ulama dan akademisi tidak bisa dipisahkan dari pencegahan terorisme di Indonesia. Bahkan ulama dan akademisi bisa menjadi kunci dalam penguatan pemahaman agama Islam dan nasionalisme untuk menangkal propaganda paham radikalisme dan terorisme.

“Ulama dan akademisi harus dirangkul dan dilibatkan secara nyata dalam membangun generasi bangsa agamis dan nasionalis. Soalnya berbicara penanggulangan paham radikalisme terorisme, khususnya terhadap generasi muda adalah berbicara lingkungan pesantren, masjid, dan perguruan tinggi,” papar Ketua Program Studi Kajian Timur Tengah dan Islam Universitas Indonesia (UI) Dr. Muhammad Luthfi Zuhdi, MA di Jakarta, Kamis (3/3/2016).

Dari fakta itu, Luthfi mengajak para ulama melalui Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga para akademisi di berbagai perguruan tinggi bersama-sama bergandengan tangan memberikan pemahaman yang benar tentang agama Islam rahmatan lil alamin, juga ideologi Pancasila kepada generasi muda. Menurutnya, ancaman terorisme sekarang ini semakin nyata sehingga harus ada pemahaman yang sama untuk mencegahnya.

Ia menambahkan, selama ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) telah melakukan berbagai upaya untuk membentengi bangsa ini dari propaganda radikalisme dan ancaman terorisme. Tapi itu dirasa belum cukup, tanpa keterlibatan lembaga terkait, Ormas, dan semua unsur masyarakat didalamnya.

“Semua harus sinkron dan tidak boleh jalan sendiri-sendiri. MUI, NU, Muhammadiyah harus dilibatkan secara nyata. Kerjasama antar lembaga ini harus dilakukan sejak awal agar semuanya berjalan konkrit, termasuk persiapan pembiayaannya,” kata Luthfi.

Secara pribadi, Luthfi mengaku siap mendukung pelaksanaan program ini. Ia yakin para akademisi di seluruh Indonesia yang berkompeten pada masalah ini, juga mendukung program ini. Yang penting, BNPT sebagai lembaga yang bertugas sebagai koordinator pencegahan terorisme di Indonesia, terus memperbanyak dan mempererat hubungan dengan semua pihak yang terkait.

“Seperti penguatan melalui pesantren dan lembaga pendidikan, jangan hanya dilakukan observasi atau penelitian saja, tapi langsung dirangkul menjadi mitra dan dilakukan secara berkesinambungan. Artinya, ada komunikasi langsung antara BNPT dengan pesantren dan lembaga pendidikan, sehingga komunikasi tidak hanya dilakukan saat ada kegiatan resmi saja,” ujar Luthfi.

Bisa juga, kata Luthfi koordinasi itu dilakukan dalam acara-acara yang sifatnya tidak resmi seperti saat perayaan hari besar baik agama maupun . Ia yakin dengan begitu pencegahan paham radikalisme terorisme, melalui pesantren dan lembaga pendidikan akan lebih masif.

Hal lain yang bisa dilakukan dalam pencegahan ini adalah merangkul pihak-pihak yang selama ini dianggap radikal.

“Mereka bangsa kita, mereka juga harus diajak bicara. Saya yakin mereka juga punya nasionalisme, meski dilakuan dengan cara mereka. Apalagi mereka lahir dan besar di Indonesia tentu juga ingin memiliki Indonesia sepenuhnya meski dengan cara yang berbeda. Dari situ kita pelan-pelan membawa mereka kembali ke ajaran yang benar, baik dari sisi agama maupun nasionalisme,” tukas Luthfi.