Sikap Intoleransi Bibit Awal Munculnya Radikalisme dan Terorisme

Jakarta – Direktur Jenderal Bimas Islam Kementerian Agama (Kemenag), Muhammadiyah Amin menegaskan bahwa sikap intoleransi tidak bisa dianggap remeh. karena hal itu akan memicu renggangnya hubungan antar elemen dalam struktur masyarakat yang pada akhirnya dapat menciptakan persoalan serius dalam perdamaian antarumat beragama di Indonesia.

Hal itu diungkapkannya di sela-sela Rapat Kerja Nasional Ditjen Bimas Islam dengan tema Pengarusutamaan Gerakan Moderasi Beragama di Indonesia Melalui Pendekatan Dakwah, Budaya Dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, di Kantor Pusat Kemenag, Jl. MH. Thamrin No 6, Jakarta Pusat pada Senin (2/3).

“Intoleransi itu tahapan dini dari radikalisme yang pada tingkat lanjut dapat berbuah terorisme,” ujar Amin.

Ia menegaskan, Kemenag telah melihat kejadian-kejadian intoleransi sebagai titik merah yang perlu diwaspadai dan diberi perhatian khusus. Dalam kehidupan beragama dan sekaligus bernegara, sikap intoleran sangat berbahaya dan mengancam persatuan.

Apalagi, dalam kurun waktu terakhir persoalan intoleransi masih mewarnai kehidupan beragama di Indonesia tahun ini, antara lain kasus di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau, terkait pembangunan gereja Santo Joseph, dan polemik masjid di Manado, Sulawesi Utara.

Rakernas Ditjen Bimas Islam memberi perhatian besar pada program Moderasi Beragama yang telah dilaksanakan Kemenag dalam beberepa periode terakhir.

Di tengah program moderasi beragama yang diusung Kemenag, persoalan intoleransi dinilai mencemaskan dan meresahkan karena mengancam kehidupan keberagaman di Indonesia, dengan tujuan melahirkan respon yang cepat untuk berbagai masalah tahun ini.

Acara ini akan diikuti 755 pejabat di lingkungan Ditjen Bimas Islam, termasuk 34 Kepala Kanwil Kemenag Provinsi, 514 Kepala Kemenag Kabupaten/Kota, dan para pejabat eselon III dan IV serta pegawai di lingkungan Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama.

Selama ini program moderasi beragama Kemenag telah diderivasi dalam lima pokok pekerjaan, yaitu cara pandang, sikap dan praktik jalan tengah, kedua harmoni dan kerukunan umat beragama, ketiga penyelarasan relasi agama dan budaya, keempat kualitas pelayanan kehidupan beragama dan pengembangan ekonomi dan sumber daya keagamaan.

Moderasi beragama merupakan bagian dari strategi nasional dalam merawat keutuhan dan melestarikan keharmonisan berbangsa dan bernegara.