Saat Gempa Bumi, Semangat Kolaborasi Kawasan Semakin Tumbuh

Saat Gempa Bumi, Semangat Kolaborasi Kawasan Semakin Tumbuh

Allah Mengingatkan Kita

Ini adalah secuil catatan penting penulis saat beberapa negara sedang melaksanakan acara penting dalam kegiatan Sub Regional Meeting-Countering Terrorism (SMR-CT). Kegiatan ini dihadiri oleh pejabat tinggi negara-negara sahabat seperti; Australia, New Zealand,  dan negara negara Asean lainnya. Kejadiannya adalah saat mendekati pada Acara Puncak besok harinya tanggal 6 Agustus 2018 yang lalu sesaat setelah menikmati akhir tarian adat Lombok dan menyuap beberapa sendok sop pembuka dalam acara gala dinner yang diinisiasi Pemerintah Provinsi NTB dalam rangka menyambut tetamu asing sebagaimana layaknya sebuah kegiatan sub regional.

Saat itulah terjadi goncangan yang sangat keras. Gempa bumi yang membuat para tetamu delegasi terlempar dan terhambur ke lantai.  Meja dan podium porak-poranda. Gempa yang bermagnitudo  7,0 SR episenter di darat pada 18 km barat laut Lombok Timur, dengan kedalaman 15 km pada 5 Agustus 2018 pukul 18.46 Wita itu adalah mainshock atau gempa utama. Kemudian disusul oleh getaran dan gempa susulan. Walau relatif kecil tapi getaran itu berulang ulang.

Penulis tidak ingat persis  berapa kali gempa kecil susulan itu terjadi.  Yang jelas tembok-tembok pecah dan retak. Kaca-kaca berjatuhan.  Lantai 12, tempat di mana even gala dinner SMR -CT itu dilaksanakan menjadi ajang jerit lolong, teriakan histeris, tangis dan kumandang  istighfar. Apalagi lampu penerangan sempat padam beberapa detik sebelum autogenset menerangi kembali hotel itu menjadi bagian yang menakutkan.

Di situlah penulis mengucap istighfar berseru dalam hati “betapa kecil manusia di hadapanMu ya Allah. Saat Kau tiup kami “kun fayakun “, maka lenyaplah kami semua. Kalau Engkau menghendaki ya Rob, tidak ada Menkopolhukam, Mendagri Australia, pimpinan delegasi negara kawasan, dan penulis. Kami akan lenyap seketika ditelan bumi. “Terima kasih ya Allah, Engkau telah mengingatkan kami, para pengabdi bangsa yang ingin mengamankan manusia lain dalam penanggulagan terrorisme global ini . Kami tak akan surut ya Allah. Kala itu ya Allah hamba berkeyakinan kalau Engkau mau  mengambil nyawa kami, maka kamilah para syuhada itu. Bukan para begundal teroris yang kami bahas itu”.

Bantuan Negara Asing; antara Gengsi dan Kebutuhan

Esensi dari pertemuan berbagai bangsa seperti yang dilaksanakan di Lombok itu, sebetulnya sudah sangat dipahami bahwa penanganan terorisme dan radikalisme global tidaklah mungkin ditangani oleh suatu negara secara tunggal dan mandiri.  Terorisme adalah kegiatan terorganisir oleh kelompok radikal yang mengatasnamakan agama yang pro kekerasan untuk melawan negara atau ideologi negara.  Struktur dan rancang organisasi terorisme bisa saja kita sebut   “acak kadut “. Berantakan dan semrawut.

Dalam organisasi teroris, siapa pemimpin terkadang bias karena dia juga bisa berperan sebagai eksekutor. Hubungan tata kerja bisa dikesankan sembrono. Tapi hasil kerja, ketaatan pada tokoh,  hubungan antar sel, tujuan dan goal pekerjaan begitu sempurna.  Hal itu dapat terjadi  karena pergerakannya adalah sangat senyap klandeistein dan tanzim ziry.  Target tidaklah pernah diumbar siar.  Sebuah bom pipa bisa jadi akan menggetarkan dan menjadi berita dunia. Bila terjadi ancaman terhadap suatu negara, maka  negara tetangga yang menjadi korban dan negara kawasan perlu bekerjasama. Sebuah negara dengan pertumbuhan ekonomi yang baik saja bukanlah jaminan bahwa negara tersebut akan lebih aman dari ancaman terorisme ketimbang negara yang tingkat perekonomiannya sedang terpuruk.

Fakta selama ini menunjukan bahwa penyebab terorisme bukanlah tunggal. Terorisme disebabkan oleh multi faktor yang juga multi dimensi dari serangkaian problematika sosial dan politik dalam sebuah negara.

Secara praktis bisa dikatakan bahwa sesungguhnya pada saat terjadi serangan teror di suatu negara,  saat itulah sesungguhnya negara-negara lain di kawasan seharusnya bergerak. Selama ini, teror yang terjadi di suatu negara, maka negara lain akan sibuk dengan pengamanan negaranya sendiri. Padahal pada sisi sebaliknya,  pelaku teror senantiasa akan bergerak,  berpindah dan mencari zona aman yang aparatnya sedang lengah. Mereka masuk ke suatu negara secara diam-diam dengan dokumen kependudukan palsu. Masuk melalui dukungan jaringan lokal. Mereka bisa berpindah dari sebuah negara ke negara lain secara bebas. Karena mereka tidak mengenal batasan wilayah dan batasan hukum. Prinsip-prinsip itu senantiasa dikembangkan oleh jaringan.

Dalam banyak hal, Indonesia telah mengambil peran yang sangat besar bagi kawasan dan melihat bahwa terorisme dan radikalisme merupakan masalah bersama. Indonesia telah  memberikan beberapa contoh realistis dan nyata betapa membantu negara tetangga adalah sama halnya dengan mengamankan negara sendiri. Walaupun misalnya, antar negara tidak ada perjanjian ekstradisi, maka proses handing over dan kerjasama antar aparat penegak hukum Police to Police atau P to P tetap berjalan.

Tentu masih lekat dalam ingatan kita beberapa kasus seperti; penanganan Kasus Ishak Nohu, Sabtu Rani, Natsir Abas serta Penangkapan Mas Selamat Kastari adalah contoh perbantuan Aparatur Indonesia sangatlah pro aktif.  Kita merasa bahwa membantu mereka adalah mengamankan Indonesia. Apakah hal sama dilakukan oleh negara tetangga? Jawabnya antara ” iya”  dan “tidak”. Mengapa?  Ada negara yang terlalu percaya diri dengan sistem keamanan yang telah dibangunnya sehingga apa yang terjadi di Indonesia, biarlah Indonesia saja yang menangani. Tetapi begitu ada ancaman nyata terhadap negara tersebut,  dan ternyata mampu dicegah oleh negara tetangganya,  barulah negara tersebut tersentak kaget. Di situlah terkadang gengsi atas nama harkat dan martabat bangsa, malu-malu tapi butuh, maka bantuan dan kerjasama suatu negara dalam isu terorisme mulai dirasakan diperlukan. Indonesia telah lama memulai kolaborasi itu.

Sosialisasi Global Mitigasi dan Langkah Prioritas yang Strategis Indonesia

  1. Tegas dalam Pendekatan Keras, Prioritaskan Pendekatan Lunak

Melihat pengalaman Indonesia dalam menanggulagi terorisme, maka sangatlah bisa dipahami bahwa kapasitas aparatur negara dalam menangani terorisme sungguhpun relatif baik saat ini, tetaplah mengalami periode pasang surut sesuai jamannya. Hal tersebut terjadi sebagai akibat dari sistem pemerintahan khususnya tentang tata kelola dan regulasi penanganan terorisme yang  berubah-ubah. Landasan hukum penanggulangan dan penanganan telah mengalami beberapakali pergantian.  Revisi disesuaikan dengan dinamika kebutuhan hukum, tuntutan hak asasi manusia,  kondisi sosial, politik lokal, dan dinamika ancaman terorisme yang semula lokal menjadi global yang terjadi pada masanya.

Sederhananya bahwa karena watak terorisme adalah kejahatan lintas negara maka pendekatan keras sebagai cara penanganan tetaplah menjadi prioritas utama.  Langkah strategis untuk mengungkap jaringan melalui surveillance konvensional, surveillance berbasis IT, dan penyelidikan mendalam yang dilakukan secara simultan dan berkesinambungan merupakan kebutuhan mendasar. Ribuan pelaku telah menjalani hukuman pengurungan dipenjara. Beberapa bahkan sudah dieksekusi mati.

Walaupun demikian, sangatlah disadari bahwa pendekatan keras semata tidaklah bijak dan tidaklah efektif  dijadikan satu-satunya cara untuk mereduksi dan menghilangkan radikalisme terorisme.  Mereka para pelaku itu adalah manusia. Mereka punya rasa, asa dan karsa.  Tentu selain penegakan hukum yang tegas, diperlukan pula pendekatan lunak yang komprehensif baik melalui pendekatan sosial, agama, psikologis maupun ekonomi. Empati dan simphati perlu dikembangkan untuk mereduksi radikalisme mereka.

Pendekatan lunak merupakan tindakan pendekatan korektif holistik.  Guna penyadaran persepsi Ideologi yang keliru dan menyimpang. Kegiatannya adalah Deradikalisi. Sedang pendekatan lunak terkait pencegahan radikalisme terhadap kelompok rentan terpapar paham kita sebut kontra radikalisasi, yaitu serangkaian kegiatan yang hanya terfokus menyasar pada komunitas rentan terpapar.

Di samping itu yang tidak kalah pentingnya adalah mengidentifikasi hubungan antar sel yang sudah teridentifikasi dengan organisasi teroris kekinian. Serta bagaimana proses radikalisasi diri. Bagaimana pula pada akhirnya fenomena self radicalisation atau lonewolf ini pada akhirnya bergabung pada organisasi yang lebih besar.

  1. Menyusun Rencana Aksi Nasional Penanggulangan Ekstremisme Berbasis Kekerasan

Ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terorisme adalah serangkaian fakta yang kita bisa lihat dalam keseharian kita saat ini. BNPT sebagai badan yang membidangi ini telah menyususn rencana aksi nasional yang disebut RAN PE. Terdapat 4 (empat) pilar dalam RAN itu yakni ; Pencegahan, Deradikalosasi, Penegakan Hukum dan Penguatan Legislasi, serta Kemitraan dan kerjasama Internasional. Subtansi RAN ini telah sejalan dengan keinginan Resolusi Sidang Umum Majelis Umum PBB nomor A/RES/70/291 Yang mendorong negara-negara anggota PBB untuk menyusun National Action Plan of Action on Preventing Violenf Extremism sebagai upaya global dalam menanggulangi ekstermisme berbasis kekerasan dan juga whole of goverment and whole of society approach dalam menanggulangi ekstremisme berbasis kekerasan yang mengarah pada terrorisme.

  1. Perlunya Mensinergikan Kementerian dan Lembaga

Karena Pemerintah telah memiliki badan yang secara khusus menangani terorisme, maka badan itu harus mensinergikan kinerja kementerian yang di dalam tugasnyanya ada keterkaitan dengan upaya penanggulangan terorisme. Hal ini tentu sejalan pula dengan surat keputusan Menkopolhukam RI no 42 tahun 2018. Sinergi kelembagaan ini menjadi sangat penting agar penanggulangan terorisme tidak lagi berjalan secara parsial. Berbagai lembaga dan kementerian mempunyai program yang bersinggungan dengan penangangan terorisme. Persinggungan ini harus disinergikan agar tidak terjadi overlapping peran dan program. Di sinilah peran dari BNPT sebagai leading sector mempunyai peran strategis dalam rangka mengoordinasikan potensi yang ada.

  1. Membangun dan Memaksimalkan Forum Komunitas

Sebagai salah satu upaya pencegahan penyebaran radikalisme terorisme di daerah, BNPT membentuk Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) yang tersebar di 32 Ibu kota provinsi di Indonesia. Pembentukan FKPT memiliki tujuan untuk membantu BNPT dalam berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan lokal serta melaksanakan program terkait pencegahan terorisme di daerah. FKPT memiliki tugas untuk menyebarluaskan kontra propaganda ideologi radikal, menggalang sikap proaktif masyarakat untuk ikut terlibat dalam pencegahan terorisme, serta melakukan upaya rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi dalam rangka deradikalisasi di daerah.

  1. Membangun Jembatan Rekonsiliasi antara Eks Napi dan Korban

 Pada 26 Februari sampai dengan tanggal 1 Maret 2018  Indonesia telah mencatat sebuah peristiwa besar dengan dipertemukannya dua pihak yakni korban terorisme  dan mantan pelakunya dalam suatu forum besar.  Kegiatan diberi tema ” Silaturahmi Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia” dalam rangka mempertemukan mantan narapidana terorisme dan korban aksi terorisme. Pertemuan ini memiliki tujuan untuk menunjukkan culture of forgiveness serta untuk mendekatkan para mantan narapidana terorisme dengan pihak korban sehingga menciptakan perdamaian antara kedua pihak.

Sebanyak 124 mantan teroris dari 600 lebih eks narapidana teroris dan 51 korban aksi terorisme dalam Silaturahmi Kebangsaan tersebut dipertemukan. Selanjutnya ada 124 narapidana teroris menyatakan bergabung dengan BNPT untuk menjadi agen perdamaian guna menyebarkan pesan damai pada masyarakat umum ataupun masyarakat yang rentan terpapar paham radikalisme.

  1. Melibatkan eks Napiter dalam Membangun Narasi Ideologi Negara itu Benar Adanya

Dalam upaya pelaksanaan program deradikalisasi di luar lapas serta pemberdayaan masyarakat negara  telah berhasil membantu eks narapidana dalam pembangunan pesantren sebagai wadah praktis bagi pelaksanaan kontra radiklisasi.  Untuk mempermudah program dibuatlah Tempat Pendidikan Al-qur’an (TPA) dan Masjid yang dibina langsung oleh mantan napi teroris. Ada dua Pesantren, yakni ;  Pesantren Al Hidayah di desa Sei Mencirim, Deli Serdang, Sumatera Utara, yang dibina langsung oleh Khairul Ghazali dan Pesantren Baitul Mutaqien di desa Tenggulun, Lamongan, Jawa Timur, yang dibina dan pimpin langsung oleh Ali Fauzi di bawah payung LSM Lingkar perdamaian.

Sekilas dapat dijalaskan bahwa Pesantren Al Hidayah  di Sei Mencirim saat ini memiliki santri sekitar 20 orang yang merupakan anak-anak mantan teroris dan Pesantren Baitul Mutaqien  Lamongan telah memiliki murid peserta didik sekitar 60 orang. Pembangunan kedua Pesantren tersebut bertujuan untuk meningkatkan rasa kebangsaan di kalangan para santri dan upaya untuk menghindarkan marginalisasi keluarga mantan teroris dari masyarakat.

  1. Merekrut Anak Muda Blogger Menjadi Duta Damai Millenial

Program kontra radikalisasi yang dilakukan oleh BNPT telah merekrut l756 pemuda-pemudi generasi millenial di 12 (dua belas) provinsi di Indonesia. Mereka direkrut menjadi Duta Damai Dunia Maya yang berperan untuk menyebarkan pesan-pesan damai, persatuan, dan kesatuan bangsa di masyarakat baik di dunia maya maupun di masyarakat luas.

  1. Pemanfaatan Peace Media Center

Penyebaran konten dan pesan radikal yang mengarah pada tindakan terorisme di dunia maya sangatlah masif. Guna menangkal propaganda tersebut di dunia maya, BNPT membentuk unit kontra-radikalisasi yaitu Media bernama Pusat Media Damai (PMD) yang tugas pokoknya adalah melakukan monitoring dan analisa perkembangan propaganda radikal di dunia maya serta membuat konten-konten kontra propaganda dengan Peace narative contens.

Saat ini PMD mengelola berita-berita yang bersifat kontra naratif di berbagai platform media sosial.  PMD juga mengelola portal-portal kontra naratif via;  jalandamai.org dan damailahindonesiaku.com . Peran lain adalah membina jaringan komunitas pemuda Duta Damai di beberapa provinsi. Hasilnya sub komunitas tersebut akhirnya  menjadi relawan kontra propaganda. Mereka juga diharapkan punya  kapasitas menyebarkan pesan perdamaian di dunia maya. Melakukan penggalangan dan membangun jaringan dengan media mainstream untuk turut melakukan upaya kontra propaganda yang dilakukan secara masif.

Saran Pada Negara Tetangga dan Kawasan

  1. Belajar dari negara tetangga. Pepatah mengatakan pengalaman adalah guru yang paling baik. Negara yang mengalami sendiri suatu kejadian yang mengerikan, menakutkan, membuat situasi negaranya kacau, masyarakatnya terteror, ke depan negara tersebut akan lebih waspada dan alert pada persoalan yang sama. Dalam menangani terorisme mungkin Indonesia berada di posisi depan. Indonesia mengalami serangan bertubi-tubi pada sebelum tahun 2000 dan pasca tahun 2000. Bahkan jauh sebelumnya, di kawasan Asean mungkin Indonesialah yang paling menderita secara materiil dan in materril. Indonesialah yang banyak kehilangan warganya karena serangan bom. Dan Indonesia dalam menghadapinya tidaklah sendiri. Indonesia banyak belajar dari negara tetangga yang merasa empati dan simpati dan turut membantu teknis. Sehingga Indonesia sangat yakin bahwa kerjasama antar negara adalah sebuah keharusan
  2. Pemberian akses seluas-luasnya untuk bertemu narapidana terorisme. Kesempatan oleh negara tertentu terhadap membesuk, interview warga negara Indonesia yang ditangkap di negaranya adalah kunci sukses untuk mengungkap jaringan teroris di kedua negara. Indonesia pernah diberi akses oleh Filipina untuk bertemu anak Dulmatin, Muhamad Faiz, Baihaki dan Zulkifli yang telah mampu menguak hubungan MILF dan JI.
  3. Sharing informasi. Sudah jamak dilakukan oleh Indonesia terhadap negara-negara tetangga dan sahabat lainnya untuk selalu melakukan pertukaran informasi dan data sebagai bagian penting dalam kerjasama penanggulangan terorisme.
  4. Peningkatan Capacity building dengan bergabung dan mengikuti latihan bersama di negara sahabat akan membuat aparat Indonesia kian terampil. Di indonesia tempat itu betada di JCLEC Akpol, Semarang.
  5. Aktif dalam Forum lokal, regional dan global. Indonesia sebagai sebuah negara tidak akan mampu menangani sendiri persoalan terorisme. Untuk itu, Indonesia sangat aktif dalam berbagai forun kawasan dan Internasional. Indonrsia telah meratifikasi beberapa regulasi PBB

Itulah Indonesia. Sekalipun leading dalam menangani terorisme. Tetaplah senantiasa rendah hati.

Semoga bermanfaat