Rakor Aparat Penegakan Hukum di Kalteng untuk Antispasi Ancaman Tindak Pidana Terorisme

Rakor Aparat Penegakan Hukum di Kalteng untuk Antispasi Ancaman Tindak Pidana Terorisme

Palangkaraya – Ancaman aksi terrorisme masih menjadi momok besar di negara manapun, tak tekecuali di Indonesia. Hal yang perlu diwasapadai dari ancaman terorisme adalah sel diam dari jaringan kelompok terror. Sel diam ini setiap saat berpotensi melakukan aksi terorisme, walaupun Kalimantan Tengah (Kalteng) relatif aman, tetapi ancaman sel tidur harus terus di waspadai.

“Salah satu bentuk antisipasi tersebut adalah dengan kerjasama secara intensif antar penegak hukum agar sel tidur tersebut tidak tumbuh apalagi sampai berkembang,” ujar Kepala Badan Intelijen Daerah (Kabinda) Kalteng Brigjen Pol. Urip Widodo pada acara Rapat Koordinasi Antar Aparat Penegak Hukum yang digelar Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di wilayah Kalteng di Palangkaraya, Rabu (24/4/2019).

Berbeda dengan Widyaiswara Madya Sespimti Polri, Brigjen Pol. Ibnu Suhaendra, S.Ik. yang pada paparanya menyampaikan peta dan jaringan terorisme secara global terkait situasi internasional perkembangan organisasi terorisme. Menurutnya salah satu hal yang harus di waspadai adalah pola komunikasi jaringan teror yang ada di luar negeri dengan yang ada di di Indonesia, misalnya saja Bom Thamrin terjadi karena ada perintah dari organisasi teror yang ada di Suriah dan Irak.

“Pemerintah juga perlu untuk mengantisipasi program-program kelompok ini dengan berbagai bentuk cover di tengah masyarakat misalnya mengatasnamakan Pendidikan dan atas nama agama,” kata Brigjen Pol Ibnu Suhaendra.

Dilain hal Kasubdit Pra Penuntutan Direktorat Tindak Pidana Terorisme dan Lintas Negara Kejaksaan Agung, Anita Dewayani, SH, MH. Mengatakan, karena pola dan metode terorisme semakin dinamis, acak dan semakin sulit diidentifikasi dengan ciri-ciri tertentu maka aparat penegak hukum juga semestinya memiliki pengetahuan perkembangan aksi tindak pidana terorisme dalam rangka menguatkan penanggulangannya. Misalnya pola rekrutmen secara online di media social seharusnya di antisipasi dan di identifikasi dengan bukti-bukti elektronik dalam proses penuntutan.

“Untuk aparat penegakan hukum ketika mempersiapkan dokumen-dokumen penuntutan seharusnya juga dibekali dengan pengetahuan perkembangan perkembangan aplikasi teknologi yang digunakan oleh kelompok teror atau pelaku teror tersebut. Karena di dalam aplikasi tersebut mengandung bukti-bukti melalui jejak digital yang dapat dijadikan bahan penuntutan,” kata Anita.