Putus Rantai Penyebaran Paham Radikal di Perusahaan, Karyawan harus dibekali Pengetahuan tentang Indikasi dan Gejalanya

Jakarta – Upaya pencegahan paham radikal terorisme di lingkungan perusahaan swasta merupakan salah satu langkah untuk memutus mata rantai terorisme di Indonesia. Karena terorisme ini terjadi dimulai dengan pengaruh paham dan ideologi radikal yang menyasar siapapun atau kelompok-kelompok yang rentan dan bahkan tidak menutup kemungkinan karyawan perusahaan swasta pun juga dapat terpengaruh paham radikal terorisme tersebut.

Hal tersebut dikatakan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Komjen Pol. Dr. Boy Rafli Amar, MH, dalam sambutannya saat membuka acara menggelar Sarasehan dan Seminar Pencegahan Online bersama Perusahaan Swasta. Seminar yang mengambil tema “Langkah Praktis Pencegahan Radikalisme Di Lingkungan Perusahaan Swasta” digelar pada Kamis (9/7/2020) siang ini.

Seminar ini diselenggarakan Subdit Kontra Propaganda pada Direktorat Pencegahan di Kedeputian I bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi bekerjasama dengan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia.

“Karena itulah, sejak dini para karyawan dan masyarakat secara umum harus dibekali pengetahuan tentang indikasi, gejala dan langkah praktis dalam mencegah penyebaran paham dan ideologi radikal ini yang bisa menyasar kepada siapapun, bahkan tidak menutup kemungkinan karyawan perusahaan swasta bisa juga terpengaruh paham radikal tersebut,” kata Kepala BNPT, Komjen Pol. Boy Rafli Amar.

Lebih lanjut Kepala BNPT menjelaskan bahwa radikalisme sebagai suatu paham berpotensi mendorong pada aksi kekerasan dan terorisme yang telah menggunakan berbagai pola penyebaran dan rekrutmen. Hal ini sangat penting diketahui oleh pemegang kebijakan di lingkungan kerja sebagai panduan untuk menilai dan mengawasi lingkungan kerja masing-masing.

“Dalam banyak kasus di lingkungan kerja, fenomena radikalisme ini banyak memanfaatkan ruang-ruang terutup dan aktifitas ekslusif yang sulit dideteksi dan diawasi. Selain itu, gejala radikalisme di lingkungan kerja juga acap kali memanfaatkan kegiatan keagamaan untuk menanamkan doktrin ekslusif, intoleran dan anti perbedaan,” ujar mantan Wakil Kepala Lembaga Pendidikan dan Latihan (Waka Lemdiklat) Polri ini.

Karena itu menurut alumni Akpol tahun 1988 ini, fenomena ini harus segera dikenali, dipahami dan diberikan porsi perhatian serius oleh para pemegang kebijakan di lingkungan kerja. Karena jika tidak, fenomena ini sangat mengganggu terhadap budaya korporasi yang sehat yang menanamkan kerjasama dan kebersamaan.

“Karena kalau ini dibiarkan dapat merusak pemikiran para karyawan di perusahaan tersebut. Dan yang paling membahayakan bahwa radikalisme ini akan merusak pandangan ideologi dan wawasan kebangsaan karyawan sehingga karyawan tersebut bisa-bisa memilih jalan kekerasan untuk melakukan aksi teror. Itu tidak boleh terjadi,” ujar mantan Kapolda Papua ini

Kepala BNPT kembali menjelaskan bahwa terorisme adalah manifestasi tindakan yang dihasilkan oleh paham dan pemikiran yang radikal. Terorisme sendiri muncul karena didorong oleh keterpengaruhan seseorang dari paham dan ideologi radikal.

“Karena itulah dalam Undang-Undang Nomor 5 tahun 2018, istilah terorisme sebagai suatu paham dan ideologi selalu disebut dengan istilah “radikal terorisme”. Sementara salah satu upaya untuk memutus mata rantai itu disebut dengan kontra radikalisasi di masyarakat yang dianggap rentan terpengaruh paham tersebut,” ucap mentan Kepala Divisi Humas Polri ini

Untuk itulah Kepala BNPT kembali enegaskan bahwa tidak ada tendensi untuk menaruh curiga apalagi menuduh adanya radikalisme di lingkungan perusahaan swasta. Nnamun, upaya pencegahan ini berangkat dari kesadaran bahwa tidak ada satupun masyarakat yang imun dari pengaruh paham radikal dan ideologi kekerasan.

“Jangankan karyawan dan pegawai perusahaan, di lingkungan TNI, Polri dan ASN pun sangat rentan dari pengaruh paham ini. Tidak sedikit fakta yang berbicara tentang keterpengaruhan para pegawai di lingkungan pemerintahan yang sudah terpapar dari paham radikal, intoleran teror,” ucap mantan Kapolda Banten ini.

Namun demikian menurut Kepala BNPT, persoalannya adalah bukan di mana mereka ini bekerja tetapi sejauh mana individu dan masyarakat memiliki daya tahan atau resiliensi dan daya tangkal atau resistensi yang kuat dalam menghadapi pengaruh paham ini. “Karena itulah, upaya pencegahan harus dilakukan bersama-sama untuk membentengi masyarakat khususnya di lingkungan kerja dari pengaruh ideologi kekerasan dan paham radikal,” tutur Komjen Boy Rafli.

Kepala BNPT sangat yakin bahwa penguatan ideologi dan wawasan kebangsaan, penghargaan terhadap kearifan lokal dan wawasan keagamaan yang moderat di kalangan karyawan merupakan daya tahan dan daya tangkal yang kuat dalam menghadapi fenomena radikalisme. Rapuhnya wawasan kebangsaan, menipisnya pengetahuan kearifan lokal dan menguatnya pemahaman keagamaan yang tekstual dan dangkal merupakan kerentanan yang melekat dalam diri seseorang dan kelompok yang harus diwaspadai sejak dini.

“Karena itulah, bapak-ibu hadirin dari jajaran Direksi, HRD dan pemegang kebijakan di lingkungan kerja harus mempunyai langkah-langkah strategis dan taktis dalam mencegah penyebaran paham radikal di lingkungan masing-masing. Di tengah kesibukan lingkungan kerja harus ada langkah yang praktis dan efektif tanpa menimbulkan kegaduhan dan menggangu iklim kerja,” ujar peraih gelar Doktoral bidang Komunikasi dari Universitas Padjajaran Bandung ini.

Untuk itu Kepala BNPT berpesan agar di lingkungan kerja harus ditumbuhkan rasa kebersamaan, kepekaan dan kepedulian terhadap gejala radikalisme yang tidak saja menjadi ancaman di lingkungan kerja, tetapi secara umum terhadap persatuan dan kedaulatan bangsa ini. Dalam hal ini tentu sebagai sebuah solusi tiada lain adalah senantiasa untuk meningkatkan penguatan falsafah negara, ideologi Pancasila yang merupakan karya agung dari para pendiri bangsa ini.

“Yang mana tentunya para pendiri bangsa yang juga didalamnya terdiri dari para ulama-ulama besar kita, tokoh-tokoh nasionalis, proklamator kita yang harus dapat kita yakini dan lestarikan nilai-nilainya. Kita harus yakin bahwa ideologi Pancasila merupakan jalan tengah keberagaman bangsa kita dari sudut pandang suku, agama, ras dan golongan yang membuat kita harus dapat untuk hidup berdampingan secara damai, penuh dengan semangat toleransi,” kata mantan Kabid Humas Polda Metro Jaya ini

Kepada para pimpinan perusahaan yang mengelola perusahaan-perusahaan besar, Kepala BNPT juga meminta agar perusahan yang memiliki karyawanberagam latar belakang harus dapat disatukan dalam kebersamaan dan mengantisipasi kemungkinan adanya pengaruh paham-paham radikal intoleran, radikal terorisme yang begitu massif menyebar luaskan propagandanya melalui media saosial.

“Kita harus membangun dan mengupayakan agar tradisi penggunaan media sosial di ruang public dan dunia maya harus dapat kita pastikan bersama digunakan dengan penuh rasa tanggung jawab, disertai dengan suatu itikad yang baik, dan tentunya tidak mengupolad atau menybarluaskan, mendesiminasikan naarasi-narasi yang mengarah terjadinya diintegarasi bangsa, terjadinya perpecahan, terjadinya konflik social dan juga hal-hal yang tidak sejalan dengan nilai-nilai luhur Pancasila,” ucap mantan Kapolrestabes Padang ini mengakhiri

Seperti diketahui, acara seminar ini diikuti pula oleh Ketua Umum Kadin Indonesia, Rosan P. Roeslani, MBA, Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Muhammad Cholil Nafis, Lc., MA., Ph.D dan Direktur Pencegahan BNPT, Irjen Pol. Ir. Hamli, ME, sebagai narasumber. Acara ini diikuuti perwakilan Direksi Perusahaan Swasta, Kepala HRD Group Perusahaan, Pengurus Kadin Indonesia dan Pengurus Asosiasi dari berbagaii Perusahaan.