Prediksi Terorisme Asia Tenggara: Burma sebagai Ancaman Baru Setelah Filipina

Dalam tulisan saya sebelumnya tentang ISIS Semakin Dekat: Kalkulasi Ancaman Teroris Filipina ke Indonesia telah diuraikan bahwa Filipina telah menjadi ancaman terdekat dalam konteks terorisme di Indonesia. Ancaman terorisme dari Filipina saat ini ditandai dengan bersatunya kekuatan-keuatan yang selama ini terpisah seperti Kelompok Maute, kelompok Abu Sayyaf serta turunan  dan pecahan MNLP. Abu Sayyaf yang semula dianggap hanya lebih fokus pada perompakan di laut dan mengkoleksi senjata, ternyata kini tokoh kerasnya Isnilon Tontoni Phapilon bahkan ditunjuk menjadi pimpinan ISIS yang berdomisili di Walayat (provinsi jauh ISIS).

Kekuatan kelompok teroris Filipina ini tidak bisa dianggap enteng. Modal 4 batalyon siap tempur, kemampuan basic capability pembuatan bom, menculik, membunuh dan eksekusi yang semula tiarap kini hidup kembali. Abu Sayyaf Group merupakan pioner dalam jaringan terorisme di Filipina. Gerakan ini lahir pada tahun 1989 oleh seorang yang cukup jenius yang pernah sekolah di Universitas Ummul Qura di Mekkah.  Selama 3 tahun kembali ke Basilan dan Zamboanga dan pernah menjadi pendakwah hebat. Pada  1984,  ia berangkat ke Afganistan via Lybia untuk membantu mujahidin Afganistan melawan infasi Rusia. Orang jenius tersebut bernama Abdul Rajjak Janjalani.

Dari berbagai sumber disebutkan bahwa Abdul Rajjak Janjalani ini mempunyai hubungan yang sangat lekat dan erat dengan sebuah gerakan fundamentalis Al islamic Tabliq yang ingin mendirikan “Theocratic State of Mindanao/MIS”. Prinsip yang dipakai oleh Abu sayyaff dikenal dengan “empat dasar Pembenaran Abu sayaff”. Cara- cara rekrutmen yang dipakai awalnya mereka merekrut dari kelompok MNLF yang kecewa sekitar 500 orang. Dan Tahun 2005 anggotanya berjumalah 200 sampai 300 saja yang dipimpin oleh Kadafi Janjalani.

Bagaimana dengan Indonesia ? Situasi Indonesia saat ini berbeda dengan Filipina yang sudah mempunyai basis gerakan di Mindanao. Terorisme di Indonesia masih merupakan ancaman yang laten yang dipedomani adalah ocehan Bahrun Naim yang sempat beredar yang berisi 4 (empat) pokok pikiran di antaranya; a) Untuk mentargetkan orang asing dan polisi b) Mengingatkan bahwa teror adalah seruan dari Rassullulah saw c) Adanya seruan untuk berjihad kepada singa-singa Indonesia d) Anjuran untuk membunuh target-target. Selain hal yang pokok ada anjuran yang paling rendah adalah untuk menawan yang tidak se-ideologi, menyerang secara bersama sama, mengamat- amati aktivitas pemerintah dan aparat penegak hukum.

Selanjutnya apa peran Malaysia? Di Malaysia pun ISIS sudah mulai hadir dan tampil. Hal ini bisa dilihat dengan keberadaan Muhhamad Wanndy Muhamad Jeddy di Katibah ISIS di suriah. Hal lain yang memperkuat peranMalasyia adalah berbagai kejadian selama seminggu (13-19 Januari 2017) di mana telah ditangkap seorang pemuda umur 31 tahun Warga Filipina, 2 orang Bangladesh serta seorang perempuan Malaysia di Sabah. Dalam peristiwa tersebut ditemukan fakta bahwa di Malaysia ada pemimpin ISIS yang berlatarbelakang dosen University of Malaya, Dr Mahmud Ahmad yang mempunyai hubungan erat dengan Isnilon Phapilon.

Apabila dalam tulisannya sebelumnya penulis menganggap Filipina saat ini sebagai ancaman terdekat, namun prediksi 5 tahun ke depan ISIS akan banyak bermain di Burma dengan asumsi sebagai berikut. Pertama, Burma sedang mengalami gejolak politik di mana pemerintahan yang baru mengalami konflik berat yang menjadi fokus perhatian PBB saat ini. Kedua, di Myanmar, gejala kekuatan separatisme yang masih kuat dengan adanya kelompok-kelompok pemberontak seperti RSO ( Rohingya Solidarity Organization), ARIF (Arakan Rohingya Islamic Front ), RNC ( Rohingya National Council) yang disempurnakan menjadi ARNC ( Arakan Rohingya National Council). Ketiga, terdapat kekuatan lain yang senantiasa ditekan oleh muslim garis keras di luàr,  yaitu RLA ( Rohingya Liberation Army) atau tentara pembebasan Rohingya yang menghendaki agar ARNO (Arakan Rohingya National Organization ) untuk menyatukan semua pemberontak di Burma.

Sementara itu, ARNO sendiri telah menghubungi KNPP ( Kareni National Progressive party) untuk memindahkan pangkalan ke wilayah KNPP yang berada di perbatasan Thailand dan Burma. ARNO sebagai sebuah kekuatan besar berusaha menjadi aliansi DAB ( Diplomatic Alliance Burma) yaitu kelompok pemberontak Burma di perbatasan Thailand. Akan tetapi, KNPP dan DAB juga menolak walaupun aliansi militer di antara mereka telah terbentuk.

Dengan melihat beberapa fakta tersebut, kenapa Burma layak diperhitungkan sebagai ancaman terorisme di kawasan Asia Tenggara? Apabila kita melihat dalam perspektif jaringan global, ARNO tidak bisa dilepaskan dari hubungan yang kuat dengan al-Qaeda. Begitu pula beberapa gerakan Rohingya juga berafiliasi dengan al-Qaeda. Dan tidak bisa disangkal bahwa a-Qaeda telah mencancapkan cabang di Myanmar. Individu dalam gerakan Rohingya mempunyai akses dan kontak langsung dengan harkatul jihad al-Islami sebagai underbow al-Qaeda di Bangladesh. Selain itu, isu sentral yang mulai beredar bahwa orang-orang Timur Tengah sangat tertarik dengan wanita Budha.

Pertanyaan berikutnya, seberapa penting Burma dalam jaringan terorisme global? Pimpinan al-Qaeda, Syeikh Ayman al-Zawahiri telah meminta muslim garis keras di berbagai negara seperti Pakistan, Bangladesh, India dan Myanmar. Al-Qaeda yang mempunyai cabang di beberapa negara di Pakistan, Yaman, Checnya, Afrika dan Syam. Kekuatan ISIS tersebar dan yang terkuat ada di Bangladesh. Bangladesh sendiri berbatasan langsung dengan Burma. Fakta tersebut cukup untuk diajdikan variable-variable yang dapat memprediksi Burma sebagai salah satu ancaman terorisme di kawasan Asia Tenggara.

Burma memang belum menjadi ancaman terdekat, kalah dengan pamor ancaman dari Filipina pasca terbentuk walayat di bagian negara tersebut. Ancaman dari Filipina tentu lebih besar mengingat beberapa kelompok telah bersatu dan berbaiat pada ISIS. Sementara gerakan terorisme di Burma yang berkiblat pada al-Qaeda masih dalam posisi ancaman laten mengingat sepak terjang al-Qaeda yang mulai melemah secara global.

Meskipun demikian, bukan berarti prediksi ancaman dari Burma kita pandang sebelah mata. Ancaman terorisme di Burma ibarat api dalam sekam. Bisa dibayangkan apabila ISIS dan Al-Qaeda bersatu dan bersama-sama menggarap Burma sebagai lahan perjuangan. Burma telah memiliki akar radikalisme yang kuat. Di situ juga ada potensi konflik agama yang kuat dengan hadirnya isu diskriminasi muslim Rohingya yang bisa dimainkan sebagai sumbu sentimentasi keagamaan yang dapat menumbuhkan proses radikalisasi yang cepat di tengah masyarakat. Konflik berbasis agama akan cepat menjadi sumbu radikalisme sebagaimana pengalaman Indonesia dalam konflik Poso dan Ambon.