Peserta Regenerasi Duta Damai Jabar diberikan materi mengenai Bahayanya Paham Radikal Terorisme dan upaya Pencegahannya

Bandung – Hari pertama pembukaan pelatihan Regenerasi Duta Damai Dunia Maya 2020 regionalJawa Barat (Jabar) yang mana para peserta terdiri dari kalangan Programmer IT, Blogger/penulis dan Digital Komunikasi Visual/DKV langsung diberikan materi mengenai pengenalan tentang bahayaya ideologi terorisme dan upaya pencegahannya.

Materi tersebut diberikan oleh mantan narapidana kasus terorisme Sofyan Tsauri yang diberikan usai pembukaan yang digelar di salah satu Hotel di Bandung, Selasa (24/11/2020) malam. Sementara materi berikutnya tentang Pencegahan Paham Radikal Terorisme melalui Kearifan Lokal disampaikan oleh Ketua Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Provinsi Jabar, Yaya Sunarya, SH, MM, pada Rabu (25/11/2020 )pagi.

Sofyan Tsauri selaku pemateri pertama dalam kesempatan tersebut memberikan pengetahuan mengenai bahayanya penyebaran Paham Radikalisme Terorisme yang ada di masyarakat pada saat ini, apalagi jika dibungkus dengan motif agama. Menurutnya, orang beragama, dimana semakin dia belajar agama maka dia tidak akan berpikir untuk membunuh atau menyakiti seseorang

“Betul kata Imam Syafii, kalau kita belajar 1/3 agama kita cenderung sombong, kalau kita belajar 2/3 agama makin banyak yang tidak kita ketahui, makin kita belajar agama secara utuh maka kita akan semakin takut,” ujarnya.

Lebih lanjut Sofyan pun mencontohkan apa yang pernah diucapkan KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang biasa disapa Gus Baha. Dimana Gus baha mengatakan, orang-orang alim kadang suka tidak percaya diri dan suka bingung karena banyak referensi dan banyak ilmu yang dia punya, sehingga kalau dihadapakan pada persoalan mereka akan mencari referensi dari berbagai sumber.

“Yang mana orang yang memiliki banyak ilmu itu tentunya dia tidak melakukan sesuat dengan gegabah, banyak pertimbangan. Sementara orang untuk menjadi ekstrim tidak perlu berpikir secara ribet, tidak perlu melalui proses yang berat,” ujar pria yang pernah menjadi anggota Polri itu.

Menurut Sofyan, pada hari-hari ini kita disuguhi oleh fenomena yang mana banyak anak-anak muda yang baru melaksanakan pesantren kilat sehari hingga dua hari keluar sudah seperti ulama yang mengatakan ‘ini boleh, ini tidak boleh’. Kalau melihat persoalan tersebut cenderung melihat mendapat yang ekstrim.

“Menurut hasil penelitian, sudah ada sekitar 3.500 orang teroris sejak bom malam Natal sejak tahun 2001 sampai 2020 ini. Dimana kebanyak dari mereka ini adalah orang-orang yang jargonnya selalu mengatakan ‘Kembali pada Al Quran’.

“Padahal kita tidak bisa belajar agama secara otodidak. Tentunya harus ada waktu yang panjang untuk menjadi ustad/ulama. Memang kita wajib berdakwah, tetapi jangan sok tahu, jangan sok berfatwa, apalagi terkait dengan urusan darah kaum muslimin,” ujarnya.

Menurutnya, di jaman sekarang ini banyak sekali kaum muda bangsa ini yang terpengaruh provokasi dan tidak tahu belajar agamanya darimana. “Kalau ikut majelis taqlim, ikut halaqoh lalu keluar dari kelompok itu dan kalian jadi benci saudara-saudara yang tidak sepemahaman dengan kalian itu sudah tanda-tanda. Untuyk itu, kalian harus meninggalkan kelompok itu,” ujarnya.

Untuk itu Sofyan pun meminta para peserta pelatiham Duta Damai Duni Maya untuk terus berperan aktif menyebarkan narasi perdamaian dalam upaya pencegahan paham radikal terorisme, untuk mereduksi penyebaran narasi-narasi kekerasan, hoaks ujaran kebencian yang tersebar melalui dunia maya.

“Sebagai Duta Damai adik-adik harus terus mengampanyekan perdamaian, karena hari-hari ini banyak orang yang belajar agama malah jadi error. Karena pada dasarnya agama itu mengajarkan kebaikan. Tidak ada pertentangan antara ilmu agama dengan Islam itu sendiri. Kita bisa secara bersamaan mencintai negeri ini tapi juga mencintai Islam,” ujarnya Sofyan Tsauri memberikan pesan kepada para peserta yang hadir.

Sementara itu Ketua FKPT Jabar, Yaya Sunarya, SH, MM, mengatakan bahwa gerakan radikalisme terorisme telah merongrong bangsa ini dari masa ke masa. Karena kelompok radikal terorisme ini sudah melaksanakan aksinya sejak era orde lama, orde baru bahkan pada saat era reformasi seperti sekarang ini.

“Tidak ada strategi tunggal yang mereka jalankan, kelompok radikal ini selalu beradaptasi dengan dinamika di tingkat regional, nasional dan global,” ujar Yaya Sunarya.

Untuk itu menurutnya disinilah pentingnya adanya kesadaran kolektif dari semua komponen untuk saling mewaspadainya adanya gerakan teror yang berawal dari inteloransi lalu kemudian mengarah pada radikalisme dan persekusi yang ujungnya pada aksi terorisme.

“Pada saat ini apalagi di era digitalisasi kita sama-sama lihat semakin marak terjadi narasi – narasi yang berpotensi radikal. Dan itu masih menjadi bagian dari kehidupan sosial yang ada di masyarakat kita ini yang tentunya sangat berbahaya bagi persatuan bangsa kita ini,” ujarnya.

Dijelaskannya, narasi–narasi yang bermunculan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tersebut tentang militansi yang dapat menanamkan kebencian kepada orang lain, narasi keterancaman dan teori konspirasi ada juga narasi umat yang diperlakukan tidak adil, dan intoleransi terkait sentiment keagamaan.

“Dari hasil riset, motif aksi teror yaitu ideologi, agama, solidaritas komunal mentalitas, balas dendam, situasional dan separatisme,” katanya.

Menurutnya, tindakan terorisme penyebab utamanya adalah paham radikal ideologi yang terlanjur ada dalam benak yang mempercayai paham ini. Faktor lain seperti kemiskinan, kesenjangan sosial, ketidakadilan dan dendam.

“Paham radikal ini bisa menerpa siapa saja dari berbagai kalangan, birokrat, lulusan pendidikan kedinasan bahkan aparat keamanaan Negara pun semua bisa terpapar

Dikatakannya, sebab-sebab terjadinya radikalisme, terorisme, separatisme ini dikarenakan pemahaman agama yang dangkal dan cita-cita ideologi lain diluar Pancasila. Selain itu juga adanya kesenjangan ekonomi, persaingan antar negara yang tidak ingin membuat Indonesia maju.

“Akibat radikalisme, terorisme, separatisme adalah merusak nilai-nilai toleransi, merusak nilai akar budaya,” katanya .

Untuk itulah FKPT Jabar memandang penting dalam melakukan pencegahan paham radikal dan terorisme melalui Jabar Masagi. Yang mana Jabar Masagi adalah program pendidikan karakter bagi pelajar untuk membekali masyarakat Jabar dengan nilai-nilai baik yang selaras dengan cita-cita Jabar Juara Lahir Batin.

“Grand desain Jabar Masagi menekankan pada nilai pendidikan karakter dan mengembalikan pendidikan budi pekerti yang bisa berdampak pada akhlak sosial yang mengandung keluhuran nilai-nilai kearifan lokal,” katanya.

Ia mengatakan, pendidikan karakter itu tentunya yang sesuai kebutuhan dan konteks budaya dari masing-masing wilayah di Jawa Barat. Hal ini sebagai pijakan jati diri dengan keterampilan abad 21 untuk kemajuan generasi muda Jawa Barat ke depan

:Dalam melaksanakan pencegahan paham radikal terorisme melalui program Jabar Masagi tentunya harus melibatkan unsur pemerintah, baik itu dari Pemda, BNPT dan FKPT sendiri. Selain itu juga ada pelibatan dari para akademisi, pengusaha, masyarakat yang terdiri dari ormas, LSM, komunitas, mahasiswa, pelajar dan sebagainya,” ujarnya mengakhiri.