nusantaranews.co

Perangi Kejahatan Pendanaan Terorisme, Indonesia Segera Jadi Anggota FATF

Jakarta – Indonesia segera bergabung dalam satuan tugas internasional untuk memerangi kejahatan pencucian uang dan pendanaan terorisme atau Financial Action Task Force (FATF) bakal terwujud. Lembaga yang dipimpin Juan Manuel Vega-Serrano segera memproses keanggotaan Indonesia dengan dukungan 37 anggota FATF, seperti Amerika Serikat, Inggris, Singapura, dan Malaysia.

FATF merupakan satuan tugas yang dibentuk negara-negara anggota Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) untuk memerangi kejahatan pencucian uang di tingkat internasional dan pendanaan terorisme. Dalam rangkaian pertemuan G20 di Baden-Baden, Jerman pada Maret lalu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani menyampaikan keinginan Indonesia bergabung menjadi anggota FATF.

Seperti dikutip dari keterangan resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Senin (3/7/2017), Vega-Serano secara resmi telah menyampaikan dukungan terhadap keinginan Indonesia yang akan bergabung melalui surat kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani tertanggal 29 Juni 2017.

“Saya senang untuk menginformasikan kepada Anda (Sri Mulyani) bahwa keinginan Indonesia menjadi anggota FATF ini mendapatkan dukungan bulat dan Sidang Pleno menyepakati bahwa keanggotaan seharusnya terbuka untuk Indonesia,” kata Vega-Serrano dalam petikan surat yang dikutip dari keterangan resmi Kemenkeu.

Menyikapi hal itu, Kelapa Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kemenkeu, Nufransa Wira Sakti, menyambut baik keputusan FATF di Valencia. Pihaknya juga berkomitmen memenuhi semua persyaratan yang dibutuhkan, termasuk dengan menyelesaikan proses Mutual Evaluation Review (MER), sebagai bukti kepatuhan Indonesia terhadap rezim antipencucian uang dan pendanaan terorisme.

Kemenkeu akan melibatkan 15 kementerian dan lembaga untuk melengkapi hal-hal yang masih perlu dilakukan terkait pelaksanaan MER pada November 2017. Keanggotaan FATF Indonesia dinilai memiliki arti strategis. Karena FATF adalah suatu forum kerjasama antarnegara yang bertujuan menetapkan standar global rezim antipencucian uang dan pendanaan terorisme, serta hal-hal lain yang mengancam sistem keuangan internasional.

“Sebagai salah satu kekuatan ekonomi besar dunia, yang juga merupakan anggota G-20, sudah selayaknya Indonesia berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan strategis yang dapat menentukan sistem keuangan internasional. Indonesia juga memiliki nilai positif dalam hal memajukan aspek regulasi, koordinasi dan implementasi dalam rezim anti pencucian uang dan pendanaan terorisme,” kata Nufransa.

Kemajuan Indonesia dinilai signifikan karena telah memiliki Undang-Undang No. 8/2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, UU No. 9/2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme, maupun penerbitkan Peraturan bersama mengenai Proliferasi senjata pemusnah massal.

Di tingkat internasional, Indonesia adalah anggota aktif dalam The Egmont Group, Asia-Pacific Group on Money Laundering (APG), termasuk menggiatkan serangkaian kerjasama Financial Intellegence Unit (FIU) Indonesia dengan FIU negara-negara lain. Indonesia juga berkontribusi bagi komunitas internasional dengan menyusun Regional Risk Assessment on Terrorism Financing yang pertama di dunia, menginisiasi National Risk Assessment on Money Laundering/Terrorist.

Dengan bergabungnya Indonesia sebagai anggota FATF, maka negara ini akan menjadi setara dengan negara-negara maju dalam memerangi secara aktif tindak pidana pencucian uang dan pendanaan terorisme. Hal ini tentu saja akan berpengaruh terhadap meningkatnya kredibilitas Indonesia sebagai negara yang bermartabat di mata dunia internasional.