Peneliti AS Sebut Pandemi Covid-19 Tingkatkan Ancaman Terorisme

Washington – Pandemi virus Corona yang kini melanda dunia diprediksi tak hanya menghantam aspek finansial dan ekonomi suatu negara. Lebih mengerikan, wabah Covid-19 dinilai bisa meningkatkan aksi kekerasan, terkhusus ancaman terorisme.

Prediksi tersebut diungkapkan oleh dua peneliti Amerika Serikat, Nisha Bellinger (Universitas Boise State) dan kyle Kattelman (Universitas Fairleigh Dickinson).

Lewat artikel di The Conversation, Rabu (26/5/2020), mereka menjabarkan bagaimana kemiskinan dan kelaparan akibat pandemi Covid-19, meningkatkan ancaman terorisme di negara dunia ketiga seperti Asia dan Afrika.

Bellinger dan Kattelman mengatakan bahwa mayoritas negara Asia dan Afrika kekinian belum siap menghadapi pandemi Covid-19 yang secara brutal merobohkan aspek perekonomian mereka.

Runtuhnya ekonomi suatu negara, dikatakan bakal mengurangi kemampuan pemerintah untuk memberikan akses makanan dan kesehatan yang cukup bagi warganya.

Situasi itu dinilai menjadi celah bagi kelompok-kelompok teroris untuk menyebarkan ideologinya. Orang-orang yang terdampak kemiskinan dan marah terhadap pemerintah dinilai lebih mudah untuk direkrut sebagai anggota.

“Dalam banyak kasus, organisasi teroris melakukan apa yang pemerintah jarang melakukannya yaitu memberi orang makanan dan uang yang mereka butuhkan untuk bertahan hidup,” tulis laporan tersebut.

Konflik politik, cuaca ekstrim, dan guncangan ekonomi sudah kerap terjadi di negara-negara berkembang bahkan sebelum pandemi Covid-19 menghantam dunia.

Pada 2019, sekitar 55 negara di wilayah Afrika, Amerika Latin, dan Timur Tengah dan Asia telah berada dalam krisis pangan. Pandemi Covid-19 memperparah hal itu, lantaran menyebabkan krisis di sektor politik dan ekonomi.

Krisis yang terus berlangsung, membuat negara-negara berkembang bakal menghadapi masalah serius. Disamping berusaha memperbaiki aspek ekonomi, mereka harus memberi makan warganya demi menjaga perdamaian.

Konflik yang telah terjadi bertahun-tahun di Nigeria dengan organisasi Boko Haram sebagai biang keladinya bisa menjadi contoh.

Negara-negara dengan sistem keamanan lemah dan tak mampu memantau wilayahnya secara keseluruhan, membuat kelompok teroris leluasa membangun basis.

Lockdown dan pembatasan sosial di Nigeria menjadi contoh bagaimana pandemi Covid-19 pada akhirnya menimbulkan konflik sosial. Krisis ekonomi akibat lockdown, membuat gelombang protes muncul di Abuja.

Orang-orang frustrasi dengan respons pemerintah dalam menangani pandemi dan ketidakmampuannya menyediakan makanan penting bagi semua yang membutuhkannya.

Boko Haram, organisasi teroris berbasis di Nigeria, kekinian memanfaatkan situasi tersebut untuk merekrut anggota baru.

Bellinger dan Kattelman menulis bahwa Boko Haram kini mulai meningkatkan perekrutan di kalangan pria muda untuk melakukan penyergapan, penculikan dan pemboman di wilayah tersebut.

Upaya-upaya ini menghasilkan kekerasan baru di seluruh wilayah Danau Chad, di mana serangan Boko Haram baru-baru ini terhadap militer Nigeria menewaskan 47 orang.