Mengenal Sosok Aman Abdurrahman: Sepak Terjang dan Kegagalan Konsep Amaliyah

Dari Pembantu Dosen Hingga Juragan Donat

Setelah rangkaian teror yang diduga melibatkan seorang tokoh penting dalam jaringan ISIS di Indonesia seperti bom bunuh diri di Kampung Melayu, Bom Sarinah Thamrin, Bom Gereja Samarinda, Penyerangan Markas Kepolisian Daerah Sumatera Utara, Penyerangan terhadap polisi di Bima  Nusa Tenggara Barat. Rangkaian teror yang terakhir pun seperti kerusahan di Rutan Kelapa Dua, bom bunuh diri di Surabaya, Bom Sidoarjo serta Serangan terhadap Personil di Markas Polda Riau pada awal Mei tahun ini telah melambungkan Rating berita tentang kekejaman Sosok Oman Rochman atau Aman yang bernama asli Abdurachman anak dari Bapak Ade Sudarma. Siapa sosok Aman Abdurrahman?

Dilihat dari tampilan fisik saat sidang maupun saat dia tampil di media, sebetulnya tidak ada hal yang begitu khusus apalagi menarik dari sosok Oman. Dengan tampilannya yang “Kucel”, dengan jenggot yang berantakan, rambut gondrong, dan dengan tutup kepala ala Afganistan yang dipasang apa adanya, lelaki kelahiran Sumedang tanggal 5 Januari 1972 ini kelihatan tampil dengan sangat percaya diri. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan Hakim selalu dijawabnya dengan tegas, tenang dan  dengan penuh rasa percaya diri. Penasehat hukum yang merupakan hak hukun dan sebagai kelengkapan sistem Peradilan bagi pesakitan pidana bukan kebutuhan mendasar baginya.

Lelaki yang terakhir beralamat terakhir di Jl. Bakti Abri Gang Adul, Kampung Sindang Karsa, RT/RW 03/08, kelurahan Sukamaju, Kecamatan Cimanggis Depok ini merupakan anak keempat dari delapan saudara. Aman memiliki dua anak lelaki dari hasil pernikahannya dengan wanita sekampung pujaan hatinya yang bernama Ratu Lina Rusliawati. Ia menikahinya pada tanggal 5 Juni 1999 di Kampung Cipanteneun, RT 01 RW 07, Desa Licin, Kecamatan Cimalaka, Sumedang.

Dari hasil penelusuran dan dialog dengan berbagai sumber, Penulis mendapatkan informasi bahwa sebetulnya Aman tergolong pemuda cerdas. Ia mendapat predikat akademis cumlaude saat lulus dari Lembaga Ilmu Pengetahuaan Islam dan Arab (LIPIA) di Salemba pada Tahun 1999. Pendidikan setingkat SMA dia selesaikan di Madrasah Aliyah Program Khusus (MAPK) di Ciamis tahun 1992, pendidikan SMP diselesaikan di Sumedang di Madrasah Sanawiyah Negeri (MTSN) tahun 1989 dan sekolah dasar dia selesaikan di SDN Cimalaka tahun 1986.

Setelah lulus kuliah dan menikah Oman menetap di Cimanggis, Depok. Tahun 1999 sampai bulan Mei 2000 dia menjadi tenaga mengajar di Pesantren Tahfidzh Al Quran Al hikmah dan sekaligus sebagai koordinator Kaderisasi Instrultur Al Quran bidang studi Menghafal Al Quran di Cirebon. Pada bulan Juni tahun 2000 sampai dengan April 2003 dia menjadi Imam Mesjid Al-Sofwa lenteng Agung Jakarta Selatan. Di tengah kesibukannya mensyiarkan Islam ia juga  menjadi Dosen Bantu di LIPIA selama setahun.

Pada bulan Mei dan Juni 2003, ia menjadi Kepala Pesantren Darul Ulum Ciapus Bogor dan Dosen di Akademi Dakwah Islamiyah di Leauwiliang, Bogor, Jawa Barat. Dan dari tahun 2003 sampai saat ditangkap (penangkapan pertama) dia bekerja sebagai Bandar Donat di Leauwililiang  dengan sistim bagi hasil. Ia memberikan modal kepada satu atau dua orang untuk membeli dan menjual donat dengan pembagian hasil 50% keuntungan.

Konsep Amaliyah yang Tidak Sempurna

Penerimaan sebuah konsep pemikiran antara seseorang dengan orang lain sangatlah berbeda-beda.  Lingkungan, keluarga, tingkat pendidikan serta siapa yang menggagas konsep itu adalah faktor utama seseorang menerima konsep atau tidak. Konsep pemikiran juga dipengaruhi oleh siapa yang menyampaikan. Artinya penanaman doktrin dari siapa atau gurunya siapa menjadi faktor penting bagi berhasilnya proses transfer pengetahuan.

Untuk mencari tahu kadar radikalisme Oman, beberapa hari yang lalu dalam sebuah diskusi Penulis bertanya kepada teman tentang makna “jihad”. Penulis bertanya pada dia karena Penulis anggap  teman yang satu ini sangat paham dengan sejarah Islam. Secara umum dia menjelaskan bahwa jihad berasal dari kata  dalam bahasa Arab ” judhun” yang berarti kekuatan dan “jahada” yang berarti usaha. Jihad adalah usaha untuk mencapai jalan kebenaran sesuai keyakinan dengan seluruh kemampuan dan kekuatan diri sendiri.

Dengan pengertian itu, temen saya ini mengingatkan bahwa sejatinya dalam Al Quran pengertian jihad hanya terbatas pada jihad melawan musuh yang nyata, jihad melawan setan, dan jihad melawan hawa nafsu. Tema jihad dan yang seakar dengannya hanya disebutkan sebanyak 41 kali yang dijelaskan di berbagai surah dalam Al Quran. Dalam penjelasannya ada yang tertera dalam bentuk fi’il (kata kerja) dan ada pula yang tertera dalam bentuk ism (kata benda). Dan tidak ada satupun kalimat yang membenarkan seseorang membunuh untuk meyakinkan dan memaksa orang lain untuk ikut dalam Idiologinya. Dosa besar katanya membunuh umat manusia ciptaan Allah swt yang lemah dan lengah tanpa perlawanan. Apalagi bunuh diri menggunakan bom.  Dia menjelaskan kalau memahami jihad secara sempit, maka konteksnya adalah “perang” dan membunuhi orang secara serampangan.

Dari persidangan ke persidangan yang mendudukkan Oman sebagai terdakwa ada beberapa keterangan yang dapat disimpulkan bahwa ia adalah orang yang sangat radikal. Bahkan ia merupakan sosok tokoh radikalis sejati.  Ada beberapa hal yang lepas dari pengamatan publik antara lain 1) bahwa Oman adalah orang yang beraliran atau berpaham Tauhid wal Jihad  yakni ideologi jihad yang muncul di Irak pada 2001, 2) fakta lain bahwa Oman adalah seorang salafi menjadi takfiri jihadi dilihat dari keinginan kuat dan kemampuannya yang telah menterjemahkan lebih dari 50 kitab karangan Abu Muhammad al-Maqdisi tokoh radikalis yang berasal dari Jordania, 3). pada akhirnya untuk mencapai cita-cita idiologisnya, Oman turut serta dalam pembentukan Jamaah Ansharut Tauhid (JAT) yang  pemimpinnya adalah Amir Jamaah Islamiyah (JI), Abu Bakar Baasyir.

Jika dilihat dari segi tampilan dan gayanya  Oman adalah penganut aliran salafi yang menganut ajaran Al-Sunnah wal Jamaah yang berpegang pada Kitab Allah dan Sunnah RasulNya sesuai dengan pemahaman As-Salaf Ash Shalih, yakni pemahaman yang dipegang oleh Rasullullah, para sahabat dan orang-orang yang mengikutinya (tabi’in). Kemudian beberapa teman Oman membuat kelompok kajian tauhid yang terdiri dari para sahabatnya seperti; Ferdiansyah alias Abu Haya, Syarif Hidayat, Andri Susanto alias Khalid yang rumahnya terbakar, Agus Susanto alias Mus’ab, Teguh alias Yakub, Edi alias Saad, Kamaludin, Hadi alias Ubaidah, Teguh alias Usamah, Ahmad Melani Kodrat, Ridwan, Ayub alias Daeng,  Amar alias Wedi.

Bergabung juga seorang yang bernama Harun yang pernah bertemu Aman menjelang akhir Ramadhan di Masjid Al Hikmah Tanjung Barat. Dari komunikasi dengan Harunlah timbul insiatif untuk menjadikan Harun sebagai  pelatih atau pembimbing kegiatan Amaliyah. Harun menyanggupi menyusun materi i’dad (persiapan) amaliyah yang berisi berbagai kegiatan seperti; latihan fisik, persenjataan, penyamaran dan peledakan. Khusus sang manajer (Oman) kepada kelompok ini dia  mengajarkan Ilmu Fiqih dan Ilmu Tauhid. Kelompok ini adalah murid setia yang tertutup serta ekslusif yang sangat rajin mengikuti pengajian Oman.

Setelah latihan di lapangan UI Depok, timbul ide untuk belajar membuat Bom sebagai bagian penting  dari i’dad.  Kemudian untuk kepentingan tersebut Harun dan Oman mepersiapkam pelajaran teori membuat Bom. Untuk permulaan, kepada kelompok eklusif ini mereka memberikan teori teori tentang bom secara umum saja.  Setelah secara teori dianggap cukup matang, maka  material bom mereka beli. Lalu, bagaimana cara mendapat uangnya?

Tentu karena Oman tidak cukup uang mereka mengumpulkan dengan cara  patungan. Bagi yang tidak mampu menyumbang cukup menonton  dan boleh ikut praktek dan  yang paling penting adalah memberikan dukungan mental dengan tidak membocorkan kegiatan. Bagi Oman kelompok ini adalah kelompok tertutup dengan pergerakan tertutup (Tanzim ziri). Oman pada setiap kesempatan selalu menjelaskan bahwa syarat yang disampaikan oleh Harun yang harus benar-benar dipatuhi untuk bisa mengikuti pelatihan menuju Amaliyah dan perang bagi jihadis sempurna yakni, 1). memiliki pemahaman tauhid yang baik, 2). bisa menjaga rahasia agar tidak bocor kepada ja’amah lain atau orang lain, 3). mempertimbangkan maslahat dan mudharat atau pertimbangan baik dan buruk.

Dijelaskan oleh Oman dalam persidangan bahwa untuk pelatihan teori kepada kelompok diberikan di rumah Syarif Hidayat. Jenis materi dan teori yang diberikan adalah latihan; 1). militer fisik, bongkar pasang senjata, peledakan atau cara peledakan dan penyamaran, 2). gerakan militer seperti loncat harimau, jalan monyet, jalan kucing dan koprol, 3). Cara-cara perlindungan diri dari pantauan dan penglihatan, dan 4). pelajaran khusus membuat bom rakitan yang terbuat dari bahan sulfur dan lain-lain.

Hal menarik bahwa kepentingan tanzim ziri dalam proses pembelajaran tidak boleh ada catatan. Kalaupun ada catatan, setelah itu harus dihancurkan. Kecuali dua orang yang ditunjuk untuk kepentingan evaluasi saja. Adapun rencana dan praktek yang akan dibuat adalah perakitan Bom Api dan Bom Ledak.  Khusus untuk  Instruktur i’dad ini ditunjuk Harun. Untuk persiapan membuat bom maka Harun menginstruksikan untuk mencari Potasium, arang batok, belerang dan sedotan limun. Kemudian dengan sangat hati-hati dan tertutup mulailah mereka mempraktekan teori yang sudah mereka pelajari bersama.

Saat mencoba membuat bom api itulah, bom kemudian tiba-tiba meledak dan menyambar sebagian rumah.  Karena memang sudah diincar dan diikuti lama oleh aparat, akhirnya Oman ditangkap. Ia ditangkap untuk pertama kalinya pada tanggal 21 Maret 2004 saat mereka sedang panik memadamkan kobaran api akibat kebakaran yang sebabkan oleh bom api di rumah tempat dia mengontrak. Rumah tersebut adalah milik mertua  sahabatnya Andri Susanto alias Khalid yang bernama ibu Sugeng di Jl. Bakti Abri Gang Adul Kampung Sindang Karsa Rt 03/08 Kelurahan Sukamaju Kecamatan Cimanggis, Depok.

Kebakaran hebat itu diakibatkan karena bom yang dirakitnya meledak secara prematur. Banyak media kala itu menyebutnya sebagai “bom prematur” bahkan koran asingpun menyebutnya sebagai “premateur home made bomb“.  Dalam rangkaian penangkapan itu, Oman tidak sendirian.  Dia ditangkap bersama beberapa sahabat yang lain dalam kelompok tanzim ziri mereka seperti Ferdiansyah alias Abu Haya, Syarif Hidayat, Andri Susanto alias Khalid yang rumahnya terbakar, Agus Susanto alias Mus’ab, dan Teguh alias Yakub.

Itulah sekilas perjalan Oman Rachman alias Aman Abdurahman alias Oman sang Pentolan ISIS Indonesia, sang juragan donat. Begiitulah ia memiliki konsep amaliyah sebagai konsep yang tidak sempurna dan gagal. Tidak sempurna karena pemahamannya bertentangan dengan ajaran Islam yang sesungguhnya. Gagal karena telah terbongkar sebelum amaliyah itu dilakukan. Namun, atas berbagai ketidaksempurnaan dan kegagalan konsep amaliyah tersebut, Oman telah berhasil memberikan doktrinasi kuat terhadap pengikutnya. Ia merupakan ideolog handal yang mampu meyakinkan pengikutnya. Kekuatan doktrinal itulah yang Penulis kira telah banyak menginspirasi berbagai kejadian teror di Indonesia.

Pelajaran pentingnya bahwa sesungguhnya kekuatan terorisme ke depan bukan sekedar aksi, tetapi sejatinya ideologi. Oman menjadi salah satu contoh figur yang mampu memberikan doktrin kuat untuk pelaksanaan amaliyah. Dan kalau kita bisa kedepankan hati nurani, kejadian di Surabaya di mana sekeluarga melakukan aksi bom bunuh diri itu sudah sangat meyakinkan bahwa kekuatan ideologi seperti apa yang mampu merubah bapak dan ibu rela mengorbankan anak-anaknya.

Semoga bermanfaat