Mencermati Peran Penanggulangan Terorisme Indonesia di Kancah Global

Saya sangat menyadari dan meyakini dengan ” haqqul yaqin” bahwa tugas yang saya jalani di Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai Direktur Pencegahan selama ini di samping sebagai amanah, tetapi juga sebagai ibadah. Walau tugasnya dapat dikatakan relatif ringan jika dibandingkan dengan peran para petugas yang langsung berkaitan dengan “do process of law” seperti Densus 88 AT dan TNI, tugas yang saya emban lebih pada pendekatan lunak seperti dialog, ceramah, working group, focus group discussion dan seminar. Namun,  bagi saya ini adalah bagian dari ibadah yang tulus saya jalani. Ini adalah dunia jihad saya. Walaupun tidak bisa dikalkulasikan dengan deretan angka, tapi saya yakin pencegahan yang dilakukan di direktorat saya cukup berhasil.

Kini dengan wacana yang lebih luas saya kembali akan meneruskan jihad dan ibadah untuk tugas yang baru. Saya menyebut jihad baru ini sebagai pencegahan terorisme dalam konteks yang lebih global. Ya Allah, berikanlah hamba kekuatan dan kemampuan dalam mengemban amanat yang baru ini.

Setiap saat mengawali tugas bangun tidur, setelah sholat subuh, sesuai kebiasaan, saya mencari berita yang terhangat terkait penanganan terorisme. Begitu pertama saya buka link berita, langsung ditemukan berita menarik pada laman detik.com yang bertopik; ” Tiga WNI yang diduga akan bergabung dengan ISIS sudah diberangkatkan ke Jakarta untuk pembinaan deradikalisasi di Mabes Polri”. Pernyataan ini disampaikan oleh Kabid 1 Humas Polda Bali AKBP Hengky Widjaja kepada detik.com pada Senin (24/4/2017).

Apa yang membuat berita pagi tersebut menjadi menarik, karena isinya sangat terkait dengan tugas baru jihad dan ibadah yang akan saya jalani. Tugas ini menjadi sangat besar karena tidak hanya berbicara terorisme domestik, tetapi juga keterkaitan antara lokal, regional dan global.

Terlihat Kecil di Dalam Negeri, Diapresiasi Besar oleh Dunia

Saat ini akan sangat sulit bagi pemerintah Indonesia, baik oleh Kementerian Luar Negeri, Kementerian Keuangan bahkan oleh PPAATK untuk melacak aliran dana teŕorisme di Indonesia. Kalau kita mundur pada kasus terorisme di Indonesia tahun 2016 dan 2017 ada beberapa kasus menonjol seperti kasus bom Jl. thamrin, kasus Polresta Solo, kasus Samarinda, kasus Cicendo, penangkapan Lamongan dan Tuban  yang kita identifikasi. Maka tidak mungkin pemerintah akan menemukan aliran dana terorisme melalui jejaring rekening dan akun perbankan. Para pelaku dipastikan kesemuanya mempunyai tingkat ekonomi yang sulit. Jangankan penya rekening “wah” untuk makanpun mereka sulit.

Hal yang sangat bertolak belakang dengan kasus Al Jamaah al Islmiyah seperti kejadian Bom Bali, JW Marriot, Kedubes Australia dan kasus-kasus lain yang melibatkan JI. Dari penelusuran Densus 88 AT saat itu telah ditemukan aliran dana dari Al Qaedah, Osama bin Laden melalui Khalees Syeh Muhamad, Arbaluci, Hambali via adiknya Gungun Rusman Gunawan sampai perbelanjaan 1,2 ton amunium nitrat di toko tidar Surabaya, sewa mini van dan berakhirnya beberapa ledakan yang sangat memporak-porandakan kehidupan bangsa. Dalam kasus tersebut, ada peran tokoh besar dengan dana yang besar terlibat. Aliran itu sangat jelas terlihat dari komunikasi surat elektronik mereka.

Kini, walaupun tidak bisa dianggap enteng, pelibatan aliran seperti itu tidak lagi terjadi. Sunguhpun demikian peran Indonesia dalam bentuk inisiasi dan fasilitasi tidak boleh dianggap sederhana. Berbagai upaya pencegahan telah dilakukan Indonesia dengan langsung mengimplementasikan butir-butir dalam setiap artikel Resolusi Dewan keamanan PBB Nomor 1267 (1999) dan 1988 ( 2011 ) dengan melakukan control terrorist  financing oleh PPATK secara ketat.

PPATK bahkan telah menandatangani MoU dengan Financial Intelligence Unit (FUI) dengan 48 negara untuk memperkuat rezim penanganan pencucian uang dan pendanaan terorisme. Seiring dengan posisi itu sebetulnya pada sidang pleno FATF di Bribane, Australia tanggal 21 sampai dengan 26 Juni 2016 Indonesia telah dikeluarkan dari list negara yang memiliki kelemahan strategis dalam rezim anti pencucian uang dan pemberantasan pendanaan terorisme yang merupakan hasil team  international review  oleh ICRG ( international coorporation Review Group. Partisipasi aktif lainnya dari pemerintah Indonesia ditunjukkan dalam bentuk komitment kontrol pendanaan teroris dalam Asia Pacific Group on Money Laundering ( APG -ML).

Satu hal lain yang tidak juga banyak diketahui oleh masyarakat nasional tentang betapa pentingnya posisis Indonesia adalah bidang capacity building. Sejatinya, banyak negara-negara di dunia ingin belajar dari Indonesia dalam peningkatan kemampuan aparat yang menangani terorisme global. Sedikitnya ada 70 negara yang pernah belajar di JCLEC,  Indonesia. Tercatat sudah 768 program pelatihan yang tergelar. Hasil didikan pelatihan tersebut saat ini berjumlah 18.398 orang. Pelatih dari Densus 88 AT, BNPT dan expert luar negeri berjumlah 4.385 orang.

Begitupun peran Indonesia yang mendukung masyarakat via Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB). Dalam berbagai kesempatan Indonesia sangat aktif menginisiasi dan memebrikan saran inovasi kepada PBB. Tanggal 8 dan 9 April tahun 2015 tercatat Indonesia menjadi tuan rumah untuk kegiatan workshop on capacity building and training for appropriate  management of violent extremist offender. Begitupun pada 12 dan 13 Agustus 2014, Indonesia menjadi tuan rumah Inaugural Meeting GCTF -DRWG. Indonesia juga dinilai banyak negara sangat aktif dalam Global Counter terrorism Forum (GCTF). Pada Southeast Asia capacity building working group ( SEAWG) Indonesia sebagai co-chair bersama Australia pada tahun 2011-2013, yang dilanjutkan dengan peran aktif sebagai co-chair dari detention and reintegration working group (DRWG). Begitupun peran Indonesia dirasakan dalam penguatan Violent Extremist offender di Lembaga Pemasyarakatan.

Selain isu-isu kerjasama Indonesia juga sangat konsen menanganai FTF yang dibuktikan dengan terlibatnya Indonesia sebagai co-sponsor resolusi Dewan Keamanan PBB 2178  (2014) berupa berbagai upaya penanganan, pencegahan rekrutmen, pencegahan pemberangkatan, pengawasan garis perbatasan, pertukaran informasi, inisiasi dan praktisi program rehabilitasi dan reintegrasi, serta melaksanakan regional workshop dan konferensi internasional.

Secara umum peran yang tidak kalah dominan dari indonesia adalah dalam rangka kerjasama regional dan bilateral. Ada beberapa peran Indonesia misalnya dalam United Nation Counterterrorism Implementation Task Force ( CTITF), terrorism prevention branch united nation office for drugs and crime ( TPB-UNODC), united nation counterterrorism executive directorate ( UNCTED). Tahun 2010 Indonesia pernah menjadi tuan rumah dalam workshop on regional implementation of the UN global counterterrorism focal points conference on addressing condition conducive to the spread of terrorism and promoting regional corporation di Genewa.

Apa yang membuat saya bangga dari peran aktif Indonesia di level internasional tersebut bahwa pertama; di antara 16 UN  Convention, Indonesia ternyata telah meratifikasi 8 di antaranya, walaupun upaya memperkuat hukum nasional masih terganjal. Kedua; Indonesia turut mengimplementasikan 4 pilar United Nation Global Counter Terrorism Strategy (UNGCTS) yang menjadi ruh penanggulangan terorisme di Indonesia. Implementasi yang sangat jelas dari proses akomodasi 4 pilar tersebut tergambar dari strategi penanggulangan terorisme yang diterapkan oleh BNPT. Ketiga, ternyata Indonesia adalah dipercaya menjadi Dewan Penasehat United Nation Counter Terrorism Center untuk tahun 2015 sampai dengfan 2018.

Dari berbagai peran dan kontribusi besar serta apresiasi masyarakat dunia terhadap Indonesia, patutlah kita berbangga sebagai bangsa Indonesia. Selain itu, dengan apresiasi tinggi tersebut sekaligus menjadi tantangan berat bagi saya pribadi dalam mengemban jihad dan ibadah baru dalam persoalan kerjasama internasional. Tugas ini memang tidak bersentuhan langsung dengan aspek pencegahan dan penindakan terorisme tetapi menjadi sangat penting karena sebagai garda depan wajah Indonesia di depan mata internasional.