Memotret Potensi Ancaman Terorisme dari Lingkar Perbatasan

(Catatan Kajian Ancaman Terorisme di Perbatasan)

Sanggau—Terorisme sebagai kejahatan transnasional selalu memanfaatkan titik lemah perbatasan sebagai pintu masuk ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kelemahan sektor perbatasan cukup kompleks mulai dari persoalan infrastruktur, SDM, demografis, kondisi geografis dan luasnya wilayah yang harus selalu diawasi. Selain faktor yang tampak tersebut, infrastruktur non fisik yang sangat penting adalah tata kelola antar instansi dalam pengelolaan perbatasan.

Kondisi perbatasan yang cukup rentan tersebut mendorong Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang diamanatkan sebagai leading sector penanggulangan terorisme membuat Standard Operasional Prosedur (SOP) Pengawasan Ancaman Terorisme di Wilayah Perbatasan. Hal tersebut sebagaimana dipaparkan oleh Kasubdit Pengawasan dan Kontra Propaganda, Dadang Hendrayudha, dalam kegiatan koordinasi dan sharing informasi dalam rangka kajian pemetaan ancaman terorisme di wilayah perbatasan di Aula Kantor Imigrasi Kelas II Entikong (13/04/2016).

Dalam pertemuan tersebut hadir beberapa instansi terkait dalam pengelolaan perbatasan seperti Kepala Imigrasi Kelas II Entikong, Perwakilan Bea Cukai Entikong, Kapolsek Entikong, Kapolsek Sekayam, Danramil Entikong, Danramil Sekayam, Kepala Desa Entikong serta tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh pemuda di kecamatan Entikong dan Sekayam.

Dalam sambutannya, Dadang mengutarakan bahwa maksud kedatangan Tim BNPT ke wilayah Perbatasan, Entikong adalah dalam rangka melakukan kajian dan pemetaan ancaman terorisme di wilayah perbatasan sebagai bagian implementasi SOP Pengawasan Ancaman Terorisme di Wilayah Perbatasan yang telah disusun pada tahun 2015. Menurutnya, sebagai implementasi SOP tersebut, BNPT ingin melakukan koordinasi dan sharing informasi dengan stakeholder terkait di perbatasan untuk mencari berbagai persoalan dan mencari solusi bersama dalam bentuk laporan kajian.

Beberapa instansi memberikan informasi permasahalan sekaligus saran bagi efektifitas pengawasan terorisme di perbatasan. Kepala Imigrasi Kelas II Entikong, Zulkifli, misalnya, mengurai persoalan lemahnya pengawasan perbatasan karena minimnya personel di Imigrasi untuk menangani padatnya lalu lintas orang setiap hari. Di samping itu, di Entikong belum ada area terbatas (restricted area) sebagai area steril yang diperuntukkan untuk pemeriksaan. Masih banyaknya orang yang tidak berkepentingan di sekitar border sehingga sulit mengantisipasi persoalan lalu lintas tersebut.

Kapolsek Sekayam juga menadahkan berbagai persoalan lain. Salah satunya misalnya Kecamatan Sekayam yang masih memiliki 10 jalan setapak yang bisa dilalui oleh roda dua dan pejalan kaki. Di 10 jalan ini banyak sekali masyarakat setempat melintas batas negara tanpa menggunakan pass lintas batas (PLB). Sulitnya memperketat lalu lintas tersebut dikarenakan persoalan kekerabatan dan saling percaya antar masyarakat di perbatasan.

Selain potensi ancaman lalu lintas orang, lalu lintas barang juga merupakan kekhawatiran tersendiri. Banyak sekali ditemukan penyelundupan barang ilegal seperti gula, kayu bahkan narkoba yang keluar masuk wilayah NKRI. Salah satunya sebagaimana dipaparkan oleh Gambuh, Komandan Batalyon Satgas Pamtas, kejadian pada Maret 2016 kemaren Satgas Pamtas TNI AD berhasil menangkap penyelundupan 2 kilogram narkoba jenis sabu-sabu.

Dalam pengalaman di Entikong, aktifitas terkait ancaman terorisme memang belum pernah terjadi. Selama ini memang belum pernah ditemukan kasus terkait ancaman terorisme di Entikong dan Sekayam. Namun, bukan tidak menutup kemungkinan selama ini telah ada aktifitas lalu lintas orang, barang, bahan peledak yang terkait terorisme yang belum terdeteksi.

Mengurai Masalah, Mencari Solusi

Kegiatan koordinasi dan sharing informasi tersebut merupakan rangkaian dari program kajian pemetaan ancaman terorisme di wilayah perbatasan yang dilaksanakan selama enam hari di Kabupaten Sanggau, yakni mulai dari tanggal 10-15 April 2016. Kegiatan ini merupakan implementasi dari SOP yang telah dibuat dalam bentuk pemetaan potensi ancaman, sharing informasi, koordinasi dan monitoring ancaman di wilayah perbatasan.

Entikong dipilih sebagai lokasi pemetaan karena banyaknya potensi kelemahan jalur darat yang rentan dimanfaatkan oleh jaringan terorisme. Selain Entikong, di Kabupaten Sanggau ini ada dua kecamatan yang berbatasan langsung dengan Sarawak, Malaysia, yakni Sekayam dan Entikong itu sendiri. Di Entikong telah terdapat gerbang perlintasan resmi sementara Sekayam hanya terdapat 2 pos penjagaan dari pihak imigrasi.

Selama enam hari, dimulai pada hari pertama tim BNPT yang terdiri dari gabungan lintas kementerian dan lembaga seperti Perwakilan Imigrasi, Bea Cuka, BNPP, BIN, BAIS, Intelkam serta dari BNPT melakukan sharing informasi di Badan Pengelolaan Perbatasan Daerah di Provinsi Kalimantan Barat. Perjalanan selanjutnya mengunjungi Kodim Kabupaten Sanggau untuk melihat dari aspek pertahanan perbatasan. Banyak sekali informasi yang didapatkan terkait persoalan perbatasan dari sisi pertahanan negara.

Pada hari berikutnya, 12 April 2016 tim BNPT melanjutkan pertemuan dengan Kapolres Kabupaten Sanggau untuk memotret perbatasan dari aspek keamanan. Beberapa persoalan keamanan di perbatasan tampak jelas tergambar dari paparan Kapolres Sanggau dalam pertemuan di Kantor Polres sanggau. Salah satu hal yang menonjol dari paparan Kapolres Sanggau adalah banyaknya titik rawan baik di Kecamatan Sekayam dan Entikong yang berupa jalan tidak resmi yang masih minim pengawasan.

Perjalanan hari ketiga, tim BNPT terjun langsung ke area perbatasan dengan melihat kondisi infrastruktur perbatasan, kondisi sosial, budaya, agama dan ekonomi masyarakat di sekitar perbatasan. Selama tiga hari hingga hari kamis (14/04/2016) tim menetap di Kecamatan Entikong untuk memotret persoalan perbatasan baik dengan observasi maupun wawancara dalam rangka mengurai persoalan perbatasan dari kerentanan ancaman terorisme.

Tujuan inti dari pemetaan ancaman terorisme di wilayah perbatasan ini adalah untuk memetakan persoalan, mencari faktor dan memberikan rekomendasi sebagai solusi dari persoalan kompleks di wilayah perbatasan. Kajian ini diharapkan mampu melahirkan solusi regulatif yang dapat mendorong efektifitas pengelolaan perbatasan sehingga dapat mengantisipasi ancaman terorisme di wilayah perbatasan.