Media Dakwah Harus Berperan Dalam Penanggulangan Covid-19, Pemulihan Ekonomi, Hoax, dan Radikalisme

Jakarta – Di era digitalisasi ini media massa tumbuh sangat cepat, terutama yang berbasis online. Tidak hanya media mainstream, media-media dakwah yang banyak bermunculan di dunia maya. Ini adalah kesempatan sekaligus tantangan bagi media dakwah untuk mengembangkan dan memperluas cakrawala dakwah islamiyah.

Pun di saat bangsa Indonesia menghadapi berbagai tantangan, media dakwah harus berperan dalam penanggulangan Covid-19, pemulihan ekonomi nasional, dan bisa menjadi alat utama bagi umat dalam menyaring hoax, serta melawan radikalisme.

Itu adalah kesimpulan dalam webinar bertajuk “Media Dakwah di Era Digital” yang diselenggarakan di Jakarta, Rabu (11/8/2021). Webinar via zoom yang bertepatan dengan peringatan Tahun Baru Islam 1443 H itu diselenggarakan DPR bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo).

Webinar ini diikuti 150 mahasiswa dari wilayah Sumatera Utara dan sebagian wilayah Jabodetabek menghadirkan Ketua Komisi 1 DPR Meutya Hafid sebagai keynote speaker, Tenaga Ahli Menkominfo Devie Rahmawati dan content creator Husein Ja’far Al Hadar sebagai pembicara.

Meutya Hafid mengatakan, berdakwah adalah sebuah keharusan bagi ulama atau kiai dengan materi-materi yang relevan dan up to date dengan isu yang hangat di masyarakat. Meski begitu, syiar keagamaan di ranah digital pada dasarnya telah memiliki aturan hukum yang sudah ada seperti di UU Penyiaran, UU Pornografi dan UU tentang ITE.

“Dimana isi siaran atau konten yang dilarang adalah yang bersifat fitnah, hoax, menghasut, menpertentangkan SARA, sekaligus konten yang merendahkan nilai-nilai martabat agama dan manusia Indonesia,” ujarnya.

Mantan penyiar Metro TV itu mengatakan pendakwah perlu beradaptasi di ruang digital untuk pemahaman literasi keagamaan dengan memperbanyak konten-konten digital beragama yang inklusif dan toleran.

“Literasi keagamaan diperlukan untuk tangkal radikalisme dan terorisme,” katanya.

Politisi Partai Golkar ini menilai keterlibatan kalangan Islam moderat dalam pertarungan wacana di media sosial akan memberikan harapan bagi Islam di Indonesia setidaknya dapat meminimalisir potensi radikalisme dan intoleransi terutama di kalangan anak-anak muda serta sekaligus mengembalikan benih-benih moderatisme dan inklusifisme beragama di Indonesia.

Tenaga Ahli Menkominfo, Devie Rahmawati mengatakan dakwah adalah bagian dari komunikasi umat, namun sayangnya saat ini acap kali ruang-ruang digital banyak diisi dengan berita informasi hoax atau palsu.

“Jadi bukan salah dakwahnya, tapi karena memang ruang-ruang digital itu dimanfaatkan oleh semua orang baik yang berpikir positif maupun berpikir negatif untuk menyebarkan informasi atau hal-hal yang mereka anggap penting,” kata Devie.

Sementara itu content creator, Habib Husein Ja’far Al Hadar mengungkapkan saat ini banyak orang yang mengisi dakwahnya melalui media sosial atau platform digital. Ia menilai banyak pendakwah yang secara base keagamaan sangat baik dan cakap, namun tidak cocok secara konteks misalnya saja soal materi konten yang tidak sesuai dengan usia audiens.

“Sehingga apa yang disampaikan baik dan benar secara agama namun tidak sesuai dengan konteks, ia berisi tuntunan tapi tidak menarik secara tontonan,” ujarnya.