Mantan Napiter: Pejabat dan Aparat Juga Rentang Teradikalisasi 

Jakarta Utara – Mantan narapidana terorisme, Sofyan Tsauri, menyebut tidak ada batasan lapisan di masyarakat yang kebal terhadap paparan radikalisme dan terorisme. Bahkan pejabat dan aparat keamanan sekalipun memiliki kerentanan yang sama untuk menjadi radikal.

Ini disampaikan Sofyan saat menjadi pemateri di kegiatan Penguatan Aparat Kelurahan dan Desa dalam Pencegahan Terorisme di Sunter, Kamis (13/9/2018). Kegiatan ini diikuti oleh 110 orang lurah, Babinsa dan Babinkamtibmas se-wilayah Jakarta Utara.

“Saya senang kalau diminta bicara di depan aparat, karena saya ini aparat, tapi dulu. Dulu saya anggota polisi, dan saya bisa menjadi teroris,” kata Sofyan mengawali penyampaian materinya.

Pelaku terorisme, lanjut Sofyan, memiliki beribu taktik untuk bisa merekrut masyarakat, mulai dari hanya bersimpati atas akasi-aksi yang dilakukan sampai bergabung ke dalam jaringan. Dia mencontohkan dirinya sendiri saat akhirnya terseret masuk ke dalam camp pelatihan militer yang berafiliasi dengan jaringan pelaku terorisme.

“Ketika Anda tidak bisa disentuh dengan cara kekerasan, disentuh dengan pelemahan nasionalisme, mereka (pelaku terorisme) masih memiliki pendekatan keagamaan untuk mempengaruhi. Tapi harus diingat, agama bagi mereka adalah kedok untuk membenarkan aksi-aksinya,” tegas Sofyan.

Pria yang ditangkap karena keterlibatan di camp pelatihan Bukit Jalin di Janto, Aceh, tersebut, menegaskan tidak ada ajaran agama yang membenarkan dilakukanya terorisme. Dia meminta masyarakat tidak mudah ditipu dengan penggunaan ayat-ayat kitab suci dalam propaganda terorisme. “Bagaimana mungkin terorisme bisa dibenarkan jika ajarannya saling membunuh. Kita yang Islam, yang saya yakin agama apapun juga mengajarkan, membunuh jaminannya adalah (neraka) jahanam,” tandasnya.

Sofyan meminta aparat kelurahan dan desa peserta kegiatan bisa semakin menguatkan bentengnya dari ancaman paparan radikalisme dan terorisme. Aparat kelurahan dan desa juga diminta membentengi masyarakat yang dipimpinnya dari pengaruh kejahatan tersebut.

“Tidak ada kaitan antara agama dan terorisme. Pemboman atau peledakan itu merupakan konflik sosial yg mempunyai kepentingan tersendiri, tidak ada hubungannya dengan ajaran agama,” pungkas Sofyan.

Kegiatan Penguatan Aparatur Kelurahan dan Desa dalam Pencegahan Terorisme di Jakarta Utara terlaksana atas kerjasama BNPT dan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) DKI Jakarta. Kegiatan yang sama sudah dan akan dilaksanakan di 32 provinsi se-Indonesia sepanjang tahun 2018. [shk/shk]