LPSK Serahkan Kompensasi Untuk 10 Korban Terorisme Tahun 2002-2018 di Sulsel

Jakarta – Pemerintah melalui Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) membayarkan kompensasi kepada keluarga dan korban terorisme sepanjang 2002-2018. Nilai santunan ini mencapai ratusan juta rupiah.

“Salah satu hal istimewa dari Undang-Undang ini (Undang-undang terorisme) adalah munculnya terobosan hukum yang membuka kesempatan bagi korban terorisme masa lalu untuk mendapatkan kompensasi tanpa melalui jalur pengadilan” ujar Wakil Ketua LPSK Maneger Nasution Jumat (22/1).

Dia mengatakan 10 korban yang mendapatkan kompensasi adalah korban tindak pidana terorisme masa lalu. Kesepuluh orang tersebut merupakan korban dari beragam peristiwa terorisme yang terjadi di Provinsi Sulawesi Selatan sejak tahun 2002.

Adapun peristiwa terorisme yang mereka alami adalah Bom McDonalds Makassar (2002), Bom Cafe Bukti Sampodo Palopo (2004), Bom Polsek Bontoala (2018) dan beberapa peristiwa penyerangan dan penembakan yang menyasar anggota kepolisian. Ada satu peristiwa terorisme yang terjadi di Solo, Jawa Tengah, namun korbannya berdomisili di Kabupaten Pinrang.

“Penyerahan perdana secara simbolis diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada 16 Desember 2020 di Istana negara, selanjutnya LPSK akan menyampaikan langsung ke setiap wilayah di mana korban berdomisili,” kata dia.

Total nilai ganti kerugian yang dikeluarkan oleh negara untuk sepuluh korban terorisme tersebut mencapai Rp 2.015.000.000. Untuk korban meninggal mendapatkan santunan Rp 250.000.000, korban luka berat Rp 210.000.000, korban luka sedang Rp 115.000.000, dan Rp 75.000.000 untuk korban luka ringan.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua LPSK Livia Iskandar mengatakan nilai kompensasi yang diterima tentu belum sebanding dengan penderitaan korban yang telah menanti selama belasan tahun.

“Namun, kehadiran negara saat ini diharapkan menjadi suntikan semangat baru bagi korban untuk melanjutkan hidup di masa yang akan datang” ujar Livia.

Salah seorang keluarga korban pemboman McDonalds Ratulangi 2002, Tina mengatakan anaknya yang bernama Krisnawati menjadi korban dalam peristiwa tersebut. Dia menyebut anak yang masih berusia 17 tahun saat itu tewas dalam kondisi mengenaskan.

“Anak saya meninggal saat malam takbiran. Dia pamit mau buka puasa terakhir dan betul itu buka terakhir dirinya,”.

Dia menyebut keluarganya telah mengajukan kompensasi ini sejak 3 tahun lalu atau sekitar 2017 kepada pemerintah. Keluarganya mendapatkan santunan sebesar Rp 250 juta.