Komponen Bangsa dan Masyarakat Harus Bersinergi Perangi Radikalisme Terorisme di Dunia Maya

Serang – Dalam upaya mencegah tumbuh kembangnya gerakan radikalisme dan terorisme melalui dunia maya tentunya diperlukan sinergitas bersama seluruh komponen bangsa dan negara bersama masyarakat. Hal ini diperlukan agar masyarakat tidak mudah terhasut ataupun terprovokasi terhadap propaganda yang dihembuskan kelompok radikal melalui dunia maya.

Hal tersebut diungkapkan Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Brigjen. Pol. Ir. Hamli, ME, dalam sambutannya saat membuka acara Literasi Digital sebagai Upaya Pencegahan Radikalisme & Terorisme di Masyarakat.

Acara ini digelar BNPT bekerjasama dengan Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi Banten melalui bidang Media Massa, Hubungan Masyarakat dan Sosialisasi. Acara yang mengambil tema “Saring sebelum Sharing” ini digelar di Hotel Le Dian, Serang, Banten, Kamis (22/3/2018).

“Selama ini BNPT terus berupaya melakukan pencegahan terorisme melalui dunia nyata dan dunia maya, karena disadari bahwa dalam dunia maya banyak informasi yang provokatif yang dapat menularkan faham radikalime dan terorisme. Kami percaya bahwa di provinisi Banten ini sendiri juga sangat tidak setuju dengan adanya gerakan radilisme dan terorisme,” ujar Brigjen Pol. Hamli.

Mantan Kabid Pencegahan Densus 88/Anti Teror Polri ini menjelaskan, yang dimaksud dengan literasi adalah kemampuan untuk membaca dan memikirkan sesuatu. Untuk itu melalui kegaiatan literasi digital ini mengajak seluruh komponen masyarakat yang ada di Banten untuk terus berupaya mencegah radikalime terorime.

“BNPT mengajak masyarakat untuk tidak mudah menyebarkan informasi-informasi yang tidak bermanfaat, apabila ada dari kita ini menerima informasi yang tidak benar dan tidak bermanfaat lebih baik dihapus atau dibiarkan saja. Jangan malah disebarkan lagi,” ujar alumni Sekolah Perwira Militer Sukarelawan (Sepa Milsukwan) ABRI tahun 1989 ini.

Lebih lanjut dirinya mengatakan bahwa dari hasil penelitian selama ini diketahui bahwa anak-anak remaja mulai dari tingkat SMP dan SMA telah mendapatkan faham radikalisme dan terorisme dari lingkungan sekolah itu sendiri. Penyebaran faham itu dilakulan baik melalui Kepala Sekolah, Guru dan almuni sekolahnya.

“Apabila ada Kepala sekolah yang melarang siswanya untuk hormat kepada bendera tidak boleh menyenyikan lagu indonesia raya, dapat diindikasikan kepala sekolah tersebut menganut faham radikalisme dan intoleransi,” ujarnya mengingatkan.
.
Dan para teroris itu sendiri menurutnya sangat senang apabila ada konflik yang mana penyebaran konflik itu bisa saja melalui penyebaran Hoax atau berita tidak benar, berita yang cenderung provokatif dan intoleransi.

“Untuk itu mari kita tanamkan pemahaman tentang penyebaran hoax, jangan asal shering berita sebelum jelas kebenarnya. Harus kita telaah terlebih dahalu,” ujar alumni Teknik Kimia Institut Teknologi Sepuluh Novmeber (ITS) Surabaya ini mengakhiri.

Sementara itu Wakil Ketua Dewan Pers, Ahmad Djauhar yang hadir sebagai pemateri dalam acara tersebut mengatakan bahwa selama ini intenet sudah menjadi kebutuhan hidup di kalangan masyarakat. Bahkan jumlah pengguna internet hampir dua kali lipat dari jumlah penduduk Indonesia.

“Media Digital Online atau Portal Berita harus terikat dan sesuai dengan UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, Kode Etik Jurnalistik. Yang mana isi beritanya harus berimbang, harus memiliki itikad baik, tidak provokatif, tidak cabul dan lain-lain. Itu sudah menjadi standar perusahaan pers. Kalau ada media yang menyebarkan konten provokatif, tentunya harus kita waspadai dan itu bukan media yang benar,” ujar Ahmad Djauhar.