Kepala BNPT Paparkan Fenomena Terorisme dari A-Z di Rumah Kebangsaan

Jakarta – Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komjen Pol. Drs. Suhardi Alius, MH, tidak pernah lelah memberikan pencerahan kepada seluruh lapisan masyarakat tentang fenomena terorisme baik di Indonesia maupun global. Hal itu dilakukan agar masyarakat memiliki resilience atau daya tahan terhadap penyebaran radikalisme negatif dan terorisme.

Bahkan di lingkungan kampus yang dinilai menjadi lahan subur penyebaran paham negatif ini, Komjen Suhardi sudah memberikan kuliah umum tentang penanggulangan terorisme di depan lebih dari 70 ribu mahasiswa baru dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia, baik negeri maupun swasta.Tidak ketinggalan para guru, dosen, guru besar, bahkan rektor, pun turut diberikan pemahaman tentang ancaman radikalisme dan terorisme.

Kamis (13/9/3018) di Jakarta, giliran komunitas masyarakat yang tergabung dalam forum diskusi Rumah Kebangsaan mendapat pemaparan detail dari A-Z tentang fenomena dan penanggulangan terorisme di Indonesia. Pada kesempatan itu, Komjen Suhardi memaparkan bagaimana para teroris ‘meracuni’ generasi bangsa dan bagaimana langkah BNPT dalam melakukan upaya-upaya pencegahan.

“Saya disini diundang Rumah Kebangsaan untuk memberikan presentasi apa yang bisa dikerjakan komunitas ini untuk membantu BNPT dalam rangka mensosialisasikan paham radikal dalam persepsi negatif yang berkembang di masyarakat, juga bagaimana kita bisa mengisi konten positif di dunia maya sehingga masyarakat punya resilience menghadapi dinamika global yang sangat luar biasa terkait terorisme,” ujar Komjen Suhardi Alius.

Rumah Kebangsaan adalah forum diskusi yang terdiri dari lembaga dan orang-orang yang peduli maraknya benih ekstrimisme dan terorisme yang mengancam persatuan dan kesatuan NKRI. Mereka terdiri aktivis HAM, influencer, pendidik, dan komunitas-komunitas kebangsaan di Indonesia.

Pada kesempatan itu, Kepala BNPT memaparkan berbagai fenomena terorisme yang kini tidak hanya menyerang orang dewasa maupun generasi muda, tetapi juga perempuan dan anak-anak. Selain itu, keberadaan media sosial di tengah kecanggihan teknologi informasi membuat ancaman terorisme itu begitu nyata.

Ia mencontohkan peristiwa teror bom bunuh diri yang dilakukan satu keluarg di Surabaya beberapa waktu lalu. Teror itu menjadi bukti betapa kejamnya penganut radikalisme negatif dan terorisme yang tega melibatkan perempuan dan anak-anak untuk melakukan bom bunuh diri. Begitu juga dengan rencana pengemboman Istana Negara yang akan dilakukan seorang mantan TKW yang akhirnya digagalkan Densus 88 di Bintara, Bekasi. Pelaku adalah mantan TKW di Hongkong yang dicuci otak Bahrun Naim.

“Doktrin kekerasan itu terus dimainkan, bahkan perempuan dan anak-anak pun dilbatkan. Ini harus kita waspadai karena itu sudah terbukti terjadi di Indonesia,” jelas mantan Kapolda Jawa Barat ini.

Selain itu, lanjut Suhardi, melalui media sosial semua konten berisi propaganda negatif juga dimainknan kelompok ini melalui gadget. Hal itulah yang mendasari BNPT beberapa waktu lalu meminta Menkominfo melarang (banned) aplikasi Telegram di Indonesia. Meski awalnya Menkominfo agak ragu membuat keputusan, akhirnya permintaan BNPT itu dikabulkan.

“Kita jangan takut karena Indonesia itu adalah pasar yang sangat besar. Bayangkan di Telegram sebelum dilarang dulu, ada 17 ribu halaman yang isinya bagaimana membuat bom dari alat rumah tangga dan bagaimana cara-cara melakukan aksi (amaliah). Masak ada hal semacam itu kita diam. Kenapa mesti taku, karena yang kita pertahankan adalah NKRI. Kita memang butuh teknologi informasi, tapi jangan juga merugikan negara kita,” tegas Suhardi.

Selain itu, Komjen Suhardi juga memaparkan berbagai upaya soft approach yang telah dilakukan BNPT. Bahkan dua pendekatan lunak (soft approach) dengan merangkul mantan teroris dengan mendirikan Yayasan Lingkar Perdamaian di Kampung Tenggulun, Lamongan, dan Pondok Pesantren Al Hidayah di Sei Mencirim, Deliserdang, telah mendunia dan banyak mendapat apresisasi internasional.

Forum diskusi Ruma Kebangsaan itu juga dihadiri Teten Masduki, Koordinator Staf Khusus Presiden, dan beberapa aktivis kebangsaan lainnya.