Jadikan Semangat Pancasila Untuk Saling Menolong dan Introspeksi Diri Hadapi Pandemi

Jakarta – Pancasila yang lahir pada 1 Juni 1945 adalah ideologi dan falsafah bangsa yang harus selalu dipegang bangsa Indonesia dalam menghadapi berbagai cobaan, termasuk di tengah pandemi virus Corona atau Covid-19. Semangat kebangsaan berupa persatuan, gotong royong, dan keadilan sosial, diyakini sangat efektif dalam membebaskan Indonesia dari virus Corona.

“Hari lahir Pancasila harus kita jadikan sebagai momentum introspeksidiri terkait keadaan yang terjadi saat ini. Artinya, dalam suasana pandemi ini mudah-mudahan umat Islam banyak melakukan introspeksi diri dan muhasabah agar lebih mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dan tidak lupa peduli kepada saudara-saudara yang lain yang terdampak ekonominya karena pandemi Covid-19 ini,” ujar Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Prof. Dr. KH. Ahmad Satori Ismail di Jakarta, Rabu (3/6/2020).

Satori mengatakan dengan semangat Pancasila, masyarakat dan pemerintah harus saling membantu dan bergotong royong melawan pandemi ini. Diharapkan masyarakat yang mampu ikut peduli kepada mereka yang terdampak ekonomi. Begitu juga pemerintah juga wajib mengulurkan bantuan kepada masyarakat yang terdampak.

“Dengan saling membantu dan bergotong royong Insya Allah kita sebagai bangsa bisa melalui pandemi ini,” jelas Satori.

Selain itu, Satori juga menyampaikan agar masyarakat mematuhi aturan yang telah dibuat pemerintah. Pasalnya, tanpa peran aktif masyarakat, pemerintah pasti tidak akan mampu memberantas Covid-19.

“Hal-hal yang masih harus diperhatikan masyarakat, seperti tidak melaksanakan salat jamaah atau salat Jumat di masjid untuk sementara waktu masih harus diikuti, apalagi yang wilayahnya masuk dalam zona merah Covid-19,” tutur Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) ini.

Satori juga mengingatkan agar masyarakat yang sudah terkena virus harus menjaga jarak dan yang belum terkena virus harus hati-hati menjaga dirinya sendiri. Untuk yang sudah terkena virus atau terindikasi terkena virus maka juga harus menjaga jarak atau orang yang tidak kena dan melakukan karantina mandiri. Untuk yang tidak kena harus hati-hati dan selalu menjaga diri dengan menerapkan protokol kesehatan seperti physical distancing dan menggunakan masker ketika keluar rumah.

Lebih lanjut, ia mendukung kebijakan new normal yang digagas pemerintah untuk mengatasi pandemi meski harus tetap memperhatikan aspek kesehatan.

“Saya kira kalau itu (new normal) diadakan, setiap orang harus tetap memperhatikan aspek kesehatan. Dan dalam kebijakan new normal setelah PSBB ini pemerintah wajib memberikan sosialisasi kepada masyarakat, agar meskipun sudah normal tetapi tetap tidak terkena virus Corona. Dan agar bangsa ini secara ekonomi bisa segera pulih dan ibadah bisa dilaksanakan seperti sedia kala,” kata anggota Dewan Syariah Nasional MUI itu.

Menurutnya kebijakan new normal ini, sosialisasi yang dilakukan harus dari pemerintah pusat sampai ke daerah agar masyarakat bisa paham dan menerapkan protokol kesehatan dikala new normal ini. Dengan adanya sosialisasi dari pemerintah pusat hingga daerah, masyarakat diharapkan jangan terlalu takut sehingga tidak mau keluar rumah untuk menjalankan aktifitas ekonomi. Pun sebaliknya terlalu berani menghadapi virus ini dengan keluar rumah tidak memakai masker.

“itu juga tidak benar kita waspada saja sehingga pemerintah perlu menyampaikan keadaan yang ada secara jujur apa adanya ke masyarakat,” terangnya.

Selain itu, Satori juga berharap agar ormas Islam dan para tokoh agama bisa turut berperan membantu pemerintah untuk membantu menjelaskan tentang new normal ini.

“Dengan peran para tokoh agama, masyarakat diharapkan bisa paham dan kembali menjalankan aktifitas ekonomi seperti sedia. Karena ketika tidak ada aktifitas ekonomi, negeri ini bisa hancur,” tukasnya.

Dari ekonomi, kata Satori, dikhawatirkan bisa berimbas kemana-mana seperti gangguan kriminalitas, dan gejolak sosial lainnya.