JAD, Kelompok Teroris Indonesia yang Senang Balas Dendam

Jakarta – Kapolri Jenderal Pol Tito Karnavian berkali-kali menegaskan rentetan ledakan bom di Surabaya dan Sidoarjo beberapa hari lalu adalah murni aksi kelompok teroris Jemaah Ansharut Daulah alias JAD. Kelompok ini melakukan serangkaian aksi teror sebagai bentuk balas dendam karena tertangkapnya pimpinan JAD, Aman Abdurrahman dan Zainal Anshori.

Menurut Tito, JAD adalah kelompok paham radikal yang senang balas dendam dengan memainkan aksi teror panas. Tiap kali ada anggotanya yang tertangkap Densus 88, mereka akan langsung menyusun rencana teror maut. Tito Karnavian yang mengklaim serangkaian serangan teror di Jakarta dan Surabaya merupakan “tindakan balas dendam” kelompok Jemaah Ansharut Daulah alias JAD.

“Aksi ledakan bom di Jawa Timur sepenuhnya dilakukan JAD yang didirikan Aman Abdurrahman. JAD adalah pendukung ISIS di Indonesia dan senang bermain panas untuk balas dendam,” jelas Jenderal Tito dilansir dari The Jakarta Post, Selasa (15/5).

Sebenarnya apa itu JAD? Kelompok ini berdasarkan banyak referensi didirikan tahun 2015 oleh 24 milisi asal Indonesia yang menyatakan sumpah setia kepada pemimpin ISIS, Abdu Bakr al-Baghdadi. Aman Abdurrahman yang dikenal sebagai sosok berkomitmen tinggi di kalangan kelompok paham radikal diangkat sebagai pemimpin spiritual JAD sekaligus pemimpin de facto semua simpatisan ISIS di Indonesia.

Pengangkatan Aman sebagai pimpinan JAD berdasarkan banyak pertimbangan. Selain punya komitmen kuat terhadap paham radikal, dia juga diketahui punya kemampuan agama yang mumpuni dengan predikat cum laude dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta.

Selain itu, Aman juga dikenal sebagai hafiz dan menguasai berbagai kitab fiqih. Dia juga punya kemampuan untuk menerjemahkan tulisan-tulisan berbahasa Arab dan sudah menelurkan buku seri materi tauhid yang jadi rujukan untuk program pembinaan kelompok paham radikal.

JAD pimpinan Aman mulai memunculkan namanya ke permukaan setelah melakukan aksi teror bom Sarinah di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, pada Januari 2016. Dalam aksinya ini, JAD mengombinasikan serangan bom bunuh diri dan serangan bersenjata. Empat anggota JAD dan empat warga sipil tewas dalam peristiwa tersebut.

Selain aksi teror bom Thamrin, JAD juga mendalangi sejumlah aksi terorisme lainnya di Indonesia. Pada akhir tahun 2016, JAD diduga kuat sebagai arsitek bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur. Seorang balita tewas dalam peristiwa itu.

Bulan Mei 2017, JAD kembali diketahui sebagai dalang aksi bom bunuh diri di Kampung Melayu, Jakarta Timur. Dalam peristiwa ini, tiga personel kepolisian tewas dan belasan lainnya luka-luka. Aman Abdurrahman akhirnya ditetapkan sebagai salah satu tersangka dalam kasus bom Kampung Melayu. Selain kasus bom Kampung Melayu, Aman juga diduga sebagai otak serangan teroris di Thamrin, Samarinda dan Medan.

Terhadap teror bom di Surabaya, keterkaitan JAD dengan peristiwa ini juga sangat kuat. Pada kasus pengeboman tiga gereja, salah satu pelaku bernama Dita Oeprianto diketahui adalah pimpinan JAD di Surabaya.

Dita tewas dalam ledakan bom di Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS). Istri Dita yang berinisial K tewas dalam ledakan di GKI Jalan Diponegoro bersama dua anak perempuannya. Sedangkan anak mereka berinisial YF dan FH meledakkan bom bunuh diri di Gereja Santa Maria Tak Bercela.

Kemudian keluarga lainnya yang melakukan bom bunuh diri ke Mapolrestabes Surabaya juga diketahui sebagai anggota JAD. Empat pelaku tewas dalam peristiwa ini. Lalu ledakan ledakan bom di sebuah rumah susun (rusun) di Sidoarjo juga melibatkan anggota JAD. Hanya saja ledakan bom di Sidoarjo bukan temasuk hasil aksi teror tapi murni kelalaian para teroris yang tak sengaja meledakan bom di rumah mereka.

Dari banyaknya rangkaian aksi teror yang sudah dilakukan JAD, terungkap juga adanya ciri khas yang terlihat dari aksi mereka. Ciri yang paling kentara adalah pola serangan yang terkoordinasi baik.

Tiga ledakan bom bunuh diri di tiga gereja di Surabaya yang cuma terpaut hitungan menit jadi bukti anyarnya. Sebelumnya pada kasus bom Sarinah Thamrin koordinasi serangan juga tertata baik dengan mengombinasikan serangan bersenjata dan bom bunuh diri untuk memunculkan kepanikan.

Sedangkan ciri khas kedua adalah menggunakan perempuan, meskipun baru sekarang serangan itu berhasil dibuktikan. Serangan bom bunuh diri di tiga gereja dan Mapolrestabes Surabaya jelas mengungkapkan hal tersebut.