Inovatif! BNPT Gunakan Sastra Untuk Cegat Terorisme

Maluku – Bahaya paham dan gerakan terorisme jelas bukan isapan jempol belaka, karenanya penanganan untuk ancaman ini perlu dilakukan secara serius dan terus menerus. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebagai lembaga yang berada di garda paling depan dalam penanganan ancaman terorisme terus melakukan inovasi dalam menanggulangi ancaman ini.

Salah satu inovasi yang dilakukan oleh badan negara ini adalah melibatkan insan sastra untuk ikut bersama-sama mencegah bahaya radikalisme dan terorisme. Hal ini seperti yang dilakukan oleh Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) di Maluku siang ini. Melalui dialog dengan tema “Sastra Cinta Damai, Cegah Paham Radikal,” BNPT gandeng komunitas seni budaya untuk cegah terorisme.
Ditegaskan oleh Direktur 1 bidang Pencegahan, Perlindungan dan Deradikalisasi BNPT, Mayjen TNI Abdul Rahman Kadir, unsure seni budaya, termasuk di dalamnya adalah karya sastra, dapat digunakan untuk mencegah perkembangan paham radikal-terorisme.

“Pencegahan paham radikal-terorisme dapat juga dilakukan melalui penyair dengan karya-karya seni sastranya, yang bila penyampaiannya dilakukan dengan tepat, dan sasarannya juga tepat, maka perkembangan kelompok pecinta kekerasan yang tidak suka dengan kedamaian dapat dicegah secara dini,” ujarnya siang ini di Maluku, Kamis (20/04/17).

Pada dialog yang digelar di Gedung Serba Guna Dinas Diknas Provinsi Maluku ini, sedikitnya 102 peserta yang berasal dari komunitas seni budaya se-Sumatera Utara, para Guru dan Pelajar setingkat SMA serta mahasiswa berkumpul untuk bersama-sama satukan tekad lawan terorisme.
Terkait dengan peran sastra dalam pencegahan terorisme, Deputi 1 BNPT menegaskan bahwa sastra berfungsi salah satunya untuk megembangkan rasa empati seseorang dalam proses pendewasaan diri untuk mencegah berkembangnya paham radikal.

“Sastra dapat membantu membuka nalar seseorang agar tidak melakukan suatu tindakan yang bertentangan dengan hukum. Kegiatan ini juga bertujuan untuk mengajak seluruh sastrawan, khususnya di Maluku untuk menyatukan bahasa guna menolak segala bentuk kekerasan atas nama apapun,” tegasnya.
Di akhir paparan, jenderal bintang dua ini menegaskan bahwa kekerasan dan terorisme tidak memiliki akar budaya di masyarakat Indonesia, karenanya keberadaanya harus ditolak.