Generasi Muda Harus Belajar Dari Sejarah Bangsa

Generasi Muda Harus Belajar Dari Sejarah Bangsa

“Presiden Soekarno: Jangan sekali-kali meninggalkan sejarah”. Itulah kata pertama yang keluar dari mulut Kepala Biro Umum (Karoum) Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen TNI Dadang Hendrayudha saat memberikan wejangan wawasan kebangsaan dihadapan para peserta Pelatihan Duta Damai Dunia Maya 2018 wilayah Kalimantan Timur (Kaltim) di Balikpapan, Selasa (24/7/2018).

“Perjalanan bangsa ini begitu panjang. Bahwa kalian ada disini berkat orang-orang dahulu, sehingga kalian bisa hidup enak, belajar dengan enak. Kita harus mensyukuri anugerah Allah SWT dengan bekerja keras untuk mendapatkan keberhasilan. Kita harus ingat sejarah agar kita tidak sombong. Saya bangga dengan kalian untuk sedikit berbuat pada bangsa dan negara. Tunjukkan bahwa kalian pemuda gagah berani demi untuk membangun NKRI,” papar Brigjen Dadang

Selanjutnya, dengan runut mantan Dandim Pacitan ini memaparkan berbagai permasalahan bangsa. Ia mengawali paparannya dengan mengajak para generasi muda agar bisa mengisi kemerdekaan dengan hal-hal positif demi persatuan NKRI serta kemajuan Indonesia di masa mendatang. Ia menjelaskan bahwa Indonesia sudah tiga kali mengalami integrasi. Pertama jaman Kerajaan Sriwijaya yang saat itu bisa menyatukan Nusantara, bahkan sampai ke Asia Selatan dan Indo China. Sayang setelah 70 tahun, Sriwijaya hancur karena tidak ada kepemimpinan yang kuat dan berwibawa.

integrasi kedua jaman Kerajaan Majapahit. Dibawah duet Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gajah Mada, Majapahit kembali menyatukan Nusantara. Masa itu dikenal dengan tekad Gajah Mada menyatukan Nusantara dengan Sumpah Amukti Palapa. Sayang Majapahit juga harus hancur berkeping-keping.

Integrasi ketiga jaman Belanda mulai menginjakkan kaki di Indonesia saat Cornelis De Houtman membawa rombongan VOC mendarat di Banten, tahun 1596. Meski awalnya berdagang, Belanda akhirnya menjajah di bumi Nusantara. Tapi Belanda sebenarnya tidak pernah menjajah Belanda, tapi menjajah kerajaan-kerajaan yang ada di Nusantara.

Perlawanan mulai muncul tahun 1928 dengan adanya Sumpah Pemuda. Saat itu, para pemuda Indonesia dari Jong Java, Jong Sumtera, Jong Celebes, Jong Ambon, dan lain-lain berkumpul untuk menyuarakan satu kesatuan yaitu satu bangsa, satu tanah air, dan satu bahasa yaitu Indonesia. Itu dilanjutkan dengan Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945.

“Meski telah merdeka, perjuangan mengusir penjajah terus dilakukan. Itu karena Belanda dan antek-anteknya ingin menguasai kekayaan alam Indonesia,” ujar pria berdarah Sunda kelahiran Singkawang

Selain itu, lanjutnya, perjuangan bangsa Indonesia menjaga kemerdekaan banyak mengalami pengkhianatan. Ada yang ingin mendirikan Negara Islam Indonesia, ada juga peristiwa G30S PKI. Belum lagi ancaman terorisme yang sampai sekarang menjadi ancaman besar bagi NKRI.

Dari serangkaian peristiwa sejarah itu, Dadang menyimpulkan bahwa NKRI kokoh berkat keberadaan Pancasila. Dan itu menjadi tugas dan kewajiban generasi muda untuk menjunjung tinggi dan mengamalkan Pancasila demi persatuan dan masa depan Indonesia yang gemilang.

“Lalu apakah siklus 70 tahunan itu akan terulang? Mudah-mudahan Presiden Jokowi bisa terus merekatkan kebhinekaan dan persatuan kita dalam bingkai Bhinneka Tunggal Ika,” harapnya.

Brigjen Dadang melanjutkan, bahwa Indonesia adalah negara yang gemah ripah loh jinawi. Sayang, saat ini citra Indonesia agak tercoreng dengan banyaknya kasus korupsi dan nepotisme. Tindakan itulah tanpa sadar yang sebenarnya merusak negeri ini. Selain itu bangsa Indonesia juga kehilangan jati diri sebagai masyarakat yang berbhinneka tunggalmika dengan banyaknya kelompok yang merasa paling benar dan tidak memiliki rasa kasih sayang antar bangsa. Akibatnya banyak konflik horizontal terjadi seperti di Poso dan Ambon. Juga sebagian ada oang yang otoriter dan berpikiran seperti Hitler dan Stalin.

“Mereka menganggap perbedaan pendapat selesaikan dengan demo, selalu paling benar. Mereka juga tidak santun, mudah emosi, saling menjelekkan, dan beranggapan aturan itu masa bodoh yang kepentingannya terealisasi. Apa masih ada yang memperhatikan NKRI?,” tanya Dadang.

Begitu juga dengan kemajuan teknolog komunikasi, saat ini banyak anak muda Indonesia yang beranggapn Pancasila kuno, ramah tamah hilang, masyarakat materialistis, dan adanya kultus individu. Yang terjadi kemudian, sesama anak bangsa saling curiga sehingga pertahanan negara mudah diterobos dengan paham-paham negatif dari luar.

“Saya yakin melihat hal in para pahlawan kita menangis melihat kondisi bangsa ini,” tukasnya.

Untuk itu, ia mengajak generasi muda, khususnya duta damai dunia maya untuk berbuat terbaik membentengi bangsa dan negara dari berbagai ancaman seperti intoleransi, radikalisme, dan terorisme. Apalagi di era kemajuan informasi teknologi, propaganda radikalisme dan terorisme di dunia maya sangat masif.

“Tim siber kelompok radikal hanya sedikit, tapi mereka masif. Bandingkan dengan jumlah anak muda Indonesia. Ayo kita lawan dengan menyebarkan kalimat perdamaian di dunia maya dengan mengajak teman agar tidak mudah terprovokasi propaganda radikalisme dan terorisme,” ajak Dadang.

Di akhir paparanya, Brigjen Dadang Hendrayudha mengajak generasi muda untuk ikut bela negara. Caranya mudah yaitu berbuat terbaik dan benar. Kalau jadi pelajar, jadilah pelajar yang baik. Kalau jadi TNI atau polisi, jadilah TNI dan polisi yang baik. Kalau jadi menteri, jadilah menteri yang baik. Kalau jadi pejabat, jadilah pejabat yang baik.

“Marilah dengan refleksi diri kita renungkan siapa diri kita, dimana posisi kita, dan kemana tujuan hidup kita agar hidup ini tidak sia-sia. Hidup ini amanah Tuhan YME sehingga harus kita jaga dengan melakukan segala sesuatu menjadi lebih baik. Selain itu, hilangkan rasa dengki dan iri,” pungkas bapak dua putri ini.