Aan Mansyur saat berbicara di dialog pencegahan terorisme BNPT siang ini, di Kupang

Gandeng Sastrawan, Cara BNPT Lawan Paham Kekerasan

Kupang – Paham kekerasan, utamanya yang mengklaim bagian dari perintah agama, seperti radikalisme dan terorisme, terus menjadi utama oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Meski begitu, Badan Nasional pimpinan Komjen. Pol. Suhardi Alius, SH, MH., ini tidak menekankan penggunaan cara-cara keras (hard approach) untuk meredam penyebaran paham yang semakin membahayakan itu. Sebagai gantinya, digunakanlah cara-cara kreatif untuk membendung radikalisme dan terorisme. Salah satunya melalui sastra.

Seperti yang dilakukan oleh BNPT di Kupang hari ini, Kamis (08/06/17), melalui Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) provinsi Kalimantan Selatan, BNPT menggelar dialog pencegahan terorisme dengan tema “Sastra Cinta Damai, Cegah Paham Radikal”. Kegiatan yang dihelat di Hotel Swiss Bell Kota Kupang ini dihadiri seratusan peserta yang terdiri dari komunitas seni budaya sekota Kupang, guru sekolah dan Pelajar setingkat SMA serta mahasiswa. Sementara untuk narasumber, BNPT mendatangkan langsung sastrawan nasional sekelas Aan Mansyur dan Fikar W. Eda untuk berbagi pandangan terkait sastra dan upaya pencegahan terorisme.

Dalam paparannya, Aan Mansyur menyebut bahwa anak-anak muda perlu mengenal dan dekat dengan seni, termasuk seni berpuisi. Hal ini dipandangnya mampu menggugah daya kritis anak muda sehingga menjauhkannya dari kemungkinan terjerat virus radikalisme dan terorisme.

“Semakin dekat anak muda dengan seni, semakin mereka tidak memiliki waktu untuk melakukan hal-hal yang merugikan,” jelasnya.

Bagi Aan, orang-orang yang terjerat radikalisme dan terorisme umumya tidak belajar secara serius dan mendalam. Ia pun menyebut orang-orang radikal dan teroris kehilangan empati, dan sastra dipandangnya mampu menjaga dan mengembangkan empati seseorang, sehingga dengan sastra seseorang akan memiliki empati yang baik dan tidak akan melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan hukum.

“Fungsi sastra, salah satunya, adalah mengembangkan rasa empati seseorang dalam proses pendewasaan diri untuk mencegah berkembangnya paham radikal, karena dapat membuka nalar seseorang agar tidak melakukan suatu tindakan  yang bertentangan dengan hukum,” lanjutnya.

Hal yang senada juga disampaikan oleh Fikar yang menyebut bahwa puisi telah digunakan masyarakt sejak jaman dahulu, bahkan jauh sebelum tradisi menulis ditemukan, untuk mengabarkan berbagai peristiwa penting. Mulai dari kabar-kabar keseharian hingga tanda bencana. Dalam kaitannya dengan pencegahan terorisme, Fikar yakin puisi mampu menjaga masyarakat dari pengaruh buruk radikalisme dan terorisme.

“Sastra memiliki daya untuk menguatkan semangat damai di tengah masyarakat dan menolak idelologi radikal terorisme,” ungkapnya.