FKPT: Apakah Radikalisme Dan Terorisme Di NTB Nyata?

Lombok Barat – Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) Nusa Tenggara Barat, Rabu (30/9/2020), menggelar dialog Internalisasi Nilai-nilai Agama dan Budaya di Sekolah untuk Menumbuhkan Moderasi Beragama, dengan menghadirkan guru mata pelajaran agama sebagai peserta. Di hadapan para guru, potensi radikalisme dan terorisme di NTB dibeberkan.

Adalah Ketua Bidang Agama, Sosial, dan Budaya FKPT NTB, H. Falahuddin, yang membeberkan perihal potensi radikalisme dan terorisme itu. Pengetahuan ini dinilai penting untuk disampaikan untuk menjawab keraguan radikalisme dan terorisme itu nyata atau tidak?

“Saya menyebutnya hantu radikalisme, karena ini yang selama ini menghantui kita,” kata Falahuddin mengawali paparannya.

Falahuddin kemudian menampilkan hasil riset Alvara Research yang menunjukkan 23,3% pelajar SMA dan sederajat di Indonesia setuju dilakukannya jihad untuk tegaknya negara Islam atau khilafah. Masih dari hasil survey yang sama, Ia lantas menampilkan temuan 19,4% PNS yang tidak sependapat dengan Pancasila sebagai dasar negara. “Temuan-temuan ini setidaknya sudah bisa menjadi gambaran, bahwa secara nasional radikalisme itu ada,” tambahnya.

Di lembar berikutnya pada paparannya Falahuddin mengungkap potensi radikalisme dan terorisme di NTB. Ia mengutip hasil penelitian Siti Mahmudah Noorhayati, seorang pengajar di Institut Agama Islam Nasional La Roiba, Bogor, yang kemudian ditulis menjadi paper berjudul “Mekanisme Kultural sebagai Counter-Radikalisme: Mengurai Narasi Terorisme Muslim Sasak di Nusa Tenggara Barat (NTB)”.

“Ini di NTB, di daerah kita. Ada 20% orang yang mempersepsikan jihad sebagai perang, 10% pelajar berani melakukan jihad asalkan diizinkan orang tua,” ungkap Falahuddin.

Tak cukup hasil hasil survey, untuk membuktikan bahwa radikalisme dan terorisme di NTB nyata, Falahuddin juga mengungkap keberadaan sejumlah kelompok yang diduga berafiliasi dengan aksi-aksi terorisme, yaitu Majelis Mujahidin Indonesia di Lombok Timur, Khilafatul Muslimin di Lombok Timur, Bima, dan Dompu, serta Tauhid wal Jihad, Jamaah Anshaarut Tauhid dan Jamaah Anshaarut Syariah di Bima.

Dengan mengetahui potensi radikalisme dan terorisme tersebut, Falahuddin mengajak kalangan guru untuk meningkatkan perannya dalam keikutsertaan mencegah penyebarluasan radikalisme beragama sebagai cikap-bakal aksi terorisme. Menumbuhkan moderasi beragama di lingkungan sekolah, disebut oleh Falahuddin sebagai sumbangsih guru yang nyata.

“Kita tidak perlu takut dengan hantu radikalisme. Yang perlu kita lakukan adalah melawannya. Mari kita lincungi generasi muda kita, anak-anak kita dari pengaruh ideologi radikal terorismeā€.