Falsafah Pancasila Sebagai Alat Pemersatu Bangsa

Jakarta – Pancasila adalah falsafah bagi bangsa Indonesia dan menjadi alat pemersatu bangsa. Untuk itu masyarakat Indonesia harus mempertahankan falsafah Pancasila sebagai ideologi bangsa sebagai upaya untuk menangkal ancaman-ancaman radikalisasi terorisme yang selama ini membayangi bangsa Indonesia.

Hal tersebut diungkpakan Staf Khusus Kedeputian I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), DR. Suaib Tahir yang bertindak sebagai narasumber di acara seminar nasional bertajuk “Deradikalisasi Pemuda (Indonesia Tanpa Teror dan Ektrimis)” yang digelar Gerakan Pemuda Islam Indonesia di Hotel Alia, Cikini, Jakarta, Rabu (1/6/2016).

“Alhamdulillah kita miliki falsafah negara, Pancasila, yang sudah sesuai negara ini. Pancasila ini harus dipertahankan oleh kita semua sebagai upaya agar masyarakat kita ini terbebas dari ancaman paham radikalisme dan terorisme,” ujar Suaib Tahir yang memewakili Kepala BNPT Komjen Pol Tito Karnavian yang berhalangan hadir.

Pria yang bernah bertugas sebagai Staf Kedutaan Besar Republik Indonesia di Khartoum, Sudan ini menampik anggapan dari penilaian sejumlah elemen masyarakat terkait deradikalisasi yang dilakukan BNPT merupakan upaya menghapus dakwah-dakwah keislaman.

“Deradakalisasi ini dalam upaya mengembalikan pemikiran Islam yang sebenarnya. Bagaiamana menjadi Islam yang rahmatan lil alamain seperti Nabi saat melakukan dakwah dulu. Dan kita harus teladani itu dalam mengembangkan dakwah, masuk Islam harus ikhlas tanpa paksaan, lakum dinukum walyadin,” ujar Suaib.

Upaya deradikalisasi ini, menurut Suaib, juga untuk menghindari Indonesia seperti negara-negara di Timur Tengah yang dilanda konflik berkepanjangan, seperti di Suriah akhir-akhir ini. “Suriah dahulu itu merupakan bangsa Arab yang memiliki kehormatan tinggi dalam pergaulan, sangat elite, dan memiliki sopan santun yang tinggi,” ujarnya menjelaskan

Sementara saat ini bangsa Suriah hidup dalam ketakutan dan penuh ancaman akibat konflik horizontal antarpaham Islam. “Mereka saat ini diperjualbelikan, mengungsi di negara-negara lain, harus bertahan hidup, akibat konflik di negaranya. Jangan sampai ini terjadi di negara kita,” kata pria yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Al Azhar, Cairo, Mesir ini

Dijelaskannya, BNPT sendiri terus berupaya memberikan pemahaman terhadap masyarakat tentang bahaya radikalisasi terorisme. Upaya ini terus dilakukan agar para teroris tak menjadikan Indonesia seperti negara-negara Arab di Timur Tengah yang selalu dibayang-bayangi konflik dan perang. “Kami BNPT bekerja keras memberikan pemahaman terutama bahaya yang harus dihadapi,” ujarnya.

Menurutnya, kecenderungan trend teroris tahun ini masih memiliki pola yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Dan BNPT sendiri hanya bisa melakukan pencegahan serta perlindungan terkait hal tersebut.

“Polanya masih sama seperti tahun lalu. Pola provokasi dan perekrutannya masih melalui media online dan organisasi-organisasi islam. Kita masih terbentur dengan RUU teroris yang secara hukum tidak kuat. Sehingga tugas BNPT masih sebatas bentuk pencegahan dan perlindungan, kita belum bisa masuk ke ranah penindakan langsung terhadap pelaku teroris,” ungkap pria yang juga lulusan universitas Islam Omdarman, Khartoum, Sudan ini mengakhiri.