Dikurung di Alcatraz of the Rockies, Teroris Abu Hamza Gugat Pemerintah AS

Jakarta – Teroris Abu Hamza menggugat pihak berwenang Amerika Serikat (AS) atas kondisi ‘kejam’ di penjara Supermax alias ADX Florence atau “Alcatraz of the Rockies” yang menyebabkan giginya menjadi busuk. Abu Hamza menggugat pihak berwenang AS soal kondisi penjara yang dinilai tidak manusiawi sehingga membuat giginya membusuk.

Mantan imam Finsbury Park yang berusia 62 tahun ini tengah ditahan di ADX Florence atau juga dikenal sebagai “Alcatraz of the Rockies”. Hamza dan dua anggota lainnya yang disebut geng penculik ISIS “Beatles” bisa dipenjara seumur hidup.

Hamza mengklaim bahwa dia telah kehilangan sinar matahari di selnya dan mengatakan dia harus merobek paket makanan dengan giginya yang membusuk setelah tangan kailnya dilepas oleh pihak berwenang.

Gugatan perdata telah diajukan terhadap Jaksa Agung AS William Barr dengan Hamza yang mengaku menderita stres dan cemas dan mengatakan dia telah ditolak untuk mendapatkan kunjungan keluarga sejak dia diekstradisi ke New York untuk diadili atas tuduhan teroris pada 2012 silam.

Dia mengungkapkan, dia melakukan mogok makan setidaknya selama 10 hari sebagai protes atas perawatannya, menurut laporan The Times. Selain Hamza, penjara supermax (ADX Florence) di Colorado diharapkan menjadi rumah baru Alexanda Kotey dan El Shafee Elsheikh, anggota ISIS kelahiran London yang diduga berada di balik penyiksaan dan pemenggalan sandera berkebangsaan Inggris dan Amerika di Suriah.

ADX Florence memiliki reputasi sebagai salah satu penjara terberat di AS karena para tahanan dikurung sendirian selama 23 jam sehari di sel berukuran 3,6 meter kali 2 meter tanpa jendela. Penjara itu menampung beberapa penjahat dan teroris paling terkenal di dunia, termasuk bandar narkoba El Chapo dan shoe bomber Richard Reid.

Tidak ada seorang pun tahanan yang pernah lolos dari penjara itu sejak dibangun pada akhir 1980-an, dan lokasinya adalah salah satu kompleks keamanan tertinggi di dunia. Narapidana juga dikenakan tindakan administratif khusus yang melarang kontak dengan orang lain dan aktivitas mereka dibatasi. Hamza mengajukan banding atas penahanannya di fasilitas itu, dengan mengatakan kondisi tidak manusiawi dan merendahkan serta melanggar hak asasi manusia.

Dia mengatakan keluhannya terkait dengan kondisi yang kejam dan tidak biasa dalam kurungan isolasi yang berbahaya dan berkepanjangan sejak 2012 tahun di mana dia diekstradisi untuk diadili karena mendukung Al Qaeda.

Dia telah berada di penjara ADX Florence sejak 2015 setelah dia dinyatakan bersalah dan dijatuhi hukuman penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan bersyarat.

Dia mengklaim bahwa sedikit ketentuan telah dibuat di penjara karena dia difabel, termasuk tidak memiliki lengan (maka dari itu dia memakai tangan berkail) dan salah satu matanya buta. Hamza mengatakan sel pertama tempat dia ditempatkan sebenarnya adalah ruang penyimpanan besar yang dimodifikasi dengan tidak ada sinar matahari dan berukuran sempit.

Dia juga mengatakan bahwa karena tidak ada toilet untuk difabel, membuatnya sering mengotori pakaiannya dan lengannya berdarah saat menyalakan keran wastafel. Hamza juga mengklaim bahwa pada satu kesempatan kuku jari kakinya tidak dipotong selama 14 bulan, yang menyebabkan dia sakit parah dan kesulitan berjalan.

Saat tangan kailnya dicabut, Hamza juga mengaku harus membuka bungkusan makanan dengan mulutnya, menyebabkan beberapa giginya lepas.

“Penggugat kehilangan tiga gigi hanya karena membuka tempat makan. Semua gigi depan sudah busuk dan nyeri. Beberapa saraf gigi tampak,” ungkapnya dikutip dari Kompas.com.

Dia juga mengatakan bahwa selama di penjara, dia sangat stres soal agama karena dipaksa untuk beralih dari diet halal Muslim ke makanan kosher Yahudi yang disajikan di atas nampan yang lebih mudah untuk dimakan. Hamza juga mengklaim bahwa dia belum dikunjungi oleh satu anggota keluarga pun dan hanya dapat berbicara dengan mereka di telepon maksimal 45 menit dalam 1 bulan.

Dia mengatakan dia tidak boleh berkomunikasi sama sekali dengan empat putranya. Gugatan Abu Hamza itu dianggap tidak berdasar oleh petugas penjara termasuk kepala layanan penjara AS, dan gugatan itu harus disingkirkan oleh pengadilan.